18. Pengganggu Malam Hari

699 50 2
                                    

Ada kebaikan yang tak terlihat dan ada kejahatan yang terlihat.

Tangan kanan Kiara masih memegang sendok makan, dan tangan kirinya masih memegang kotak es krim pertamanya malam ini. Kedua matanya tidak lepas menatap pada tokoh-tokoh lucu yang berada di televisi ruang keluarga itu. Aneh bukan? Seharusnya remaja sepertinya lebih banyak menghabiskan waktu di luar, seperti yang dilakukan Gilang selama ini. Tetapi entah kenapa, Kiara merasa malas saja untuk keluar di malam hari. Bukankah Kiara termasuk dalam anak baik-baik?

Ia memperhatikan jam di dinding ruang keluarga, sudah jam sebelas malam, tetapi Gilang belum juga menampilkan batang hidungnya. Padahal Kiara ingin tahu, apa Abangnya itu akan marah padanya atau tidak, setelah ia melakukan hal buruk pada Araya. Tidak sih, tidak buruk juga baginya.

Bersamaan dengan otaknya yang sedang bertanya-tanya dimana Abangnya itu, lelaki dengan balutan kaos hitam dan celana pendek di atas lutut persis memasuki ruang keluarga dan berjalan mendekatinya.

Kiara menautkan kedua alisnya bingung. Kenapa malah Ben yang muncul? Kan yang ia tunggu itu Gilang.

"Ngapain?" Kiara bertanya, dengan tatapan herannya.

Ben menjatuhkan dirinya untuk duduk di sofa nyaman milik sepupunya itu. Ia kemudian mendesah. "Gilang gak mau disuruh pulang. Tarik Gilang gih!"

"Jih, kenapa aku?" Kiara bersuara tidak terima. Ia kembali menatap pada televisi di ruang keluarga, membiarkan Ben yang juga kembali sibuk dengan ponselnya.

Ben berdecak. "Mabok si Gilang!"

Di saat Ben berpikir Kiara akan panik dan bergerak, ternyata cewek itu hanya mengangguk singkat. Bahkan, dari yang Ben perhatikan, Kiara seperti tidak peduli dengan hal itu.

"Ra!" Ben kembali bersuara.

Kiara menoleh, dan bertanya dengan gerakan matanya 'apa' kepada Ben.

"Ayo!" Ben kembali mengajak.

"Enggak." Kiara menolak tanpa perlu berpikir.

Kiara jelas tahu, dimana Gilang sekarang, setelah Ben mencak-mencak padanya. Tetapi jangan berharap Kiara mau diajak cowok itu. Kiara itu anti sekali dengan tempat-tempat seperti itu. Meskipun dalam keadaan mengancam pun, Kiara akan memilih untuk membayar orang masuk ke dalam sana, dibanding dirinya.

Bersama Ben tidak berarti menutup kemungkinan cowok itu tidak akan menjebaknya. Karena yang membuat Kiara malas masuk ke tempat-tempat seperti itu juga, ya Gilang dan Ben. Dua cowok yang menjebaknya semasa SMP hanya untuk mengetahui rahasianya, dengan membuat ia mabuk. Tidak, Kiara tidak mau hal itu terjadi lagi.

"Ayo!" Ben tidak menyerah.

"Ajak Rayn aja." Kiara berusul dengan tenang. Matanya tetap fokus pada televisi.

Ben berdecak. "Rayn udah di sana! Ada Sami, Aldy, Aldo juga, banyak lah!"

Kiara mengangguk. "Nah, itu kan ada empat orang. Masa bawa pulang doang gak bisa!"

"Ini kalau gak gara-gara kamu. Gilang gak bakal gini, Ra!"

Suara Ben yang tenang namun terdengar tajam itu membuat Kiara menoleh padanya.

"Emang aku ngapain!?" tanyanya tidak terima.

"Instagram kamu—"

"Instagram aku ke-hack."

Ben diam. Apa ini artinya, Kiara juga tidak tahu apa yang terjadi?

Senioritas (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang