36. Hampir Mati

547 37 1
                                    

Nyuruh dia diem itu kayak nunggu ayam beranak.
-Samuel Issac

"Rara mana!?" Gilang bertanya dengan napasnya yang masih terengah-engah itu. Ia menatap pada Charles yang seolah tidak mengerti akan maksudnya.

"Rara mana!?" ulangnya.

Charles menggeleng. "Sama Sami udah cabut tadi," balasnya ragu.

Gilang menghembuskan napasnya. Perasaannya, jarak Sami pamit dengan jarak ia mulai berlari tadi hanya sekitar lima menit. Tetapi kenapa cowok itu cepat sekali pergi?

Kedua mata Charles beralih, ketika matanya menangkap Ben dan Aldo yang tiba-tiba muncul di ujung koridor dan berlari juga, seperti apa yang baru saja Gilang lakukan untuk menghampirinya. "Kenapa sih?" tanyanya heran.

"Panggil Rayn, siapin Anggota Khusus, sekarang!"

Ben dan Aldo sama-sama membungkukkan badan mereka dengan napas yang terengah-engah. Berlari menuju lantai empat tentu melelahkan bagi siapa saja. Bahkan dua orang itu pun heran, mengapa Gilang bisa berlari secepat itu.

"Mau ke mana?" Charles bertanya lagi.

Gilang mengambil gawainya, berusaha menghubungi Sami yang sama sekali tidak menjawab panggilannya itu. Sami belum mengabarinya di mana Kiara dan Daffa akan bertemu. Jadi, bagaimana Gilang tahu?

"Siapin aja!" Gilang berseru yang langsung dibalas anggukan ragu Charles. Ia beralih pada Ben. "Telfon Rara!"

Ben menggeleng. "Gak jawab dari tadi!"

Lagi, tanpa mengucapkan apapun Gilang kembali berlari. Meninggalkan Aldo dan Ben yang menatapnya gemas. Mereka masih lelah setelah menaiki anak tangga yang banyak itu, tetapi sekarang Gilang sudah berlari lagi.

...

Belum sampai sepuluh menit Kiara turun dari mobilnya, tetapi Sami sudah merasa kebosanan menghantuinya. Ia menoleh pada gawainya yang masih mati karena baterainya habis. Untung saja ia membawa mobil hari ini, kalau tidak ia pasti sudah bingung harus menunggu Kiara di mana, dan ia akan bingung harus ke mana untuk mengisi baterai gawainya itu.

Kedua mata Sami beralih menatap pada kaca spion mobilnya, ketika telinganya jelas mendengar banyaknya suara motor dengan knalpot racing mendekat padanya. Ia menelan salivanya, ternyata pemikirannya benar.

Cepat, ia beralih menuju gawainya. Berusaha menyalakan gawainya yang masih dalam keadaan mati. Seharusnya sepuluh puluh menit sudah cukup untuk membuat gawainya menyala bukan?

Sami menurunkan kursinya, berusaha untuk menyembunyikan dirinya dari anak Panca yang baru saja memarkirkan motornya secara acak. Ia tidak mungkin turun seorang diri sekarang, bisa-bisa ia habis saat itu juga. Lagi, Sami bersyukur. Untung saja ia membawa mobil yang tidak diketahui oleh anak Panca, jadi ia tidak akan membuat kecurigaan.

11 missed call from Gilang

Sami kembali menelan salivanya. Ia belum mengbari Gilang apa-apa. Kenapa cowok itu sudah menghubunginya sebanyak itu?

"Hal—"

"Di mana!?"

"Alore! Cepet, Lang!"

Hanya itu saja, kemudian sambungan kembali terputus. Sami rasa, Gilang memang sudah mengetahui rencana Panca, sampai-sampai cowok itu langsung melempari pertanyaan di mana ia berada sekarang. Karena Sami ingat sekali, ia bilang akan mengabari jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Waktu tempuh Angkasa dengan Alore hanya sekitar 5 menit. Mengingat itu Sami sedikit bersyukur, yang sekarang ia harapkan adalah Kiara bisa mengulur waktu sedikit di dalam sana.

Senioritas (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang