Ambil yang baik, buang yang buruk. Kalau kamu buruk, maka aku harus membuangmu.
-Gilang AnanditaSuasana kantin sejauh ini masih kondusif, karena belum banyak siswa yang turun untuk mengacak-acak kantin. Jalanan masih lenggang, bahkan untuk orang yang lewat pun masih bisa dihitung jari.
Dari pagi, sampai sebentar lagi istirahat kedua, Gilang dan Ben masih duduk manis di atas meja kantin. Memang sebenarnya salah, seharusnya duduk di bangku, tetapi kedua lelaki itu merasa lebih nyaman untuk duduk di atas meja, jadi apa boleh buat.
Nah, bagi yang bertanya apa mereka berdua saja. Jawabannya tidak. Ada Aldo juga. Sekarang lelaki itu juga ikut bergabung dengan Ben dan Gilang. Bedanya, cowok itu duduk manis di bangku kantin dengan tangannya yang tidak berhenti bermain sedotan.
Kalau ditanya, apa mereka tidak bosan duduk di kantin sampai jam pelajaran sebentar lagi berakhir, jawabannya jelas tidak. Mereka malah senang bisa duduk santai seperti ini, tanpa harus mendengarkan guru-guru berbicara di depan kelas.
"GILANG!"
Suara lantang yang terdengar melengking itu jelas sudah bisa ditebak oleh Gilang, siapa yang baru saja menyuarakan namanya.
Bila Gilang biasanya akan menoleh dengan cepat, atau bahkan merespon sebisa mungkin. Kali ini harus dimaklumi, karena ia sedang malas sekali untuk melakukan itu. Bahkan untuk niat menoleh pun tidak ada.
"GILANG!" Cewek itu kembali berseru lantang, ketika ia mendapati Gilang malah diam saja dalam posisinya.
Araya, cewek yang sedari tadi membuat keheningan kantin berubah menjadi kerusuhan bagi Gilang, membuat cowok itu mendesah. Ia melempar tatapan malasnya pada Araya yang sedang berjalan ke arahnya.
"Kalau dipanggil itu jawab!" Araya ngomel. Ia menatap tajam pada Gilang yang malah mengambil sedotan dari botol teh miliknya, kemudian memainkannya.
"Lang! Aku lagi ngomong!"
Gilang menaikkan alis kanannya dan memberikan wajah tidak bersahabatnya pada Araya.
"Kamu kenapa sih!?" Araya kembali bertanya dengan nada suaranya yang tidak menyukai keadaan saat ini.
Ben, cowok itu juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Gilang saat ini. Melempar tatapan sinisnya pada Araya dengan sedotan yang ia mainkan di mulutnya.
Dari ketiga cowok itu, hanya Aldo yang paling santai. Karena kali ini, ia memilih untuk diam. Selain tidak mengerti, ia hanya sedang malas mengeluarkan suaranya.
"Jauhin Gilang dulu, Ray." Ben berujar tenang, tetapi tatapan sinisnya masih ia tampilkan.
Araya melirik pada Ben yang sedang memperhatikannya. Kenapa rasanya, keadaan ini aneh sekali?
"Kamu masih marah karena video itu, Lang!?" Araya seketika menyadari kesalahannya.
"Astaga, Lang! Aku bilang itu video lama. Kamu gak perc—"
"Enggak, gue enggak percaya." Gilang lebih dulu memotong.
Dari nadanya, Gilang terdengar begitu tidak peduli, bahkan Araya sempat tidak percaya, kenapa Gilang memakai kata 'gue' dalam kalimatnya. Ini seperti bukan Gilang.
"Lang?" Araya kembali bersuara kecil.
Gilang melempar tatapan tatapan tajamnya pada Araya, kemudian cowok itu menggertakan kedua rahangnya. Seandainya marah kepada Araya itu mudah, Gilang sudah ingin sekali meluapkannya.
Baru saja tangan Araya ingin mengambil tangan Gilang, tetapi cowok itu lebih dulu menepis. "Minggir!" ucapnya sarkastik.
"Lang!" Araya kembali menaikkan nada suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senioritas (TAMAT)
Teen FictionSiapa sih yang menyukai sebuah perlakuan yang dinamakan Senioritas? Hampir satu Angkasa menyukainya. Perlakuan yang bisa dibilang berat sebelah dan tidak memikirkan banyak hal. Yang pasti, perlakuan yang membuat para senior bertindak sebebas mereka...