20. Dadakan

661 47 1
                                    

Cinta tanpa peduli baik dan buruknya kamu adalah cinta tanpa syarat. Itu cinta aku ke kamu, Ra.
-Gilang Anandita

Langkah kaki Kiara jelas terhenti ketika dirinya baru saja melangkah menuju halaman belakang rumahnya. Tas dan seragam sekolahnya masih terpakai rapi di tubuhnya. Kedua matanya menatap heran dengan apa yang terjadi di rumahnya itu.

Niat awalnya setelah memasuki gerbang rumahnya adalah menuju kamar, tetapi melihat banyaknya mobil box terparkir di luar rumah, membuatnya jadi bertanya-tanya ada apa ini. Bahkan, setelah mendapatkan maksud dari segala barang yang keluar dari berbagai mobil box itu, ia tetap heran apa yang terjadi saat ini.

Biasanya, di sore hari seperti ini, rumahnya dalam keadaan tenang. Tidak ada yang berisik untuk mengganggu ketenangannya di kamar. Tetapi kalau tiba-tiba ramai seperti ini, niat masuk kamar pun tidak ada di otak Kiara.

"Bi Asih!" Kiara langsung menyerukan nama itu, ketika kedua matanya menemukan sosok yang bisa membantunya keluar dari kebingungannya itu.

Dengan senyumannya, Bi Asih berjalan menghampiri Kiara yang masih menatap sekelilingnya itu dengan heran.

"Ini mau ada apa sih?" Kiara bertanya dengan dahinya yang mengerut. Telunjuk tangan kanannya, ia gerakkan untuk menunjuk pada berbagai hiasan dan barang-barang untuk menghidangkan makanan.

"Ohh. Ini mah buat acara makan malam keluarga. Bapak mau buat syukuran, perusahaan yang di China udah mulai stabil. Gitu lah pokoknya. Gak ngerti Bibi mah, begituan!"

Kiara diam, tepatnya terkejut sekaligus heran. Kurang dadakan apa rencana Papanya itu?

"Keluarga besar?" tanyanya memastikan.

"Lah, iya atuh! Masa iya makanan sebanyak itu buat kita doang!"

Ya, jawabannya tidak salah sih. Kiaranya saja yang salah memberi pertanyaan.

"Ada temen-temennya Abang juga nanti. Non Kiara gak mau ajak temen-temennya? Bapak izinin kok!"

"TEMEN-TEMENNYA!?" Kiara melotot tidak percaya.

"Iya, katanya sekitar 50-an lah temen Bang Gilang. Kan temennya Bang Ben, sama Mas Rayn juga."

Kiara diam. Ini, jebakan macam apa? Kenapa dirinya merasa terjebak oleh kelakuan Gilang dan Ben untuk kesekian kalinya.

"KENAPA DIBOLEHIN SAMA PAPA!?" Kiara bertanya tidak terima.

Bi Asih bingung. Apa salahnya? Kenapa Kiara begitu tidak senang mendengar penjelasannya. "Atuh mana Bibi tau! Bibi 'kan cuma iya-iya aja!"

Kiara juga sebenarnya setuju dengan hal itu. Bi Asih mana mungkin menolak kemauan Gilang. Tetapi, masa iya, Simon mengizinkan Gilang membawa teman-temannya ke markas satu-satunya?

Mengundang teman-teman Kiara? Bisa tambah habis Kiara. Siapa yang menolak bila diajak untuk mengikuti acara keluarga Kiara. Meskipun tidak tahu siapa Kiara, jelas pasti teman-teman Kiara akan tetap senang menghadiri acaranya. Kan secara tidak langsung, jadi mendapat alasan untuk keluar rumah bukan?

Dan yang pasti, Kiara yakin, Gilang, Ben, ataupun Rayn pasti tidak akan ambil pusing masalah ini. Ditambah lagi dengan berita putusnya Gilang dan Araya, bisa-bisa Abangnya itu berbuat semaunya.

Bila sampai ketahuan, maka habis sudah tujuan Kiara masuk ke Angkasa. Ia tidak bisa mengalahkan Gilang, walaupun Abangnya itu sudah tidak ada hubungan dengn Araya, dan walaupun Araya-lah musuhnya saat ini. Ah tetapi maksudnya, bila semua orang tahu ia adik Gilang, si ketua angkatan 35, dan merupakan bagian keluarga Adinanta, para siswa Angkasa bisa menganggap Kiara menang karena ia punya banyak penjaga di belakangnya.

Senioritas (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang