Prasangka buruk boleh, tetapi jangan berlebihan
Kafe bernuansa abu-abu dengan goresan putih di beberapa bagian membuat Kiara merasa nyaman di tempat ini. Klasik dan sangat membuat mata Kiara seolah berteriak bahagia atas pemandangan yang disuguhi tempat ini.
Hari Sabtu, Angkasa meliburkan setiap muridnya, kecuali bagi beberapa siswa yang memang harus melakukan kegiatan di sekolah. Alhasil, Kiara memilih untuk ikut dalam acara reuni bersama teman-teman SMPnya di kafe ini. Seandainya kalian tahu, Kiara sebenarnya tidak terlalu menyukai acara-acara sepertinini. Mengingat dirinya itu bersekolah di banyak tempat. Jadi, tentu banyak sekali undangan reuni yang membuatnya muak sendiri. Bayangkan saja, selama SMP, setiap kenaikan kelas, pasti Kiara pindah sekolah, karena memang sekali lagi harus ditegaskan, Kiara itu petakilan dan sangat tidak bisa diatur.
Kiara menempatkan dirinya pada kursi bagian paling kanan, dengan posisi duduk yang sudah dibuat menjadi long table. Selain Kiara malas jadi pusat perhatian karena duduk di tengah, Kiara juga malas bila ia susah keluar nantinya, karena hanya duduk di bagian tengah. Nah, kalau duduk di bagian paling kanan begini kan ia bisa kabur kapan saja.
Belum begitu ramai, bahkan yang baru datang masih bisa dihitung dengan jari. Tetapi itu tidak masalah bagi Kiara, karena dibanding bosan di rumah, lebih baik bosan di sini.
"Loh, dateng lo Ra?"
Kiara mendongak, ketika merasa namanya terpanggil. Dengan senyuman cowok yang baru bersuara itu menarik kursi di hadapan Kiara, dan mendudukkan dirinya di sana.
Sekarang, ganting Kiara yang bingung. "Kok lo dateng? Emang angkatan lo di undang juga?"
Cowok itu mengangguk. "Sebenernya gue ke sini emang niat ketemu lo sih! Basa-basi aja yang barusan." Ia menyahut dengan tawa kecilnya.
Kiara terkekeh. Sudah lama ia tidak berjumpa dengan cowok yang menjadi kakak kelasnya itu, dan cowok itu masih sama seperti dulu, suka bercanda.
"Sekarang lo dimana?" tanya cowok itu antusias.
Daffa, cowok yang duduk di hadapan Kiara saat ini adalah kakak kelas Kiara semasa SMP dan teman seperjuangan bagi Kiara. Memiliki kesamaan sifat, membuat dua orang itu bagai perangko semasa SMP, selalu berdua. Banyak orang yang berkata, mereka cocok menjadi sepasang kekasih. Tetapi bagi Daffa dan Kiara, mereka cocok sebagai sahabat, tidak lebih dari itu.
"Di Angkasa." Kiara menjawab singkat.
Daffa menautkan alisnya bingung. Seingatnya, Kiara itu paling anti Angkasa. Katanya dulu, ia tidak mungkin masuk ke sekolah itu, karena Kiara selalu ditolak mentah-mentah oleh Angkasa. Dan seingatnya juga, Kiara itu bersekolah di SMA Pertiwi, bukan malah di Angkasa.
"Sejak kapan?"
Kiara tersenyum tipis. "Baru dua minggu pindah," jawabnya kemudian nyengir.
Daffa nyaris tertawa kencang, kalau saja ia tidak sadar keadaan. "Udah gue tebak!" serunya meledek.
Ternyata tidak ada ruginya juga Kiara datang reuni kali ini. Karena dengan acara ini, Kiara jadi bertemu Daffa yang sudah lama sekali tidak bertemu dengannya.
"Lo sombong sekarang, Daf! Terkahir gue chat kapan tuh, sampe sekarang belum dibales!" Kiara mengadu.
"Hah? Kapan?" Daffa jadi bingung sendiri. "Oh, atau mungkin lo belum dapat kontak baru gue ya? Hape gue sempet ilang. Sini hape lo, buar gue save lagi."
Kiara menurut. Ia memberikan ponselnya pada Daffa dan membiarkan cowok itu menjelajahi ponselnya.
"Berarti, kalau lo di Angkasa, bisa kali gue jemput." Daffa berujar disela-sela kegiatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senioritas (TAMAT)
Teen FictionSiapa sih yang menyukai sebuah perlakuan yang dinamakan Senioritas? Hampir satu Angkasa menyukainya. Perlakuan yang bisa dibilang berat sebelah dan tidak memikirkan banyak hal. Yang pasti, perlakuan yang membuat para senior bertindak sebebas mereka...