Katanya dendam adalah awalan untuk sebuah cerita cinta. Benar atau tidak?
Panas teriknya matahari siang hari ini terasa begitu menyengat tubuh bagi Kiara. Pelajaran Olahraga yang dilakukan di tengah hari seperti ini jelas membuat keringat terus bercucuran di sekujur tubuh. Betapa sedihnya kelas Kiara yang harus menerima beban ini selama 1 semester.
Bila dua minggu lalu materi Olahraga adalah mengenai lari keliling lapangan untuk kekuatan tubuh, maka hari ini materi Olahraga yang cukup disukai beberapa murid. Basket. Materi Olahraga yang disenangi Asya dan juga Madeline. Tetapi berbeda dengan Kiara yang hanya mendesah kesal. Ia bukan tidak suka basket, sebenarnya biasa saja. Cuma panas terik matahari hari ini sungguh tidak bersahabat. Bahkan, Kiara sudah kabur-kaburan untuk menghindari sinar matahari mengenai kulitnya. Sayangnya, guru Olahraga, Pak Bani, selalu menyuruhnya untuk kembali ke tempat semula, dan jangan hilang karena takut matahari.
Kiara lagi-lagi mendesah pelan. Permainan basket bila dilakukan oleh perempuan tidak akan pernah berubah. Karena bola bukannya dikejar, malah dijaga dalam pelukan. Kalau kayak begitu terus, kapan bolanya masuk ke ring?
Di tengah lapangan sana, Madeline dan Asya sedang asik melawan tim lawannya. Sedangkan Kiara, ia lebih memilih untuk jadi pemain cadangan. Bahkan di saat orang lain berusaha bermain basket untuk menunjukkan bakat mereka atau sekedar cari perhatian, Kiara lebih memilih duduk diam sembari berusaha menikmati matahari.
"Kiara, main gak?"
Pak Bani menatap pada Kiara yang matanya sipit, karena panasnya matahari itu. Kemudian Kiara menggeleng. Sudahlah, tujuan Kiara saat ini hanyalah kelas yang dingin.
"Main gak!?"
Kok maksa. Kiara mendengus dalam batin.
"Panas, Pak," balasnya santai.
Akhirnya Pak Bani ngalah. Lebih baik, guru itu memperhatikan permainan, dibanding membujuk si bengal Kiara.
Prittt..
"Yang cowok main!"
Ya ampun, Kiara pikir pelajaran Olahraganya sudah selesai. Ternyata ia salah.
"Gila, Sami gak megang bola aja keren!" Asya bersorak sembari menghampiri Kiara yang masih duduk manis di tanah itu.
Menurut Kiara, Sami memang tidak setampan Gilang, hanya saja kharisma lelaki itu selalu mencolok, sehingga mampu menarik perhatian cewek-cewek di Angkasa.
"Ah, Sami mah main basket pasti lari doang!"
Gantian Madeline yang bersuara. Gadis itu mencebik, ketika mengingat kebiasaan Sami saat bermain basket. "Liat aja, bentar lagi juga duduk di lapangan!" tambah Madeline kesal sendiri.
Permainannya bahkan belum dimulai, lalu kenapa sudah banyak yang berkomentar tentang Sami?
"Sami jago main basket?" Kiara bertanya, ketika matanya memperhatikan lelaki bertubuh jangkung dengan rambutnya yang berantakan itu.
Madeline dan Asya kompak menggeleng. "Udah dibilang, Sami bisanya lari doang!" Madeline kembali berujar.
Kiara hanya terkekeh mendengarnya. Aneh. Kenapa ketika melihat Sami di tengah lapangan sana membuatnya seketika lupa untuk memaki-maki sinar matahari yang menyengat kulitnya?
"Tapi Sami jago berenang, Ra!" Asya menambahkan.
"Oh iya?" Kiara nampak tidak percaya. Wajah cool seperti Sami itu lebih cocok jadi anak futsal atau tidak basket, kenapa jadi berenang? Melenceng sekali. "Pernah ikut lomba?" tanya Kiara jadi penasaran.
![](https://img.wattpad.com/cover/196057584-288-k799339.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senioritas (TAMAT)
JugendliteraturSiapa sih yang menyukai sebuah perlakuan yang dinamakan Senioritas? Hampir satu Angkasa menyukainya. Perlakuan yang bisa dibilang berat sebelah dan tidak memikirkan banyak hal. Yang pasti, perlakuan yang membuat para senior bertindak sebebas mereka...