Jakarta, Februari 2019
"Mar, penuh banget nih, makan kelas aja yuk." Aira berkata. Di tangannya ada semangkuk soto, mengepul dan aku cukup yakin tangannya ikut terasa panas. Aku menyapukan pandanganku ke penjuru kantin sekali lagi, sampai lambaian tangan menarik perhatianku.
Itu Satria.
"Gabung sini aja, Mar!" katanya, lumayan keras agar tidak tenggelam keriuhan kantin. Aku memberikan isyarat mengiyakan--tidak mau ikut teriak. "Ra, situ aja bareng Satria." Aira mengangguk.
Meja Satria setengah penuh, entah kenapa tidak diduduki setengahnya. Ada Gio, Yoga, Vania, dan Aleric. "Mar, sini, Mar." Aleric memanggil, sedikit bergeser untuk memberiku tempat.
Aku menaikkan alis. "Tumben banget? Mau usil ya?"
"Kagak anjir, suuzon mulu lo."
Aku memutar mata, tetapi tetap berjalan memutari meja untuk ke sisi Aleric duduk. Aku sedikit menggeser kruknya, menyandarkannya ke dinding dan duduk di sebelah Aleric.
"Nggak makan lo?"
Aku melirik. "Perhatian amat."
"Ya gue kan teman yang baik."
"Teman yang baik pala lo meledak,"
Aleric tergelak. "Sensi banget sih?! Abis pelajaran siapa?"
"Diem ah Aleric,"
Aleric (sok) berdecak. "Wanita memang sulit dimengerti," katanya, membuatku mendengus. "Btw,"
"Apa?"
"Lagi PDKT lo ya," decakannya berubah menjadi siulan usil. "Cieee."
"PDKT apa anjir?"
"Nggak usah sok nggak tau gitu, tau gue lo ngobrol sama Tian." Ia dengan sengaja menyenggol lenganku.
Aku mendengus. Memang, sudah dua minggu ini aku banyak bicara dengan Tian lewat chat. Orangnya lumayan menarik, humornya satu frekuensi denganku. "Kenapa emang? Cemburu lo?"
"Lebih ke perasaan ibu yang khawatir anak gadisnya mau pacaran sih,"
"Najis."
Aleric tertawa lagi. "Eh tapi seriusan, Tian baik, kok." katanya, serius tiba-tiba. "Mantannya cuma satu, itu pun putus karena emang udah nggak cocok aja. Anaknya asik, nggak macem-macem-"
"Biro jodoh lo?"
Aleric mendengus karena kupotong. "Serius, Amaraaaa."
Aku memutar mata. "Take it slow, Ric." kataku. "Lo dulu aja cari pacar, baru ngurusin gue."
"Yah, gue kan demennya sama lo?"
"Ngomong sama orang yang barusan jodohin gue sama Tian."
Aleric tertawa kecil. "Iya, iya." katanya. "Ya udah, pokoknya kalo lo galau-galau, gue siap jadi tempat cerita."
Aku menaikkan alis lagi, heran. Kesambet apa Aleric tiba-tiba soft begini?
"Lo mau minta beliin es teh atau gimana?"
"Hati lo tuh item, tau nggak?"
Aku tertawa mendengar tanggapannya. "Iya, Aleric iya. Makasih yaaaaa."
"Nggak ikhlas." dengusnya, pura-pura merajuk. Aku memutar mata menanggapi, malas bicara lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
all type of love
General FictionDelapan tahun lalu, di Jakarta. Amara, Satria, dan Aleric.