Jakarta, April 2019
Hari ini ujian praktik fisika untukku dan Satria, dan aku takut setengah mati.
Masalahnya, fisika itu susah dan macam ujian praktiknya ada sampai belasan, tolong?!
Oke, klarifikasi. Aku yakin ujian praktik hanya semacam formalitas (apapun yang terjadi, aku pasti lulus), tapi yang aku takutkan adalah aku tidak tahu harus melakukan apa. Coba, bayangkan, aku duduk selama dua jam, dihadapkan oleh alat-alat aneh di lab fisika dan format laporan kosong tanpa tahu harus melakukan apa.
Sial, horor.
"Aduh, toilet dulu dah gue." kataku pada Aya yang sedang melihat lagi catatan rumus fisika yang harus digunakan kalau berhadapan dengan praktikum pembiasan. Eneg, asli.
Untuk menuju toilet, aku melewati kelas Aleric, yang sepertinya sedang ujian praktik olahraga di bawah. Kosong kelasnya, dan sepertinya tadi aku melihat teman sekelas Aleric berpakaian olahraga.
Oh, tidak kosong ternyata. Di tengah kelas ada Aleric dan Satria. Satria duduk di salah satu kursi, sementara Aleric duduk di meja depannya. Aleric berpakaian olahraga, dengan celana olahraga yang ia gulung sampai lutut.
"...nih, pokoknya, apapun yang lo dapet, lo tulis rumusnya dulu di kertas coretan. Entar tuh keliatan, lo butuh apa aja." suara Aleric terdengar menjelaskan. "Paling ribet tuh pembiasan, sumpah. Lo tulis dulu rumusnya sama angka alpha-nya biar nggak lupa."
"Lupa gue cara make rumusnya," keluh Satria. Aleric mendengus, lalu turun dari meja dan mendudukkan dirinya di kursi di hadapan Satria. "Sini, pinjem." Tangannya tampak bergerak di atas kertas di meja. "Paham, nggak?"
"Aaaah, iya iya."
"Nah. Heran gue kenapa bisa lo yang rangking 1 padahal pinteran gue."
Satria tertawa. "Karena lo males. Kerjaannya main mulu,"
"Dih, sok tau." Aleric mencibir. "Udah, ada lagi nggak yang mau lo tanya? Mau olahraga nih,"
"Satu lagi,"
Aku tidak jadi masuk, menahan langkahku di depan pintu. Interaksi di antara mereka berdua cukup lucu, sebenarnya. Aleric terlihat jauh lebih tenang bersama Satria, dan Satria terlihat lebih ekspresif bersama Aleric.
I guess they bring out the different colour of each other.
"Mar? Ngapain di situ?"
Aku mengerjap. "Mau ke toilet, eh liat lo berdua."
"Sini, udah belajar belom lo?" Aleric memanggil. Aku mengangguk. "Udah, dikit." kataku, lalu melangkah masuk. "Gue udah berdoa dari semalem biar dapet yang pengukuran aja, sumpah. Pusing banget."
Aleric tertawa. "Kalor lumayan gampang lah, cuma masukin termometer doang terus lo liat. Terus lo itung pake Asas Black."
"Lo dapet apaan, Ric kemaren?" tanyaku, duduk di meja di samping Satria. Kelas Aleric adalah kelas pertama yang dapat jadwal ujian praktik fisika.
"Gelombang,"
"Gampang dong?" tanya Satria, membuat Aleric tersenyum gigi. "Ya jelas lah,"
"Enak banget!" protesku. Ujian praktik gelombang adalah prioritas kedua yang aku sebut dalam doa semalam setelah pengukuran, sumpah."Harusnya yang kayak lo dapetnya yang susah."
"Tergantung amal ibadah lah,"
"Halah, amal ibadah bapak lo."
Aleric tertawa. "Udah ah, mau olahraga gue." ia berdiri. "Good luck."
"Good luck juga." Satria membalas, dan keduanya saling tersenyum, membuatku pura-pura muntah.
"Jadi nyamuk mulu gue, males,"
"Iri bilang,"
"Bacot, Aleric."
KAMU SEDANG MEMBACA
all type of love
Ficción GeneralDelapan tahun lalu, di Jakarta. Amara, Satria, dan Aleric.