dua belas setengah; Aya

0 0 0
                                    

Jakarta, Maret 2019

"Belakangan ini, gue liat lo sama Satria mulu."

Aku mengernyit, lalu menoleh ke arah Aleric. Kami sedang duduk berdua di meja kantin, menunggu Satria dan Aya (Aya adalah wakil ketua OSIS, omong-omong) menghadap kepala sekolah. "Kenapa? Cemburu?"

"Iya lah,"

"Najis,"

Aleric mendengus. Aku memutar mataku bercanda. "Kaki lo gimana?"

"Udah bisa nendang."

"Informasi lo kayak ancaman."

Aleric tertawa. "Itu kalo lo lanjutin bisa jadi gombal,"

"Hah?"

"Iya, kaki lo gimana? Terus gue jawab, sehat. Terus lo tanya, bisa jalan? Terus gue bilang ya bisa. Terus-"

"Gombalan lo 2010 banget,"

"Anjing."

Aku tertawa, menggeleng. "Kepala lo kayaknya yang sekarang masalah." Ia mendengus membalas. Satria dan Aya datang tidak lama setelahnya, keduanya sudah membawa tas masing-masing. Aleric langsung berdiri. "Ayo." ajaknya pada Satria, yang dibalas hanya dengan anggukan. Aku memang menunggu Aya, ada janji kerja kelompok untuk ujian praktik dan aku berencana menumpang motornya.

"Mau kemana lo berdua?"

"Mau ke-"

"Mau tau aja," Aleric memotong, menarik lengan Satria. "Jangan kasih tau, Sat. Tadi gue abis dikatain."

"Dih, ngambekan!"

"Bodo." Aleric memasang wajah yang menyebalkan.

"Bangsat-"

"Amara berkata kasar!"

"Aleric!"

Aleric tertawa, lalu mendahului Satria keluar kantin. Satria hanya tertawa kecil, menggeleng. "Duluan ya Mar, Ya." katanya sebelum menyusul Aleric.

"Deket dah mereka berdua," Aya berkomentar selepas punggung Satria menghilang keluar kantin. "Dulu aja kayak ikan cupang."

"Kok ikan cupang anjir?"

"Iya, nggak pernah melihara ya lo? Ikan cupang kalo satu akuarium bawaannya berantem mulu,"

Aku tertawa. "Anjir, ikan cupang banget." kataku. "Kalo kata Satria, mau lulus masa masih berantem-berantem."

"Yah, asal kagak homoan aja dah."

Tawaku seketika berhenti. Aya tertawa sendiri menanggapi candaannya, tetapi perutku terasa bergejolak. Aku baru sadar langkahku tidak sengaja melambat, membuat Aya beberapa langkah di depan.

"Mar, ayo. Kok diem? Rumah siapa sih? Ayesha, kan? Yang di Poltangan?"

Aku berdehem mengiyakan.

all type of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang