Jakarta, April 2019
Hari terakhir Ujian Nasional.
Dulu, ujian nasional seperti semacam gerbang terakhir dari tahapan penyiksaan di tahun terakhir. Tetapi di SMA, terutama untuk kami yang mengincar perguruan tinggi negeri di tahun yang sama dengan kelulusan, rasanya hanya seperti batu kerikil yang tidak sengaja diinjak. Agak sakit, tetapi tidak berarti banyak.
Dan harus terus jalan.
Sebenarnya sejak pagi, ada sesuatu yang menggangguku. Aku berjalan bersama Satria menuju kelas pagi tadi (setiap pagi kami akan dikumpulkan di aula karena kelas-kelas disterilisasi), dan ada beberapa teman yang tampak mengawasi. Aku sempat menyenggol Satria, dan sepertinya ia tidak menyadarinya. Malah tampak bingung menatapku.
"Mar," Aya mendekatiku setelah pengawas keluar. Aku sedikit meregangkan tubuh setelah berhadapan dengan 40 soal biologi. Di sisi sebelah kanan kelas, beberapa teman tampak sedang menyamakan jawaban fisika, dengan dua orang yang ikut meramaikan padahal aku tahu mereka mengambil UN kimia. Heran, sudah lewat kok masih mau dibahas-bahas.
"Apa?"
"Lo nggak buka Twitter ya kemaren?"
Aku mengernyit. "Nggak, kenapa emang? Seventeen mau comeback?"
Aya memutar mata. "Buka sekarang deh mending, liat menfess SMA kita."
"Ah, hp gue dikumpul di depan. Mana pake hp lo aja," Aya mengangguk, lalu mengambil ponselnya dan membukakan yang ia maksud.
Di unggahan terbaru menfess, ada foto dua orang laki-laki berseragam SMA. Seragam SMA umum, selayaknya SMA negeri biasa. Tapi kalau masuk menfess ini, harusnya mereka adalah murid sekolah yang sama denganku.
Mereka berpelukan.
Unggahan itu berbentuk thread, dengan thread awal berisi foto tersebut dengan tulisan;
Guys, menurut kalian mereka ada sesuatu yang fishy nggak sih? Kakak kelas 12 nih, inisial S sama A! Mentang-mentang mau lulus kali yaaaa
Tanpa perlu berpikir panjang, aku tahu itu Satria dan Aleric. Aku mengenali sepatu Aleric, sepatu futsal yang baru dibelinya beberapa waktu lalu bersamaku dan Satria.
"Ini..."
"Ini Satria sama Aleric kan?" Aya langsung menembak. Aku tidak menjawab. "Rame kemaren, makanya dari tadi anak-anak ngeliatin Satria mulu. Lo sadar kan?"
"Terus, lo percaya?" aku bertanya.
"Nggak, tapi gue nggak pernah terlalu deket sama Satria sama Aleric. Dan belakangan ini, mereka emang tau-tau deket kan?" Aya mengklik thread tersebut. "Terus lo liat reply-reply-nya. Kebanyakan juga curiga, Mar."
Aku men-scroll sedikit kebawah. Ramai, reply-nya ada hampir 50. Tidak ada yang akun asli, kebanyakan akun dengan nama-nama aneh yang bisa jadi siapa saja.
Anjing gay ya HAHAHA
Jijik anjinggg
Bangsat 2019 malu kali ada kayak gini
Siapa sih ini woii? Spill dong sender
Kenal tuh gue kayaknya WKWK
Emang tiba-tiba deket nder, curiga juga gue
Perutku bergejolak. Tiba-tiba aku ingin muntah.
Pintu kelas tiba-tiba terbuka. "Satria, ayo ikut Ibu ke ruang BK." Itu Bu Yanti, berdiri dengan wajah datar. Kehadirannya membuat hening kelas, memfokuskan atensi pada beliau dan Satria. Satria tampak tidak mengerti, tetapi tetap berdiri. "Ada apa, ya Bu?"
"Ikut dulu, tasnya bawa sekalian. Yang lain pulang cepetan, sekolah harus steril jam 12."
Semua ketakutanku seperti muncul ke permukaan bersamaan dengan pintu yang ditutup, tetapi aku sebisa mungkin memasang wajah biasa saja. Aku memasukkan alat tulisku dan laptop ke dalam tas. "Laper gue, Ya. Kantin dulu yuk."
"Mar, lo serius nggak mau ngomong apa-apa soal ini?" Aya mengernyit saat aku mengangkat tasku.
"Bukan urusan gue," kataku. "Ayo, ikut nggak?"
"Ikut deh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
all type of love
General FictionDelapan tahun lalu, di Jakarta. Amara, Satria, dan Aleric.