21. Gangguan

256 70 20
                                    

Assalamualaikum?

Salam sejahtera untuk kita semua ☺️

Pa kabar guys?

Siap baca kudu siap kasih Vote ya!

Spam komen juga dong 🤭

Absen dulu ya! Kalian dari mana?

Jawab 👇

Penyakit kalian gara-gara baca story' wattpad?


Ya udah baca nih,

Happy Reading!
.
.

Votenya Bang's , Neng's Jan lupa!🙏

Lily termangu menatap lurus ke depan dengan tangan kanan yang menyangga dagunya, sementara itu sikunya dibiarkan menumpu pada tembok pembatas lantai 3 gedung sekolahnya. Jam sudah menunjukan pukul 18.05 WIB. Dari ufuk barat, mega terlihat begitu indah saat petang. Warna ungu, biru, orange dan hitam malam berpadu begitu apik membentuk gradasi warna yang hanya bisa dilihat dengan mata telanjang. Bak gumpalan kapas yang beterbangan, awan putih menghiasi langit biru menjelang petang ini. Dari kejauhan, tampak cahaya kuning dan merah kendaraan berjalan merayap mengikuti alurnya. Bangunan raksasa yang berdiri di tengah kota tak lagi menakutkan begitu lampu-lampu kecil bersinar dari setiap celahnya.

"Bagus banget ya?"

Suara di sebelahnya membuat Lily mengalihkan tatapannya kesamping sejenak sebelum kembali memandang sang dewa siang yang sudah kembali ke peraduannya. Cepat sekali.

"Iya bagus banget. Sayang, pas di foto nggak keliatan bagus."

"Buatan manusia sama buatan Tuhan beda jauh kali. Canggihan yang ori," kekehnya.

Lily ikut tertawa.

"Udah yuk pulang. Maghrib-maghrib disini serem ternyata." Mekar dengan suara pelan sedikit ngeri ketika melihat kanan kiri ruangan di lantai 3 yang sering di gunakan untuk ekstrakurikuler itu tampak sepi. Gadis keturunan Jawa itu menarik tangan Lily pergi namun terhenti kala orang yang di tariknya tak bergerak mengikuti.

"Udah di kunci, Kar?" tanya Lily memastikan.

"Udah."

Lily dan Disya baru saja akan pulang disaat waktu sudah beranjak petang, padahal teman-teman seklubnya yang lain sudah pulang terlebih dahulu sekitar jam 5 sore tadi. Setelah memasukan kunci yang diberikan Mekar ke dalam tasnya, Lily pun melangkah pergi dengan Mekar yang setia berjalan di sampingnya.

"Gue solat dulu ya Kar, lo kalo mau pulang duluan nggak papa. Lagian arah rumah kita nggak searah juga," ujar Lily. Karena Mekar beragama kristiani, gadis itu pun tak mengajaknya ikut ke masjid.

"Nggak searah?" Kening Mekar ikut berkerut. Karena setahunya gang rumah Lily itu selalu terlewat ketika ia pulang pergi sekolah, kecuali jika Lily sudah pindah rumah. "Lo udah pindah?"

Lily gelagapan. "A-iya gue mau pulang ke rumah Tente Nita dulu. Nginep disana."

Mekar mengangguk paham. "Oo ... kirain."

LIDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang