Makan malam ternyata ampuh mengembalikan keharmonisan keluarga kecil itu. Nisa yang sebelumnya enggan hanya sekadar mengucapkan satu-dua kata, kini kembali menjadi pembicara yang ceria. Layaknya seorang Ibu dan Anak, keduanya tampak terlihat hangat, menjadi pembicara dan pendengar baik bagi satu sama lain.
Terkadang Nisa bersyukur karena telah memilih hidup berdua bersama Ratih, terkadang juga merasa menyesal sampai ke ubun-ubun karena memutuskan untuk tidak tinggal bersama Papanya di negara berbeda benua sana.
Nisa duduk di tepi ranjang dengan jaket hitam di pangkuan. Gadis yang mengenakan kaus biru langit berlengan pendek; berpadu bawahan legging hitam sepanjang tumit itu merogoh saku jaket yang Ratih bilang ada secarik kertas di dalamnya.
Rasa penasaran mengalahkan sifatnya yang menghargai privasi orang, pun Nisa pikir surat yang dibungkus dengan amplop pink ini sudah tidak terpakai lagi sebab tiga minggu telah berlalu.
"Surat cinta, kah? Kalau iya, artinya Denis anaknya romantis dong," gumam Nisa.
Dengan tanpa ragu sedikitpun, secarik kertas memo merosot keluar, Nisa sigap menangkap untuk berlanjut dibuka. Kesan pertama yang ia tunjukkan adalah terkejut dan tidak percaya secara bersamaan. Kertas ini ternyata isinya sebuah tulisan dengan makna yang indah, meski faktanya Nisa belum mencoba membacanya.
"Enggak nyangka Denis bakal kayak Dilan. Gue kira tuh anak cuma bisanya bercanda doang, eh taunya punya skill gemesin juga. Emang, ya ... kalau kemampuan seseorang enggak bisa dilihat dari cara dia berbicara," ungkap Nisa sungguh-sungguh.
Tak menunggu lama-lama lagi, langsung saja kalimat yang berperan sebagai opening surat itu ia baca. Namun, wajah penuh pelangi, dalam sekejap jadi langit mendung. Kalimat pertama yang berisi 'Untuk peri yang akan terbang bebas'.
Meski tahu isinya akan tidak menyenangkan, Nisa tetap tak kehilangan penasaran untuk membaca kelanjutannya.
Tanpa aku tulis siapa yang mengirimkan surat ini, kamu pasti sudah menebaknya lewat tulisan dan warna amplop yang aku pilih.
Hi, periku. Iya, kamu peri yang datang membawa keceriaan.
Sebentar lagi kamu akan pergi. Iya, aku tahu, pergimu tidak untuk selamanya. Peri cantikku ini hanya pergi karena ingin mengepakkan sayap lebih tinggi dan jauh, sampai bisa sejajar dengan elang di atas sana.
Kamu tenang saja, walau raga kita jauh, hati kita akan selalu terikat. Tahu kenapa? Karena jarak hanya tentang kilometer saja, yang menyatukan, tetap perasaan.
Selagi langit masih menjadi atap dan bumi masih menjadi planet tempat kita tinggal, untuk berpisah rupanya tidak akan bisa. Aku sudah menempatkan kamu sebagai pemilik rumah.
Dari aku, untuk kamu. Peri kecilku, Feby.
Jujur saja, setelah membaca surat cinta yang ditulis langsung oleh Deri, ada secuil rasa tidak terima. Seperti ada sesuatu yang mengganjal, tetapi Nisa tidak tahu apa itu dan kenapa bisa terasa begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate [End]
Teen FictionIbaratkan kepingan cokelat yang jika dikonsumsi terus-menerus akan membawa penyakit. Seperti itulah jalan yang Denis dan Nisa putuskan untuk dilalui. Pertemuan yang semula hanya sebagai pengisi rasa bosan dan tidak lebih dari pelarian semata, harus...