Twelve

34 7 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Kawasan penuntut ilmu megah di depan mata. Motor terparkir di barisan paling belakang. Tidak masalah, karena dengan begitu ketika hendak pulang, tidak perlu antre dahulu saat menunggu giliran kendaraan keluar; begitu kata Denis.

Embun masih terasa sejuk, kota polusi belum terlalu kentara di pernapasan, dua remaja turun dari motor untuk bersisian di jalan konblok menuju pintu masuk.

Nisa tidak mengerti mengapa langkahnya menjadi berat kala pandangan jatuh ke telapak tangan yang kosong melompong. "Kita sebatas ini doang, ya, Den?" tanyanya tak ada angin tak ada hujan.

Denis memutar tubuh. Wajah yang ditunjukkan begitu sarat akan kebingungan, ia melangkah maju beberapa jengkal, lebih dekat dengan Nisa yang tertinggal. "Apanya?"

Wajah langsung luruh lesu, si empu memberi gelengan kepala. Gengsi terlalu besar untuk menjelaskan maksud dari perkataannya barusan. Alhasil, Nisa memutuskan untuk melangkah duluan, melanjutkan jalannya yang sempat tertahan.

Tidak mau tinggal diam, Denis mengekor menyamai langkah. Pemuda itu menoleh bersama garis wajah yang penuh akan makna.

Tubuh Denis sedikit rendah untuk bisa mengambil tangan Nisa yang sontak saja menoleh terkejut. "Kita enggak sebatas itu aja, kok," ucapnya seraya memperlihatkan tautan tangan yang ia ciptakan. "Gini, 'kan, maksud lo?"

"Den...." Nisa memandang nanar penuh haru dengan apa yang baru Denis lakukan.

"Iya, Nis. Lo enggak salah mengartikan perlakuan gue sejak awal, bahkan saat ini. Ini nyata dan lo harus terima, oke?" Lembut suara Denis terujar, Nisa termangu di tempat.

"Nis, gue tau, perkenalan kita begitu singkat. Tapi ...." Denis merunduk, meraih satu tangan Nisa satunya. "Bukannya sepasang kekasih dimulai dari dua orang asing yang alam raya pertemukan tanpa adanya persiapan apa-apa? Kenapa kita enggak?"

Nisa tahu ini salah, namun tidak menampik jika dirinya senang dengan pernyataan Denis barusan. "Iya, skenario tuhan emang luar biasa."

Senyum melengkung indah di wajah Denis berhasil tertular ke garis bibir Nisa. Dua remaja dimabuk asmara bersama si silau pagi memberi kehangatan. Dua remaja yang memutuskan untuk menyalakan api tanpa berpikir jauh jika bisa saja jago merah merambat menjadi kobaran yang dashyat.


🍫🍫🍫

Sudah genap dua puluh hari hubungan yang tidak semestinya terjalin itu berjalan. Empati, tatapan hangat, senyum tercipta indah, Nisa suka atas semua yang Denis beri untuknya.

Melenggak-lenggok di koridor yang cukup ramai. Ternyata kehadiran Denis berbuah hasil juga, Nisa jadi mengubah pola pikirnya untuk menyutujui jika masa SMA adalah masa terbaik ketika duduk di bangku sekolah.

Hubungannya memang tidak gembar-gembor, tapi ketika satu orang tahu, dalam kurun waktu tak kurang dari sehari, berita Nisa dan Denis resmi berpacaran terus menjadi topik hangat. Baginya memang tak mengapa. Toh, memang seperti itu. Asal jangan sampai peristiwa paling menyebalkan yang Zaki hadiahkan, Denis lakukan.

Chocolate [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang