Eighteen

33 7 0
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Beneran mau gabung, Nis?" tanya Rena ketiga kalinya yang kembali Nisa angguki mantap.

Rena menghela napas panjang, perempuan yang mengikat tinggi rambutnya itu berkacak pinggang. "Bukannya apa-apa nih, Nis. Cuma, kalau kejadian minggu kemaren keulang lagi gimana? Udah deh mending lo nepi duduk di pohon mangga noh atau cabut ke UKS deh dari pada nanti badan lo drop lagi dan yang panik satu sekolahan."

Panjang lebar Rena bertutur kata. Rupanya tidak membuat keputusan Nisa teralih, ia menolak usulan tersebut terus-menerus. Bahkan, gadis itu terkekeh-kekeh tanpa dosa.

"Enggak bakal selebai gitu kali badan gue. Kalau pun bikin panik, paling sekelas doang bukan satu sekolahan. Dasar Rena," ucapnya.

Lawan bicara memasang wajah sebal. "Gue khawatir malah tanggepinnya bercanda lo," seloroh Rena.

"Gue baik-baik aja, kok. Lagian itu mah kejadian minggu kemaren, gue udah baikan kali." Nisa masih kekeh meyakinkan jika dirinya sudah sehat.

Setelah perdebatan sepasang teman yang baru beberapa minggu dekat itu terjadi cukup sengit, akhirnya yang menjadi pemenang ialah Nisa. Bersorak senang seraya menjulurkan lidah meledek, gadis itu tampak bahagia.

Walau, kenyataannya bahwa Nisa tidaklah tengah riang. Hati dan pikirannya sedang dirundung kegundahan yang begitu runyam.

Dalam kondisi Nisa yang tengah berbadan dua, bukankah berolahraga di bawah teriknya matahari terlalu berisiko? Namun, ia enggan untuk absen hanya karena alasan jika bisa saja mata pelajaran paling banyak digemari setiap murid ini adalah jam terakhir Nisa ikuti. Setidaknya meski nanti sekolah tidak lagi dikunjungi, Nisa sudah punya cukup momen mengesankan untuk dikenang.

Servis atas dan bawah dalam cabang bola voli menjadi materi yang harus dilakukan untuk memperoleh nilai. Kini, Nisa mendapat giliran mengendalikan bola. Dengan sikap sempurna, Nisa siap melambungkan bola melewati net.

Namun, rupanya gadis itu salah perhitungan. Dengan kondisi tubuh yang lemah dan kandungan masih terlalu muda, otomatis tenaganya habis terkuras walau bola belum sukses dipukul.

Energi perlahan melarikan diri dari tubuh, tulang-belulang enggan menopang badan. Hingga pada akhirnya, pandangan remang-remang menjadi jingga, Nisa ambruk saat kesadaran hilang tanpa basa-basi duhulu.


🍫🍫🍫


Pacuan lari begitu lebar diambil sepasang kaki beralas sepatu hitam itu. Setelah mendapat kabar dari Jimi jika Nisa kembali dilarikan di UKS, Denis sontak melupakan tugas yang harus dikumpulkan hari itu juga di meja tanpa dosa begitu saja.

Tersengal-sengal deru napasnya saat ruangan kesehatan sudah tampak di depan mata. Mengambil sikap jongkok dengan kedua tangan bertumpu pada lutut, Denis usap peluh yang bermunculan di kening menggunakan punggung lengannya.

Chocolate [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang