Ibaratkan kepingan cokelat yang jika dikonsumsi terus-menerus akan membawa penyakit. Seperti itulah jalan yang Denis dan Nisa putuskan untuk dilalui.
Pertemuan yang semula hanya sebagai pengisi rasa bosan dan tidak lebih dari pelarian semata, harus...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Berhamburlah pelukan terjadi saat Nisa pulang yang disambut hangat oleh Ratih. Rasa bersalah berujung khawatir yang dicampur penyesalan, seorang Ibu tenggelam dalam kondisi tersebut. Sedangkan sang Anak tengah gundah dengan perasaan takut yang begitu bergemuruh atas tingkahnya yang terlalu membuat malu, terlebih jika telinga Mamanya atau bahkan orang lain mendengar. Mungkin, Nisa harus benar-benar menenggelamkan diri ke sumur tua.
"Kamu dari mana aja? Mama khawatir waktu pulang lihat rumah kosong enggak ada siapa pun," tanya Ratih, suaranya terdengar jelas jika ia begitu cemas.
"Mama tau kamu marah, tapi jangan kayak gini juga. Kabur-kaburan dari rumah tanpa kasih petunjuk apa pun," lanjut Mama sendu menahan isak tangis.
Mungkin jika semalam Nisa tidak melakukan hal melenceng, ia akan marah besar kali ini--semakin menyematkan Ratih sebagai robotnya perusahaan yang buta akan kewajiban. Namun, mau bagaimana lagi. Ingin kecewa pun, Nisa terlalu tak tahu diri. Gadis itu lebih kecewa atas apa yang telah ia lakukan dari pada kekesalannya yang tersemat pada Mama.
"Pasti kamu kecewa banget, 'kan? Maafin Mama...." pintanya sungguh-sungguh.
Nisa hanya bisa diam, sesekali menyeka air mata yang tak tahu diri meluruh begitu saja mengalir di pipi. Ratih selalu merapalkan kata maaf, menyesali perihal ketidak hadiran di acara penting semalam, alhasil sukses membuat Nisa berkali-kali lipat menyalahkan diri atas kecerobohan.
Ratih melerai pelukan, kedua tangan wanita itu mencekal bahu putrinya, menatap dengan sorot mata keibuan. "Kali ini Mama serius minta maaf, Nis. Mama bener-bener udah kelewatan." Air muka sarat akan penyesalan, Nisa merasakan hal itu.
"Boleh aku janji?" Permintaan Nisa keluar dari topik obrolan, hingga Ratih yang hendak menyuarakan rasa sesalnya diurungkan.
"Enggak ada alasan untuk Mama tolak, Nis. Kamu mau janji apa? Jangan yang aneh-aneh, apalagi janji untuk enggak mau tapakin kaki di rumah ini." Ratih semakin mengunci pergerakan Nisa.
Kepala menggeleng keras-keras. Derasnya air mata ingin sekali diterjunkan, tapi Nisa tidak mau Mamanya tahu hal yang sebenarnya.
"Aku janji enggak akan kecewain Mama untuk hal apa pun," ungkap Nisa bersungguh-sungguh.
Cekalan di bahu sang anak semakin mengerat, Ratih geleng-geleng kepala tak setuju dengan permintaan Nisa. "Kamu enggak akan kecewain Mama. Kamu putri Mama satu-satunya yang bakal buat bangga suatu hari nanti, Mama yakin itu."
Kalimat bak sihir bagi Nisa. Hatinya dibuat luluh lantak, meski mengamini dalam batinnya. Tubuh gadis delapan belas tahun itu berhamburan kembali ke dekapan sang Ibu. Tempat paling mujarab untuk menenangkan diri yang tengah dirundung kemalangan.
🍫🍫🍫
Rupanya Denis bukan hanya memberi warna baru dalam dunia Nisa, tetapi juga mengembalikan kesenangan yang sejak lama tidak didapat bisa kembali ia rasakan keharmonisannya.