Nineteen

34 7 2
                                    

Kabar tak sedap ternyata benar-benar Bu Fida cepat sampaikan ke wali Nisa dan Denis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kabar tak sedap ternyata benar-benar Bu Fida cepat sampaikan ke wali Nisa dan Denis. Bahkan satu sekolah sudah gembar-gembor mengerumuni UKS. Sedangkan Nisa harus ketar-ketir dalam khawatir, semua pemikiran buruk yang entah terjadi atau tidak di masa depan terus memenuhi kepala. Pun dengan Denis yang terus menggigiti ujung kuku tampak gelisah.

Saat pintu dibuka keras dari luar, Nisa dan Denis menoleh bersamaan. Debuman keras yang berlanjut suara siswa-siswi saling beradu opini tentang sesuatu yang mata kepala lihat.

Mata membola lebar ketika orang yang sejak tadi menjadi topik kegelisahan Nisa menampakkan diri dengan wajah penuh amarah. Ia melirik Denis yang duduk disebelahnya bertugas menenangkan si gadis ikut tercengang melihat perawakan Ratih.

"Mama," gumam Nisa takut.

Ratih melenggang lebar-lebar mendekat ke brankar. Emosi berhasil memenuhi tubuh saat Bu Fida memberi tahu alasan dirinya diminta cepat-cepat datang ke sekolah, beruntung pekerjaan hari itu tak begitu banyak.

"Dasar anak enggak tau diri!" pekiknya marah, terdengar begitu tajam nan sarat akan kekesalan.

Denis terkesiap untuk berdiri menghalangi tubuh Nisa, seolah tahu jika Ratih akan bertindak kasar kepada anaknya. Namun, Ratih seolah dibutakan oleh amarah yang sudah sampai ke ubun-ubun, seorang Ibu dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Denis yang menghalangi sampai terjerembab menghantam meja di sudut ruangan.

"Mama apa-apaan sih?!" Nisa sontak menjerit melihat sang pujaan hati meringis memegangi punggungnya.

Plak.

"Kamu yang apa-apaan, dasar anak enggak tahu diuntung! Kecil-kecil udah jadi jalang!" Ratih tersungut-sungut mengatakan kalimat tersebut. Mungkin jika berada di layar kaca, akan ada asap putih menyemprot dari kedua telinganya.

Nisa memegangi pipi yang terasa panas akibat tamparan telak dari sang Mama. Ia menatap sendu dengan mata yang sudah berlinang. Ingin sekali ia marah, namun sadar betul jika marahnya Ratih lebih besar.

Plak.

Belum reda nyeri yang meradang di rahang, tamparan keras itu kembali dilayangkan di pipi satunya. "Bisa enggak sih bikin Mama bangga udah kasih kamu hidup enak? Jangan bikin Mama marah bisa enggak?! Sekali aja kamu jadi anak yang nurut! Jadi anak yang enggak bikin ulah!"

Entah akan menjadi apa tenggorokan Ratih, berteriak keras tidak takut jika berakhir serak. Yang pasti seorang wanita paling tersakiti hatinya itu tidak lagi berdiri tegak. Dengan bantuan sandaran brankar, tangan Ratih mencengkram kuat agar tak ambruk.

Tangis seketika pecah memenuhi ruangan, tubuh Nisa kaku tak kuasa bergerak saat bahunya diguncang keras oleh Ratih yang belum puas melampiaskan amarah.

Denis tidak bisa berbuat apa-apa. Yang paling salah dan penyebab bencana tak terduga ini adalah dirinya. Ia pun merasa marah, merasa kecewa dan hanya bisa mematung di sudut ruangan.

Chocolate [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang