Chapter 20

208 57 111
                                    

Dia memang masa lalu ku, dan aku tidak bisa mengubah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia memang masa lalu ku, dan aku tidak bisa mengubah itu.
Namun sekarang kamu adalah masa depan ku, dan aku tidak ingin Tuhan mengubahnya.
(Devan)

Bola mata Devan masih mengamati beberapa bingkai foto yang terletak di atas meja hias di sudut ruangan, sesekali seringai kecil lelaki itu mengembang ketika melihat gambar dalam foto-foto tersebut, foto seorang gadis cilik sedang menari bersama seorang lelaki tegap di bawah rinai hujan sore hari, tersirat senyuman lebar dan bahagia yang terukir jelas pada kedua sudut bibir sang gadis cilik. Senyuman kecil Devan kembali mengembang saat bola matanya beralih pada bingkai foto yang lain, kali ini foto seorang gadis berseragam SMA dengan beberapa orang sahabat nya, coretan cat warna warni menghiasi seragam putih abu-abu nya, senyuman khas gadis itu juga mengembang sempurna dan yang paling menonjol diantara beberapa anak yang lain, kedua sudut mata dan bibir nya sama-sama membentuk lengkungan. Devan meraih satu bingkai foto lelaki setengah baya dipeluk oleh gadis bermata tegas dan masih dalam rinai hujan, mungkin foto itu diambil beberapa tahun yang lalu.

"Itu foto Alena saat bersama almarhum ayahnya, mereka dulu sangat suka sekali dengan hujan" ucap seorang wanita yang muncul dari balik tirai  bersama baki dan secangkir kecil kopi hitam.

"Kopi nya nak, Alena bilang nak Devan suka sekali dengan kopi ya?" tanya wanita itu, Devan mengangguk kecil lalu kembali duduk di kursi sudut sederhana berwarna soft brown.

"Iya makasih tante, maaf merepotkan"

"Gak merepotkan sama sekali, tante malah minta maaf hanya bisa menyuguhkan air saja"

"Ini sudah lebih dari cukup kok tant"

Mama Alena tersenyum sejenak, Devan meraih cangkir kopi yang tadi disuguhkan, perlahan Devan menyesap kopi hitam tersebut.

"Ternyata Lena belajar membuat kopi dari tante ya?"

"Dulu ayah Lena juga penikmat kopi, sepulang kerja harus wajib ada secangkir kopi hitam" Devan sejenak menarik alisnya sedikit mendengar penjelasan wanita anggun di hadapannya.

"Sama seperti kamu ya nak?" tanya wanita tersebut seakan bisa membaca pikiran Devan.

"Dulu jika Lena yang membuat kopi untuk ayahnya, gadis itu bukannya bikin kopi hitam malah bikin kopi susu atau kalo tidak  dia bikin latte untuk ayahnya, kata Lena kopi hitam itu hanya untuk orang yang kaku dan tidak bahagia" lanjut wanita itu lagi kali ini dia menggelengkan kepalanya pelan sembari tersenyum kecil mengingat kejadian beberapa tahun silam.

Hah... dia juga melakukan hal yang sama ke gue, batin Devan geli.

"Ya sudah tante tinggal dulu ya, mungkin sebentar lagi Alena juga selesai kok"

"Oh iya tant, sekali lagi terimakasih kopi nya"

"Iya sama-sama"
Wanita anggun itu menggangguk pelan sembari tersenyum kecil ke arah Devan sebelum dirinya kembali memasuki ruangan dibalik tirai besar berwarna merah maroon.

Hujan dan Alena [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang