Chapter 33

115 26 37
                                    

Flash back Paris

Malam itu cuaca sangat cerah, di sebuah balkon apartemen yang mempunyai pemandangan langsung menghadap Menara Eifel  Amira duduk menikmati pemandangan indah itu, Eifel yang menjulang tinggi dengan ribuan lampu kerlap kerlip memenuhi tiap sudut nya. Ditambah bintang yang malam itu memenuhi angkasa kota Paris, tak ada satu usap pun mendung bergelayut di sana.
Amira masih duduk menghadap ke arah Eifel sekilas senyuman Amira mengembang sempurna begitu  melihat Devan berjalan ke arah nya.

"Kamu kenapa duduk diluar?" Tanya Devan lembut, dia sedikit mencondongkan tubuhnya guna melingkarkan syal rajut ke leher Amira.

Gadis itu tersenyum saat menerima perhatian Devan. "Thanks", lirih Amira, Devan mengangguk pelan lalu ikut duduk di kursi kecil samping Amira.

"Semua ini mengingatkan aku dengan masa lalu kita Dev."
Amira kembali melirik ke arah Devan namun sedetik kemudian gadis itu kembali fokus ke arah menara yang menjulang tinggi dengan keangkuhan nya.

Devan tersenyum sekilas tanpa banyak bicara, laki-laki itu pun ikut memandangi menara tinggi tersebut.
Kini mereka saling diam sesaat, entah apa yang ada dalam pikiran keduanya saat ini.
Amira menarik nafas sebentar lalu perlahan meraih punggung tangan Devan.

"Maafin aku ya Dev."

Devan memandang gadis bersurai panjang disampingnya dengan ekspresi sedikit bertanya.
"Maaf buat apa Mir?"

"Maaf jika kamu harus menemani aku disini dan meninggalkan Alena." Imbuh Amira pelan, kini tangan Devan menggenggam erat punggung tangan gadis itu.

"Aku sudah berjanji ke kamu Mir, jadi jangan meminta maaf akan hal itu." Ada sebuah getaran pahit dalam nada bicara Devan, mungkin lebih tepatnya ada rasa rindu saat Amira menyebutkan sebuah nama yang selama ini selalu memenuhi isi kepalanya.
Alena...

"Kamu rindu kan sama dia?"
Suara Amira sedikit bergetar kali ini, Devan hanya tersenyum kecil menanggapi. Meskipun laki-laki disampingnya saat ini tidak menjawab pertanyaan nya tadi, Amira sadar jika selama dua tahun ini Devan selalu mencintai dan merindukan sosok Alena.

"Sekarang kamu fokus aja sama kesehatan kamu Mir, kamu sudah makan? Aku suapin?" Tanya Devan lembut. Amira mencoba menahan Devan saat laki-laki itu berusaha bangkit dari duduknya, Amira meraih lengan kekar Devan.

"Dev... aku sudah ikhlas." Ucap Amira pelan, kali ini Devan menoleh kearah gadis itu lalu menyandarkan punggungnya di tepian balkon apartemen.
Devan kini berdiri didepan Amira dan menyilangkan kedua kakinya, kedua tangannya pun dia masukan ke dalam saku celana jeans pendek berwarna navy.

"Aku minta maaf jika selama dua tahun ini sudah egois ke kamu dan Alena." Lanjut Amira lagi, kali ini gadis itu berdiri mendekati Devan.

"Kamu gak usah mikir yang enggak-engak, aku menemani kamu bukan karena terpaksa. Kamu juga bagian dari hidup aku Mir."

"Lebih tepatnya bagian dari masa lalu kamu Dev. Selama ini aku gak buta, aku tau kamu masih sangat mencintai dia dan semua perhatian kamu ke aku tak lebih hanya sekedar perhatian seorang sahabat." Lirih Amira, gadis itu berusaha tegar. Dia tidak ingin Devan melihat air matanya terjun bebas di pipi putih itu.

"Tapi sekarang sudah terlambat Mir, dia bahkan tidak ingin bertemu aku lagi. Mungkin kisah kami benar-benar sudah berakhir sekarang."

"Mungkin kamu harus membuat kisah baru bersama dia. Aku ingin kamu bahagia kali ini Dev." Sahut Amira,
Amira meraih punggung Devan dan mengusapnya pelan.

Devan tersenyum sekilas, dia meraih syal rajut Amira dan menyilangkan tepi syal tersebut ke leher putih Amira.

"Makasih Mir, kamu akan selalu jadi sahabat terbaik ku, aku juga ingin kamu bahagia."
Devan meraih pundak kecil Amira dan membawanya ke dalam pelukan hangat bahu bidangnya.

Hujan dan Alena [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang