Mentally Sick

61 6 3
                                        

Ji Eun melangkahkan kakinya menuju kamar oppanya. Ketika cewek itu baru akan menyuapkan nasi ke dalam mulut, eommanya memintanya untuk memanggil oppanya agar ikut makan sekalian. Padahal pergi ke kamar oppanya adalah sebuah hal yang paling dihindarinya. Apalagi jika oppanya sudah memegang handphone. Adiknya itu pasti akan menjadi manusia paling terkacangi.

Tapi pemandangan malam ini berbeda. Ji Eun mendapati oppanya duduk di depan meja belajar. Cewek itu sampai keluar kamar lagi dan memastikan kalau ini rumahnya. Setelah yakin ia tidak salah tempat, Ji Eun perlahan mendekati oppanya "Oppa, sehat?" Jisung menoleh ke sumber suara. Di sampingnya sudah berdiri adik perempuannya dengan tatapan heran. Atau takut? Tapi Jisung hanya menganggukkan kepalanya. Kalau tidak salah, adiknya tadi bertanya apakah dia sehat atau tidak. Secara fisik, Jisung sehat.

"Disuruh eomma makan dulu"

Jisung menganggukkan kepalanya lagi. Ji Eun yang sudah biasa menjadi korban kecuekan oppanya hanya menghembuskan nafas pasrah. Ia lalu membawa kakinya kembali ke meja makan. Dimana eommanya menunggu dengan sabar. "Sejak kapan Jisung oppa belajar?" eommanya mengedikkan bahu sambil tersenyum. Cukup bersyukur karena anak laki-laki satu-satunya sudah tobat. Sampai rasanya tidak perlu bertanya apa yang membuat anaknya seperti itu. Jisung memang panjang umur. Baru saja eomma dan adiknya membicarakan cowok itu, ia muncul begitu saja dan sudah duduk manis di tempatnya.

Wajah cowok itu tampak kesal. Setelah Jisung memimpin doa, baru eommanya buka suara. "Waeyo?" Jisung menoleh pada eommanya. Orang yang berbagi darah dengannya itu tau jika Jisung sedang tidak seperti biasanya. "Dari tadi Jisung ngerjain satu soal nggak bisa-bisa"

"Uhuk" Ji Eun tidak berharap akan tersedak di saat seperti ini. Biasanya oppanya kesal jika kalah main game. Dan baru saja oppanya itu bilang kalau yang membuatnya kesal adalah sebuah soal? "Oppa sehat nggak sih?"

"Wae? Harusnya kamu juga belajar, jangan mikirin itu seventeen seventeen. Kamu juga udah kelas tiga" Mulut Ji Eun menganga lebar. Jisung baru saja menyuruhnya belajar. Oppa satu-satunya yang selama ini selalu membiarkannya menjadi fangirl tiba-tiba memintanya untuk berhenti? Ji Eun rasanya seperti kehilangan pegangan.

"Aku nggak belajar pun pasti juga bisa lolos ke sekolah oppa" Jisung menoyor kepala adiknya. Tidak peduli jika adiknya kesakitan. Ucapan adiknya sudah lebih dari menyakitkan bagi Jisung. "Kenapa oppa nggak tanya sama temen oppa aja?" Jisung menjentikkan jarinya. Bertanya pada teman tidak pernah terpikirkan olehnya. Karena pasti semua akan merespon seperti adiknya. 'Kamu sehat?' Dan Jisung sudah bosan ditanyai seperti itu. Tapi penerima telfonnya kali ini bukan teman sekelasnya. Orang itu juga tidak akan memberikan Jisung pertanyaan yang sama.

"HCN!" eomma Jisung dan Ji Eun langsung menoleh ke arahnya karena Jisung sengaja meloudspeaker panggilannya. Mereka berdua merasa asing mendengar ucapan pembukaan pada telfon yang diucapkan orang di seberang sana. Biasanya orang-orang akan berkata Halo atau yeoboseyo dan orang yang menerima telfon Jisung ini malah menyebut nama senyawa kimia?

"Halo bukan HCN"

"Aku lagi ngerjain kimia"

"Aku nggak nanya kamu lagi ngapain"

"YA! Lama-lama ku beliin kamu HCN biar kamu nggak ngganggu kemesraanku sama kimia lagi. Ada salam perpisahan mungkin?"

"Sama kamu? Kayaknya nggak. Aku pamitan sama ortuku dulu aja kali ya. Apa mau kamu yang pamitin?"

Hening.

"Kamu lagi sama ortumu?!"

"Nggak sih. Appa lagi diluar kota. Cuman adik sama eomma."

"Omo! Eommoni, jeoseonghamnida. Saya nggak bermaksud ngasih Jisung HCN kok. Tapi kalau Jisung keterlaluan ya nggak tau sih. Ehe"

"Aduh aku beneran butuh beli filter deh kayaknya"

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang