마지막 선물

83 7 0
                                    

Won Young masih menjadi pengikut setia Yujin begitu tiba di ruang tunggu ruang operasi Rumah Sakit Cheongju. Yujin masih sempat ikut mendengarkan penjelasan dokter setelah Jisung menjalani CT dan MRI test begitu tiba di IGD. Pelatih Jisung pun juga ada disana.

"Brain hemorrhage. Perdarahan otak ini bisa terjadi karena tekanan darah tinggi, pembuluh darah yang bocor atau cedera. Setelah saya melihat rekam medisnya, Jisung~ssi memang sudah mengalami perdarahan akibar pukulan tongkat Kamis malam. Kemarin Jisung~ssi sudah menjalani tes namun menolak untuk dirawat. Perdarahannya kali ini sangat parah. Kami akan melakukan operasi untuk menghentikan perdarahannya. Untuk lebih lanjutnya, Dokter Jang Hong Do akan menjeleskan kepada kalian. Permisi" penjelasan dari dokter utama yang menangani operasi Jisung masih terngiang di kepala Yujin. Di salah satu kursi tunggu itu, tatapannya nyalang ke depan. Kosong. Sesekali Won Young membantu Yujin untuk minum air mineral yang ia belikan untuk Yujin dan keluarga Jisung. Dalam situasi kalut seperti ini, memang harus tetap ada setidaknya 1 orang yang tak terguncang batinnya. Dan kehadiran Won Young kali ini akan sangat membantu bagi pihak yang tidak stabil.

Detik berlalu dengan merangkak. Rasanya Yujin sudah menunggu setengah abad namun pintu ruang operasi itu belum terbuka. Sudah berlalu 5 jam sejak Jisung masuk ke ruang operasi. Yujin melirik ke arah handphonenya. Berbagai jenis panggilan dan pesan masuk ia abaikan. Pukul 23.30. Ia kemudian menoleh ke arah Won Young yang masih menggenggam erat tangannya.

"Pulanglah, kamu harus kembali ke Seoul. Katanya besok ada ujian. Pulanglah Won Young~a. Aku tidak apa-apa, jeongmal"

Won Young langsung menggelengkan kepalanya. "Gwenchana, aku masih bisa berangkat besok pagi dengan sopirku"

"Aniya, aku tidak mau merepotkanmu. Kamu juga harus belajar untuk ujian kan? Nanenun gwenchana, jeongmal" setelah melewati berkali-kali proses membujuk Won Young, cewek itu akhirnya menyerah. Pukul 23.45 akhirnya Won Young pulang ke rumahnya. 5 menit berlalu untuk pintu ruang operasi itu akhirnya terbuka. Membuat semua orang yang menunggu momen itu langsung berdiri dan mendekat ke arah pintu ruang operasi. Rombongan Yujin disambut dengan bungkukan badan 90° oleh rombongan dokter yang terdiri dari 3 orang. Detik itu juga Yujin lemas. Disusul pecah tangis dari eomma Jisung. Suara-suara dari para dokter yang menjelaskan jalannya proses operasi hanya ditangkap apik oleh pelatih Jisung. Appa Jisung sama kalutnya demi menenangkan istri dan anak perempuannya.

Pelatih Jisung yang notabene adalah ayah Han Yu Jin menghadapi kejadian serupa 2 kali dalam hidupnya. Tak heran ia menjadi sosok paling tegar diantara mereka. Di sela-sela rumitnya pandangan Yujin yang saat itu buram tertutup air mata, handphonenya sedari tadi tak henti-hentinya berdering. Ia tau ia membutuhkan seseorang untuk berbagi kesedihan ini. Seseorang untuk menenangkannya. Maka dari itu ia menjawab panggilan itu. Suara marah bercampur panik dari Yuta langsung terdengar begitu Yujin menempelkan handphone ke telinganya.

"YA! Ahn Yujin! Eodiya?"

"Oppa...opppa" ada jeda tangis diantara kata-kata yang Yujin ucapkan untuk menjawab teriakan Yuta yang kali ini sama sekali tidak ia segani. Di depan Yuta, Yujin mampu menjadi orang paling rapuh se jagat raya.

Mendengar suara Yujin yang parau, Yuta bertambah panic. Tak dipedulikan orang-orang di sekitarnya yang menatapnya takut-takut "Eodiya?!"

"Oppa...Jisung~i....jugeossda" tangis Yujin sudah tidak bisa dibendung lagi. Cewek itu sesenggukan nyaris sama dengan eomma Jisung dan Ji Eun. Yuta memberi toleransi untuk Yujin menangis sekitar 5 menit untuk kemudian ia bertanya kembali dimana keberadaan Yujin saat ini.

"Cheongju byeongwon" Yuta langsung mematikan sambungan. Dari ruangan departemennya, kakak Yujin itu berlari sekuat tenaga menuju ruang tunggu ruang operasi. Menyisakan tanda tanya besar bagi rekan-rekannya yang saat itu sedang berkumpul di ruang departemen. Didapatinya Yujin yang sesenggukan parah di salah satu kursi tunggu. Yuta memperlambat langkahnya. Membungkuk 90° kepada keluarga Jisung untuk kemudian menghampiri Yujin. Yuta lantas duduk di kursi di samping Yujin. Belum pernah dilihatnya adiknya begitu sehancur ini.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang