22 | judul?

4.1K 284 29
                                    

Koreksi kalau ada typo:)

"Om Raka?" Seorang bocah  berusia 5 tahun tengah mengelus kucing kesayangan sambil menatap seorang pemuda yang sedang asik bermain ponsel disampingnya. Bocah  itu cemberut ketika melihat orang yang ia panggil hanya berdehem singkat sebagai jawaban.

"Om Raka main hape mulu ih, Ana mau ngajak ngobrol ini," ucap Agana Putri Alfiandi, putri tunggal Naya dan Agan yang tengah di titipkan pada Raka. Sunguh kesialan bagi Raka, namun bahagia tak terkira bagi Ana. Ia sangat menyukai om nya satu itu. Ia bahkan sengaja tidak ingin ikut dengan kedua orang tuanya hanya demi bertemu dengan Raka.

Raka meletakkan handphone nya, "mau ngomong apa?" Raka sudah mempersiapkan diri. Karena ia yakin, setelah ini kesabaran pasti akan diuji oleh bocil didepannya.

"Om Raka punya pacar?" Satu tembakan sudah di lepas, langsung menancap tepat di dada Raka. Jomblo menahun seperti dirinya tidak sanggup mendapatkan serangan seperti itu secara tiba-tiba. Ini sakit tapi tidak berdarah namanya. Ngomong-ngomong, itu bocah tengil tau tentang pacaran darimana woy?!

"Kamu tau dari mana pacaran-pacaran hah?"

"Jaman sekarang siapa sih yang gak tau pacaran om, om sebenarnya punya pacar gak sih?" Ana berekspresi seakan yang dikatakannya adalah hal yang lumrah untuk anak berusia 5 tahun seperti nya. Raka terpaku, ini keponakannya ngapa jadi dewasa sebelum waktunya?!

"Gak ada," ucap pemuda itu akhirnya.

"Kasian banget sih om." Ana mengelus pelan kucing kesayangannya. Tidak tau, bahwa omnya mulai terbakar emosi di sampingnya. Merasa terluka harga dirinya.

"Emangnya kamu punya?"

"Ya gak lah om, Ana kan masih kecil. Kalo om kan udah tua. Beda lagi ceritanya," ucap Ana.

Raka membelalakkan matanya, tua katanya?! Raka dibilang tua pemirsah. Please deh Raka masih 23 tahun, masih muda dan masih juga jadi beban keluarga. Rasanya tidak pantas untuk nya mencari pacar atau semacamnya, ia tidak punya sumber dana kecuali dari orang tua. Sebagai anak yang berbakti, Raka ingin membahagiakan kedua orangtuanya dahulu baru-bacot! Ngaku aja kalau emang gak laku!

pemuda itu akhirnya memilih menghembuskan napasnya perlahan. Sabar. "Terserah kamu lah."

"Om semalam kan Ana liat ayah nindihin bunda, Ana kesel jadi Ana gigit ayah! Ayah jahat, ayah pikir badannya gak berat, badan bunda kecil kaya sedotan ale-ale gitu mana kuat ditindihin."

Raka pura-pura tidak mendengar, memilih menatap langit-langit rumah sambil mengasihani nasib Agan yang sepertinya gagal melakukan hal yang iya iya.

"Ngomong-ngomong, om Raka wafatnya kapan?"

Raka terdiam, ditatapnya bocah yang masih menampilkan wajah polosnya itu tidak percaya. sebenarnya definisi wafat dalam kepala bocah itu apa woy?! Apa bocah seperti ini halal untuk di jadikan tumbal? Demi tuhan, sebenarnya didikan seperti apa yang Agan dan Naya berikan pada gadis cilik mereka, mengapa bocah itu jadi rada-rada-ah sudahlah! Mengingat kelakuan Naya, penyebab keajaiban keponakan nya itu murni faktor genetik agaknya.

"Ya om gak tau lah!" Ucap Raka setengah ngegas.

"Kok nggak tahu sih, Ana aja tau tanggal wafat ayah sama bunda."

"Kapan emang?"

"Bunda 1 April 1995 kalau ayah 9 Oktober 1995."

"Itu tanggal lahir namanya Ana," ucap Raka berusaha meminimalisir emosinya. Ini anak Agan sama Naya ngeselinnya bukan kaleng-kaleng ya?!

"Ohh, tanggal lahir. Oh iya golongan darah om Raka apa?"

Raka mengusap wajahnya kasar, mulai lelah meladeni pertanyaan-pertanyaan menyebalkan Ana. Sampai kapan bocah di sampingnya ini terus mewawancarainya? Jika saja percakapan mereka normal, tidak masalah! Sialnya! hanya bocah itu yang menikmati percakapan tidak berarah diantara mereka, tidak sama sekali dengan dirinya.

Kecantol Cinta PAKPOL!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang