3

1.2K 234 90
                                    


Terkadang rencana yang sudah dibuat dan dipersiapkan jauh-jauh hari dengan semua euphoria bahagia, bisa luluh lantah dalam hitungan menit. Pernikahan dirancang apik bersama restu dari keluarga, jadi berantakan hanya dengan satu kalimat. Menyisakan kecewa dan pertanyaan bertubi-tubi dari kerabat dekat dan orangtua.

Itulah yang kini tengah dihadapi Taehyung, duduk dalam kebekuan di ruang tunggu di antara kegaduhan yang masih terjadi di area gedung pernikahan.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Taehyung?" Minjung bertanya hati-hati, menatap putranya dalam pandangan hangat tanpa intimidasi. Dia tahu betul siapa putranya, Taehyung tidak mungkin melalaikan tanggung jawab jika memang tuduhan itu benar.

"Ini semua hanya salah paham, Ibu percaya padaku, 'kan?"

"Tentu saja, tapi—siapa gadis itu?"

"Lena, mantan pacarku."

"Oh—" Minjung mengambil jeda, Taehyung tidak pernah mengenalkan gadis itu kepadanya. Selama ini dia hanya sekedar tahu putranya menjalin hubungan dengan seorang gadis, lalu mengakhiri semenjak kematian suaminya.

"Kau melakukan kesalahan padanya?"

"Seingatku tidak, tapi mungkin aku sudah mengecewakannya tanpa aku menyadarinya." Taehyung menghela napas kasar, kekesalannya mulai menggunung, ditambah lagi sikap Sera yang tidak mau mendengarkannya.

"Kau harus tenang," Minjung mengusap bahu Taehyung yang menegang, "bicarakan pelan-pelan pada Sera, dia pasti percaya padamu."

Taehyung agak ragu, tadi saja dia bersikap seolah-olah menjadi pria jahat yang memaksa seorang gadis menikah dengannya. Dia hanya mengikuti insting, jika tidak ada tindakan pemaksaan, maka pernikahannya dengan Sera tidak akan pernah terjadi. Dia membutuhkan ikatan kuat secara hukum untuk mempertahan Sera, atau dia akan kehilangan gadis itu.

Taehyung bersyukur Jimin turun tangan membantunya mengamankan Lena, menarik keluar gadis itu menjauh dari tempat misa pernikahan saat upacara dilanjutkan. Dia tidak menyangka Lena akan bertindak sebodoh hari ini, kemana Lena yang dulu yang dia kenal?

--

Di luar gedung, Jimin masih mencekal lengan Lena, kesal dan tidak paham dengan apa yang dilakukan temannya itu. Dia menghempaskan pegangannya, saat mereka sudah berdiri di area jalan aspal panjang bersama pandangan menilai dari sebagian tamu yang penasaran.

"Apa yang kau pikirkan, Lena?!" hardik Jimin.

"Hanya melakukan apa yang harus kulakukan."

"Mempermalukan dirimu sendiri, begitu?" sudut mata Jimin tertarik ke atas, memicing tajam. "Kalau kau punya masalah dengan Taehyung, seharusnya kau bisa memilih cara yang lebih elegant dari ini."

Jimin mengenal Lena sepanjang Taehyung mengenal gadis itu, dia tahu Lena gadis pintar, aneh rasanya melihat Ahn Lena berada dalam posisi menyedihkan seperti hari ini.

"Ada apa denganmu? Aku benar-benar tidak paham!" Jimin mengangkat kedua tangan, matanya berputar ke langit-langit. "Pulanglah sebelum Taehyung turun tangan—"

"Jim, kau percaya padaku?" sela Lena, menatap pintu gedung yang terbuka. "Sera—gadis itu tidak seperti yang kita duga selama ini, dia yang mengatur semuanya."

Alis tebal Jimin terlihat seolah-olah menyatu saat dia mengernyit, menggelengkan kepala, lelah dengan sikap Lena yang keras kepala.

"Lena, pulanglah, lebih baik kau tidak bertemu Taehyung yang sedang marah."

Meski seumur hidup Jimin hanya melihat Taehyung marah dua kali—saat mereka masih remaja dan di pernikahan kakaknya Lena—tapi dia yakin kalau Lena masih bersikukuh untuk tetap tinggal akan terjadi hal buruk yang tidak diinginkan. Biar bagaimana pun Lena itu temannya, Jimin tidak tega kalau terjadi hal yang buruk pada gadis itu.

Love Is Not OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang