TST || 21. MUAL-MUAL?

262 45 0
                                    

Cia mendekati kakaknya yang sedang bermain handphone di ruang keluarganya. Mereka memang tinggal berdua di rumah sebesar itu, kedua orang tuanya sedang bekerja di luar negeri. Sedangkan anak-anaknya dititipkan kepada pembantunya --- Bi Kinan dan juga satpamnya yang bernama Mang Rosyid.

Erlangga sedang bermain game online bersama teman-temannya tanpa diketahui oleh Cia. Dan sekarang Cia tahu, mengapa Erlangga selalu menghindarinya kalau sedang bermain handphone. Karena ia tahu, pasti Cia akan bertanya-tanya ini-itu tentang game yang Erlangga mainkan.

"Kak!"

"Ehh monyet-monyet!" Erlangga spontan menutup handphonenya, menatap Cia dengan tatapan kaget. "Kenapa ngagetin kakak?"

Cia menggaruk-garuk kepalanya bingung. "Nggak tau? Cia pengen aja panggil kakak dengan suara keras. Abisnya dari tadi Cia panggilin dari kamar, kakak nggak nyahut-nyahut."

Erlangga menganggukkan kepalanya, seakan-akan mengerti apa maksud Cia saat ini. Namun nyatanya tidak, Erlangga sama sekali tidak peduli dengan penjelasan Cia yang menurutnya omong kosong.

Cia menyalakan televisi yang berada di hadapannya. Sedangkan Erlangga bermain handphone kembali, Cia mengerucutkan bibirnya kesal karena sudah besar seperti ini, ia tidak di berikan handphone oleh kedua orang tuanya, dengan alasan 'Cia suka memasukkan handphonenya ke kulkas'.

"Wah kak, mau mie Korea dong, kayak gitu." Tunjuk Cia kepada televisi yang mengabarkan sebuah mie goreng Korea. Mungkin itu hanya iklan saja. Erlangga memutar bola matanya malas dengan jawaban. "Nggak, kamu nggak boleh makan yang pedes-pedes."

Cia menatap Erlangga dengan tangan yang dikapalkan. "Ihh kenapa? Cia mau mie itu titik. Kakak harus beliin Cia mie kayak gitu ke korea."

Erlangga menatap Cia bengong. "Hah? Ke Korea? Mau ngapain?" tanya Erlangga kebingungan.

Cia menepuk jidatnya sambil menjawab. "Ya beli mie lah, masa iya beli kambing di Korea. Dan katanya mie pedes itu dari korea."

Erlangga menganga lebar. Tidak lama kemudian, ia menepuk jidatnya sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan akal pikiran Cia yang masih kekanak-kanakan. "Ya ampun Cia, di warung juga banyak yang begituan, nggak harus ke Korea. Jauh-jauh ke Korea, cuma mau beli mie doang, gila!"

Cia mengetuk-ngetuk dagunya berpikir. "Hmm, kalau gitu, kakak sana beli. Terus handphonenya Cia pinjem. Biar kakak nggak main handphone terus."

Erlangga mendengkus sebal melihat Cia yang seenak jidatnya mengatur-atur ini-itu. Tetapi Erlangga akan tetap menuruti keinginan Cia, karena gadis itu adalah mutiara berharga untuknya.

Erlangga mengacak-acak rambut tipis Cia dengan gemas. "Ya udah nih handphonenya. Jangan lama-lama main gadget, nanti matanya sakit. Kakak keluar dulu buat beli mie. Dan kamu, tunggu di rumah baik-baik."

Cia tersenyum manis ke arah kakaknya. "Siap komandan!"

Erlangga terkekeh gemas. Lalu ia pun keluar dari rumahnya, meninggalkan Cia dengan handphonenya seorang diri di rumah.

****

Lama menunggu di ruang keluarga. Akhirnya Erlangga pun pulang sambil membawa bungkusan, yang berisikan mie di dalamnya. Karena senang atas kedatangan kakaknya. Cia langsung melompat dari sofa dan berlari ke arah kakaknya.

"Huaa! Lama banget, kakak kemana aja sih?" tanya Cia jutek.

Erlangga menggaruk-garuk kepalanya bingung. "Tadi banyak ibu-ibu yang nanya ini-itu. Jadi kakak ngobrol dulu he ... he ... Maafin deh, kalau kamu nunggunya lama, dari rumah ke warung itu 'kan butuh perjuangan."

Cia memutar bola matanya malas. "Perjuangan apa? Orang warungnya di depan rumah."

Jlep. Erlangga tidak bisa lagi berkata-kata karena kenyataannya memang benar. Warung terdekat di sekitar rumahnya adalah di depan rumahnya sendiri.

"Kebanyakan ngomong kamu, mending kita makan mie nya yuk." ajak Erlangga merangkul pundak Cia possesive.

Sang adik hanya bisa tersenyum tipis sembari berjalan-jalan kecil ke arah dapur. Erlangga langsung menyiapkan panci kecil untuk memasak mie nya. Sedangkan Cia hanya duduk manis di meja makan, menunggu mie yang di masak oleh kakaknya dengan santai tanpa beban.

Lama berkutat dengan alat masaknya. Erlangga pun tersenyum karena mie nya sudah matang, langsung saja ia membumbui mie tersebut, dan menyerahkannya kepada Cia dan juga dengannya.

Cia tampak senang memakan mie buatan kakaknya. Hingga ia terdiam, merasakan mual yang tidak mengenakan dari hidung dan mulutnya.

"Huekk ... Huekkk!"

Erlangga berlonjak kaget. Ia segera menyusul Cia yang berlari ke arah kamar mandi. "Cia, kamu kenapa."

Cia tidak menyahuti panggilan dari kakaknya. Ia terus memuntahkan mie nya yang tadi di makan olehnya. Perutnya begitu sakit, sehingga tidak tahan dengan rasa mual yang berada di dalam tubuhnya. Tiba-tiba kepala Cia juga pusing, entah kenapa, tetapi rasa sakit itu datang tiba-tiba membuat Erlangga termenung melihatnya.

Cia kenapa mual-mual gitu? ---- batin Erlangga.

°°°Three Stupid Twins°°°

25-07-2021.

Three Stupid Twins [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang