TST || 15. MANTAN LAKNAT.

224 48 1
                                    

Raturana menyiapkan sarapan paginya di meja makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raturana menyiapkan sarapan paginya di meja makan. Sengaja Raturana memasak banyak karena ia kedatangan tamu spesialnya, siapa lagi kalau bukan tetangganya yang baru saja menginap semalam penuh dengannya. Dulu juga gadis itu pernah menginap di rumahnya. Tetapi saat itu ia masih kecil dan mungkin masih dikatakan balita.

Tetapi sekarang? Gadis itu sudah besar dan bahkan ia sudah mengenal cinta. Raturana tersenyum melihat anak laki-lakinya sudah berjalan ke arahnya. Ketiga pemuda kembar yang kini menjadi anak-anak Raturana dan Jordan.

“Sayang, ayo turun. Makanannya udah siap!” teriak Raturana kepada Safira yang tak kunjung turun dari kamarnya.

Topan mengernyitkan dahinya bingung. Ia celingak-celingukkan mencari siapa saja yang belum berkumpul di meja makan. “Lah? Mamah manggil siapa? Kita udah disini loh, Papah juga udah ada noh.”

Jordan cekikikan melihat wajah Topan yang kebingungan. “Kamu cari siapa?”

Topan mengalihkan pandangannya kepada sang Papah. “Nyari orang yang dipanggil Mamah sayang, siapa lagi emangnya?”

Dewa dan Gempa yang sudah tahu apa maksud Raturana pun hanya diam, menikmati wajah Topan yang kebingungan mencari seseorang yang ditunggu-tunggu oleh mereka.

Tidak lama kemudian, Safira pun turun dari kamarnya yang berada di atas. Bersebelahan dengan kamar Dewa, Gempa dan Topan. Tatapan mereka tertuju kepada Safira yang mengikat rambutnya seraya berjalan menuruni tangga.

Topan menatap Safira tanpa berkedip. Lelaki itu menyenggol lengan Dewa, seperti meminta penjelasan. “Dari kapan tuh cewek disini? Kenapa gue nggak tau?”

“Semalem Tante Elis nganterin Safira kesini, katanya dia nginep disini tiga harian,” bisik Dewa yang di angguki oleh Topan.

“Kenapa lo nggak bangunin gue?” tanya Topan pelan, takut Safira beserta keluarganya mendengarkan bisikannya itu.

“Lo tidur, bangke,” ketus Dewa membalas.

Topan hanya mendengkus sebal mendengarnya. Lalu tidak lama kemudian mereka makan bersama dengan Safira tentunya. Raturana memberikan lebih banyak makanan kepada Safira ketimbang ketiga anaknya.

Topan yang melihat itupun melotot tidak terima. “Lah, kok makanannya lebih banyak punya Safira daripada aku? Mamah nggak adil ah.”

“Iya, anaknya siapa, yang dikasih makan banyak siapa.” ucap Dewa menimpali.

Raturana menatap kedua anaknya sinis. “Makan aja yang ada. Lagian jarang-jarang Safira makan di rumah kita, jadi biarin dia makan banyak. Iya 'kan sayang?”

Safira hanya membalasnya dengan senyuman canggung. Diam-diam Safira melirik Topan yang kini mengaduk-aduk makanannya tanpa ada semangat di matanya. Sialnya laki-laki itu membalas tatapan Safira membuat gadis itu salah tingkah.

“Ekhemm.” Topan berdehem sembari mendekatkan kursi duduknya bersebelahan dengan Safira. Serasa sudah cukup dekat, Topan pun mendekatkan bibirnya di telinga gadis itu. “Pipi noh pipi, tolong kondisikan.”

Safira menggeram dengan wajah memerah padam, antara malu, salah tingkah, dan marah akibat ejekan dari Topan. “Diem, atau gue colok mata lo.”

Topan cekikikan mendengar respon Safira yang membuat bulu kuduknya berdiri. Bukannya takut, Topan malah ingin tertawa ngakak saat ini melihat ekspresi Safira yang sangat menggemaskan.

“Cie pipinya merah lagi.” Goda topan pelan.

Bugh.

Topan melotot kaget karena kakinya di injak oleh Safira dengan tenaganya yang kuat. Safira tersenyum miring melihat Topan mengembung pipinya, menahan sakit.

Rasain tuh kaki, Safira dilawan. --- batin Safira.

*****

Kdua pemuda itu sudah sampai di parkiran sekolahan. Tetapi tidak dengan kakak pertamanya yang kini tertinggal di belakang, karena dia memakai mobil bersama Safira tentunya.

Saat Topan sudah sampai di parkiran. Dewa dan Gempa langsung pergi dari tempat itu, tanpa meminta izin dari kakak pertamanya yang bersusah payah meminta pertolongan. Safira yang melihat Topan kesusahan pun membiarkannya begitu saja.

“Saf, bantuin gue!” teriak Topan yang masih berada di dalam mobil.

Safira memutar bola matanya malas. Dengan amat terpaksa, gadis itu membuka pintu mobilnya, lalu membantu Topan berdiri. “Manja banget sih lo.”

Topan melebarkan matanya tidak terima. “Enak aja lo bilang manja, gue kayak gini juga karena kaki jahanam lo.

“Apa lo bilang? Jahanam?!” Safira melepaskan rangkulan Topan begitu saja. Membiarkan Topan terjatuh ke pintu mobilnya. “Kalau lo nggak godain gue, nggak mungkin gue nendang kaki lo sampai cacat kayak gitu.”

Topan mendengkus sebal. “Ya lagian elo, kenapa tuh pipi merah-merah gitu. Baperan.”

Safira menghentak-hentakan kakinya kesal, rasanya Safira ingin lari dan meninggalkan Topan sendirian di parkiran. Tetapi melihat kaki Topan yang memburu akibat ulahnya, ia urungkan karena takut kena azab dari mantannya laknatnya itu.

“Sialan lo, kalau lo nggak godain gue. Nggak bakalan tuh pipi merah-merah, malu-maluin tau nggak,” ketus Safira menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Topan yang mendengar ucapan Safira pun tersenyum jahil. “Ngode nih, minta gue godain ya?”

Safira menatap Topan tajam. Mendekat ke arah laki-laki itu membuat Topan menautkan kedua alisnya bingung. “Sekali lagi lo godain gue, siap-siap burung lo jadi korbannya.”

Topan menutup mulutnya oleh kedua tangannya rapat-rapat, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya tegas. Ia merasa ngilu membayangkan burungnya yang ditendang oleh Safira seperti kakinya saat ini.

Sial, bisa bengkok masa depan gue.

°°°Three Stupid Twins°°°

°°°Three Stupid Twins°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

20-juli-2021.

Three Stupid Twins [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang