TST || 10. PACARAN YUK.

296 69 2
                                    

Sudah lama mereka bermain di basecamp PANPAWA sampai lupa kalau hari sudah semakin sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah lama mereka bermain di basecamp PANPAWA sampai lupa kalau hari sudah semakin sore. Cia terus saja merengek agar Erlangga menganggarkannya pulang, tetapi Erlangga tidak mau pulang karena tugasnya belum selesai dengan Topan, Iwan dan Dewa. Sedangkan Gempa? Ia masih sibuk berselingkuh tanpa memperdulikan Senja yang sudah berbelanja memakai ATM miliknya.

“Kak, ayo pulang. Cia ngantuk,” rengek Cia yang sama sekali tidak didengar oleh Erlangga.

“Tidur disini aja, ntar kakak bangunin,” ucap Erlangga masih fokus kepada permainannya.

Dewa yang tidak ikutan bermain game bersama Iwan, Topan, dan Erlangga pun bersuara. “Pulang bareng gue aja, kebetulan gue juga mau pulang, sekarang.”

Cia menatap Dewa berbinar. “Beneran?”

Erlangga menyipitkan matanya curiga. Lalu menatap adiknya yang tampak senang karena dirinya akan segera pulang ke rumahnya untuk tidur.

“Lo beneran mau nganterin adek gue? Awas aja kalau lo tinggalin dia di tengah jalan, siap-siap kembaran Topan sama Gempa hilang satu.”

Dewa memutar bola matanya malas. Saat ingin mengomentari ucapan Erlangga, tiba-tiba Iwan memotongnya dengan ucapan. “Nggak mungkin, Mas Dewa tinggalin Cicia yang kinyis-kinyis kayak gini.”

Cia mengerucut bibirnya kesal. “Ihhh Iwan apaan sih, nama Cia itu Cia. Bukan Cicia.”

Iwan menggaruk-garuk kepalanya sambil tersenyum menyebalkan. “Sama aja Cia, sama-sama awalnya C ujungnya A.”

Cia hendak saja membalas ucapan Iwan. Tetapi sebuah tangan menariknya keluar basecamp, sehingga Cia kebingungan sendiri. Gadis itu menatap helm yang diberikan Dewa untuknya.

“Kenapa helmnya dikasihin ke Cia? Dewa nyuruh Cia buat nyetir?” tanya Cia polos.

Dewa menatap Cia datar. “Pake aja, nggak usah banyak tanya. Dan satu lagi, 'kan gue mau nganterin lo balik. Pake motor gue, dan inget satu lagi nih, lo kalau gue suruh naik, langsung naik motor. Jangan naik pohon kayak kemaren.”

Mendengar instruksi dari Dewa, Cia hanya bisa menganggukkan kepalanya saja. Padahal sejujurnya, ia tidak mengerti apa yang telah Dewa katakan barusan.

Setelah sudah memakai helm. Cia hanya diam memperhatikan motor Dewa yang lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya yang mungil.

“Naik.”

Cia menganggukkan kepalanya. Berusaha untuk menaiki motor besar milik Dewa, tetapi hasilnya nihil. Ia sama sekali tidak bisa menaiki motor tersebut.

“Dewa, motornya bisa dikecilin nggak? Motornya gede banget. Cia nggak bisa naiknya,” cicit Cia menundukkan kepalanya menahan tangis.

Dewa menoleh ke belakang. “Astaga Cia! Pantesan lama, gue kira lo kemana. Ternyata masih berdiri disini, cepet naik.”

Three Stupid Twins [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang