Cia menarik-narik ujung jaket Dewa yang berada di sebelahnya. Kini, mereka tengah berada di bawah pohon mangga memperhatikan Topan dan Safira yang berada dipinggir danau. Mereka sengaja mengikuti Topan dan Safira karena penasaran dengan hubungan mereka berdua.
Usul ingin mengikuti Topan hingga ke danau adaah berasal dari pikiran Gempa saat masih berada di rumahnya. Tetapi sekarang mereka menyesal sudah berada di sana. Selain banyak nyamuk, mereka juga melihat kedua pasangan itu dengan cara sembunyi-sembunyi seperti maling.
“Dewa, pulang yuk. Banyak nyamuk tau, mana nyamuknya nakal banget lagi, maen gigit-gigit kaki Cia,” rengek Cia saat merasakan gatal dari ujung kakinya karena digigit oleh nyamuk.
Dewa membuka jaketnya, dan memakaikan jaket tersebut ke tubuh Cia yang mungil. “Sebentar lagi ya, kita lihatin Topan dulu sebentar. Habis itu kita pulang, lagian kenapa mau ikut gue kalau ujung-ujungnya mau pulang.”
Cia mengerucutkan bibirnya kesal. “Ihhh Dewa mah gitu, 'kan Cia pikir Dewa mau kemana? Habisnya pake baju bagus sih. Cia kira mau di ajak jalan-jalan, ehh taunya malah di ajak ke bawah pohon. Mana gelap lagi.”
Dewa mendengkus, menatap Cia dengan tatapan kesalnya. “Mending lo diem deh, kalau mau pulang, pulang sendiri.”
Cia mengerjap-ngerjapkan matanya, hendak mengeluarkan air mata. Dewa yang melihat wajah Cia yang sudah berkaca-kaca pun menarik tubuhnya ke dalam dekapannya. “Udah jangan nangis. Cengeng banget sih jadi cewek.”
Gempa yang mendengar percakapan Cia dan Dewa pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lo juga Wa, Cia tuh anaknya polos. Dia nggak suka dibentak. Harusnya lo ngertiin dia.”
Dewa menoleh dengan tatapan tajamnya. “Lo nggak usah ikut campur, ini urusan gue sama nih bocah.”
Gempa membalas tatapan Dewa tak kalah tajamnya. “Gue tahu itu bukan urusan gue, tapi gue juga punya hati nurani. Gue tau Cia emang kayak anak-anak, dia nggak suka lihat tatapan lo yang nyeremin kayak setan. Lo lihat aja, dia ketakutan, Wa.”
Dewa terdiam sejenak. Menundukkan kepalanya, melihat Cia yang menyembunyikan wajahnya dibalik jaketnya, tepat di dada bidang Dewa, menenggelamkan wajahnya dilipatan kedua tangannya.
“Cia ...”
Akhirnya Cia pun mendongakkan kepalanya, menatap manik mata Dewa dari yang tajam menjadi teduh. Cia tersenyum dengan mata berkaca-kaca dan hidung yang memerah.
“Cia tahu kok, Dewa kesel sama Cia. Maafin Cia ya,” ucap Cia memeluk tubuh Dewa dihadapan Gempa dan Senja yang berada tidak jauh darinya.
Dewa membalas pelukan Cia, mengusap-usap kepala Cia dengan lembut. “Harusnya gue yang minta maaf, bukan elo. Maafin gue karena udah sentak lo tadi.”
Senja dan Gempa tersenyum melihat Dewa yang sedikit berubah menjadi pria romantis, karena adanya Cia di sampingnya. Lama memperhatikan Dewa dan Cia. Tatapan Senja pun beralih kepada Topan dan Safira kembali.
Begitupun dengan ketiganya yang menatap Topan berbicara berdua dengan Safira dipinggiran danau yang terlihat indah, tanpa menyadari ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan.
“Hah? Maksudnya?” tanya Topan tidak mengerti.
“Ya gitu, gue ... sayang sama lo,” ucap Safira malu-malu.
Topan tertawa renyah, membuat Safira yang berada di hadapannya mendelik tajam. “Becanda lo nggak lucu, Saf.”
Safira menggenggam tangan Topan, dan meletakkan telapak tangan laki-laki itu di kepalanya. “Gue nggak becanda. Gue serius, lo bisa lihat dari tatapan mata gue, Top. Dan gue janji, ini yang terakhir kalinya lo punya kesempatan kedua untuk melengkapi hati gue yang udah lama kosong.”
Topan masih tidak percaya dengan apa yang di dengarkan barusan. Ingin mengelak, tetapi rasanya sangat susah di utarakan. Apalagi melihat tatapan Safira yang begitu dalam, membuatnya semakin yakin, kalau Safira benar-benar ingin membuka hatinya kembali untuk Topan lengkapi, seperti kenangan masa lalu yang telah mereka lalui bersama-sama.
“Makasih Saf. Gue janji nggak akan lepasin lo lagi, walau hanya sedetik.” Topan menarik tangan Safira ke dalam dekapannya.
Keduanya sama-sama tersenyum dengan hati berbunga-bunga. Keduanya saling bertatap-tatapan satu sama lain, saling berjanji, dan bertukar pandangan mesra. Hingga semilir angin menerpa tubuh mereka, seakan-akan mendorong keduanya untuk saling berciuman.
Kedua bibirnya hampir mendekat, Safira mengeratkan pelukannya di jas hitam milik Topan yang sangat wangi, detak jantung mereka saling berdetak satu sama lain.
“Aku mencintaimu.” Dua kata yang mampu membuat Safira kalang kabut. Dengan sekali tarikan napas, Topan berjanji akan selalu menjaga Safira hingga waktu dan takdir yang memisahkan mereka.
Safira memejamkan matanya, menumpahkan segala kesedihannya dengan air mata yang mengalir dari ujung matanya. Ia berharap, kalau ucapan Topan benar adanya. Dan ia berharap kenyataan pahit masa lalunya hilang untuk sesaat. Dan mungkin ... selamanya.
“Aku juga mencintaimu my boy friend.”
°°°Three Stupid Twins°°°
*SELESAI*
17/DES/21.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Stupid Twins [SELESAI]
Fiksi RemajaMengisahkan tiga anak kembar yang mempunyai karakter berbeda-beda. Kisah Topan yang tidak pernah mengenal kata lelah. Laki-laki ini terus saja mengejar mantannya yang sama sekali tidak mau balikan dengannya. Kenapa Topan tidak menyerah? Karena dia m...