TST || 11. NGAPELIN DOI.

280 57 1
                                    

Malam ini Gempa memberanikan dirinya untuk datang ke rumah Senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini Gempa memberanikan dirinya untuk datang ke rumah Senja. Walaupun Papahnya Senja bersikeras mengusirnya, tetapi Gempa akan tetap kesana untuk membuktikan kepada keluarga Senja, kalau dirinya adalah lelaki sejati yang sesungguhnya.

Tok ...

“Ass---.”

“Nggak nerima tamu malam-malam, kamu boleh pulang sekarang,” ketus Romeo --- Ayah dari Senja yang terkenal jawara kampung di daerahnya.

Gempa meneguk salivanya susah payah. “A-anu Om. Saya mau belajar kelompok sama Senja. 'kan tadi sore, Senja nggak dibolehin keluar katanya. Jadi saya aja yang kesini.”

Romeo menatap Gempa sinis. “Malam-malam begini?”

Gempa menganggukkan kepalanya. “Serius Om, emang Om nggak percaya sama saya?”

Romeo menatap Gempa datar. Mengeluarkan pisau lipat yang berada di dalam sakunya sambil memperhatikan wajah Gempa yang pucat pasi. “Musyrik, kalau saya percaya sama kamu.”

Gempa hendak saja mengeluarkan suaranya. Tetapi Senja keburu datang dengan beberapa buku di tangannya. Senja menatap Gempa horor. Kalau bukan karena kartu ATM Gempa yang habis olehnya. Senja tidak mau menuruti pacarnya, dengan alasan ada kerja kelompok yang belum terselesaikan malam ini.

“Gempa bener, kok. Senja lagi ada tugas kelompok sama dia tadi siang, tapi karena Senja sibuk. Jadi kerja kelompoknya Senja tunda jadi malam ini, deh.” Romeo menatap kedua pasangan remaja yang berada di hadapannya dengan selidik.

Ucapan dari Senja mampu membuat Romeo menganggukkan kepalanya. “Ohh begitu. Ya sudah, jangan malem-malem belajarnya. Dan kamu!” Tunjuk Romeo kepada Gempa yang berada di hadapannya. “Jagain anak saya.”

Gempa tersenyum manis. “Tanpa Om suruh pun, sudah pasti saya jagain. Iya 'kan Sen?”

“Hmm.”

****

Kedua pasangan ini, kini sedang berada di taman belakang rumah Senja. Gempa yang tidak nyaman dengan posisi duduknya pun menggeserkan tubuhnya, merapat dengan tubuh Senja.

“Lo ngapain deket-deket gue, sana jauhan,” ketus Senja jutek.

Gempa mendengkus sebal. Entah kenapa mood Senja akhir-akhir ini terasa berbeda, gadis itu semakin kesini semakin suka marah-marah, membuat Gempa tidak mengerti akan kelakuannya.

“Lo kenapa sih, dari kemaren marah-marah mulu? Padahal gue pikir-pikir, hari ini gue nggak selingkuhin lo deh perasaan,” ucap Gempa mengetuk-ngetuk dagunya berpikir. Apakah hari ini ia ada jadwal berselingkuh? Atau tidak.

Senja menatap Gempa malas. Biasanya laki-laki itu akan menggunakan kosa kata aku-kamu kalau sedang berduaan, tetapi sekarang? Kosa katanya sama saja dengan biasanya. Bar-bar dan terkesan jutek.

“Diem! Jangan tanya dan ngomong sama gue, lo tau 'kan kalau gue hari ini pms,” ketus Senja membuang wajahnya ke arah lain.

Gempa mengerjap-ngerjapkan matanya polos. “Lah, kenapa nggak bilang kalau lo datang bulan? Kalau tau gitu, ngapain gue disini? Diem-dieman kayak patung, gituh?”

Senja mengemasi buku-bukunya yang hanya dijadikan alasannya tadi. Menatap pacarnya dengan tampang memalas. “Yang ngundang lo buat ketemu gue siapa? Yang datang ke rumah gue, malem-malem kayak gini siapa? Lo sendiri 'kan?”

Gempa menggaruk-garuk kepalanya sambil cengengesan tanpa dosa. “Hehe ... maaf yang, lupa.”

Senja beranjak dari duduknya berniat meninggalkan Gempa sendirian di taman. Tetapi belum saja Senja melangkah, Gempa menarik tangannya agar gadis itu tetap duduk.

“Lo ngapain tarik-tarik gue, ini udah malem. Waktunya tidur, bukan ngapel,” ketus Senja diiringi decakan sebalnya.

“Gue tau sekarang ini malem, emang siapa yang bilang kalau sekarang siang?” tanyanya menoleh kepada pacarnya yang kini terdiam kaku.

“Serah lo, gue nggak peduli.” Senja mendorong bahu Gempa agar jarak di antara mereka sedikit berjauhan. Senja memegangi perutnya yang terasa sakit, sedangkan Gempa lebih menyukai menatap bintang dan bulan yang kini memancarkan sinarnya.

“Bintangnya bagus ya, Sen?” tanya Gempa kepada Senja.

Tidak ada sahutan apapun dari gadis itu, membuat Gempa khawatir akan keadaan pacarnya, setelah dilihat. Ternyata gadis itu sibuk menundukkan kepalanya sambil memegangi perutnya yang terasa melilit.

“Kamu kenapa? Yang?” tanya Gempa sudah dalam masa khawatirnya, karena dia memakai kosakata aku-kamu seperti biasanya.

Senja tak kunjung menjawab pertanyaan dari Gempa. Lelaki itu nekad memegangi perut Senja, sehingga membuat Senja melotot.

Plak.

Senja menampar lengan Gempa sedikit keras. “Lo mau ngapain?”

“Ya ampun, yang. Aku cuma mau ngecek perut kamu aja kok, lagian kenapa pegang-pegang perut kayak orang hamil gitu? Atau jangan-jangan, emang bener lo hamil lagi?” Tuduh Gempa dengan mata melotot.

Senja memukul kepala Gempa agar otaknya tidak geser. “Sialan lo, perut gue sakit karena lagi pms. Bukan karena bunting.”

Gempa mengerjap-ngerjapkan matanya kaget. “Emang sering kayak gini? Gejala menstruasi sama gejala kehamilan, kok agak sama ya?”

Senja mengernyitkan dahinya heran. “Loh, kok lo bisa tau, gejala orang hamil sama orang menstruasi?”

“Tau lah, waktu itu kucing gue juga lagi hamil anaknya. Kebiasaannya tuh kayak lo, suka pijit-pijit perutnya gitu. Bedanya lo pake tangan, kalau kucing gue, pake lidah, kayak gini contohnya.” Gempa menirukan gaya kucingnya yang sedang hamil dulu.

Laki-laki itu meraih tangan Senja, lalu menjilatinya dengan rakus. Senja yang melihat itupun melotot kaget. Dengan cepat gadis itu menjauhkan tangannya dari mulut Gempa yang sudah basah karena air ludahnya.

“HUEKK ... JOROK BANGET SIH LO! GEMPA!!

°°°Three Stupid Twins°°°

°°°Three Stupid Twins°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

18:07:2021.

Three Stupid Twins [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang