09

244 19 4
                                    

09

Typo bersebaran 🔥

Alam kini sudah berada didalam rumahnya, rumah minimalis yang didisain oleh orang tuanya sendiri. Rumah yang nyaman dan terdapat kenangan yang indah. Alam selalu berpikir. kenapa Tuhan tak adil kepadanya, tapi meskipun begitu. Alam selalu menepis semua pikirian-pikiran negatif yang selalu menghantuinya. 

Dia akan tetap bersyukur, masih banyak orang peduli kepadanya ataupun sang abang. Entah itu dari keluarga besar, saudara, sahabat ataupun temannya sekaligus. ya mungkin memang dia kadang iri. Tapi dia selalu menekankan agar dia ikhlas dan bersyukur. 

Mungkin yang orang tau Alam adalah anak yang pendiam dan cuek untuk orang yang baru tau tentang Alam. Tapi, dibalik itu semua, Alam adalah sosok orang yang rapuh. Dia menginginkan kasih sayang kedua orang tuanya. 

Alam berjalan menuju kamar orang tuanya. Kamar yang memiliki banyak kenangan juga. Alam merindukan sosok orang tua. Dia akan selalu ke kamar orangtuanya kala dia Rindu. ya mungkin ini cara dia untuk mengurangi rasa rindunya. Kadang juga, Alam dan Rian akan tidur bersama untuk mengenang itu semua. 

Alam menuju balkon yang ada dikamar itu. Dia duduk dikursi yang terdapat disitu. 

Alam mengambil surat yang tadi pagi ada digenggamannya. mustahil, tapi itu semua nyata. Alam membuka surat itu, didalam surat itu tidak  terdapat apapun. Surat itu kosong. 

Apa yang terdapat dalam surat ini? kenapa surat ini kosong? Ayah sama bunda main rahasia ihhh.

Alam melamun sebentar, dia teringat akan ucap bundanya yang menyuruh untuk membacanya dengan sang Abang.

Alam langsung berlari keluar kamar. Dia berlari tergesa-gesa menuju ruang kerja sang Abang.

"Bang!!"

''Hei, kenapa dek? Sampai tergesa-gesa seperti itu," ucap Rian khawatir melihat adiknya itu.

"I-itu anu."

"Anu apa dek?"

"Ya anu bang."

"Jangan membuat Abang ambigu deh."

"Hehe iya ini." Alam sambil memberika kertas itu kepada Rian.

Rian langsung menerima dengan senang hati. Saat dibuka, Rian bingung.

"Ada apa dek? Ini kertas nya ga ada apa-apanya tuh."

"Jadi gini bang." Alam pun menceritakan semua mimpinnya kepada Rian, dan Rian yang mendengarkannya memang tidak percaya.

Tapi, dia mencoba untuk mengerti semua perkataan Alam. Dan mempercayai omongannya. Lagian Alam juga tak pernah berbohong, apa lagi ini tentang kematian kedua orang tuanya.

"Ja-jadi ini?"

"Iya bang, ayo kita pecahkan sama-sama," ajak alam kepada Rian.

Rian yang melihat keyakinan dimata sang adik langsung mengangguk mantap.

"Ayo!!"

"Pertama-tama kita harus mecahin ini surat," jelas Alam.

"Hooh, tapi, keknya Abang tau caranya deh."

"Gimana bang??"

"Lah kok kamu malah ga tau, kan kamu yang sering ikut Pramuka."

"Hehe, Alam kan cuma ikut."

"Jadi selama ini?"

"Hehe iya bang," Katanya sambil cengengesan.

"Astaga dekk, jadi selama ini kamu juga?!"

AlamandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang