Bab 41

111K 7.1K 322
                                    

Thania terbangun dari tidurnya. Matanya mengerjap beberapa kali sembari mengumpulkan nyawanya. Ia melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Dan yah... Ia baru ingat bahwa semalam Gibran tidak pulang. Pria itu menginap di apartemen Amara.

Mereka tinggal satu atap, bahkan tidur berdua dalam satu ranjang. Entah apa yang mereka lakukan, Thania tidak ingin memikirkannya. Ia tidak ingin hatinya terluka lagi, ia tidak ingin menangis lagi.

Sekarang ia harus mulai membiasakan diri untuk tidak memikirkan pria itu. Toh juga suatu saat ia memang harus berpisah dari Gibran jika pria itu mungkin ingin kembali pada Amara.

Dan sekarang. Thania juga harus membuat hatinya kebal saat Amara memberikan informasi bahwa dirinya sedang bersama dengan Gibran. Ia juga harusnya lebih tenang karena pria itu tidak kemana-mana dan hanya bersama Amara.

Jika dibandingkan saat sebelum Amara datang, ia tidak tau sama sekali kemana perginya Gibran dan bagaimana kondisinya. Ini jauh lebih baik saat Gibran dengan Amara daripada pria itu pergi ke bar dan minum sampai mabuk.

Dirinya sudah berusaha untuk bertahan bersama Gibran, tapi sepertinya Gibran tidak masih mencintai Amara.

Ia buru-buru mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Niatnya hari ini ia akan pergi berjalan-jalan ke taman bunga.

Setelah selesai ia mengenakan pakaian dan segera mengambil ponsel serta tasnya. Saat ia sedang menuruni anak tangga, tiba-tiba ponselnya berdering.

Wanita itu menghentikan jalannya, dan menjawab panggilan itu terlebih dahulu.

"Halo."

"Halo, Thania."

"Ada apa?"

"Iya, maaf ya kalau aku ganggu kamu pagi-pagi gini."

"Enggak apa-apa, Andre."

"Kamu lagi di rumah?"

"Iya."

"Kita bisa ketemuan?"

"Ketemuan? Sekarang?"

"Iya. Kenapa emang? Kamu gak bisa?"

"Enggak. Bukannya gak bisa. Bisa, kebetulan aku juga mau keluar."

"Oh, oke baguslah kalau gitu. Kamu tunggu aku ya, aku mau jemput kamu sekarang."

"Tunggu Andre-"

"Iya kenapa?"

"Kayaknya kamu gak usah kesini. Maksudnya gak usah jemput aku, kita janjian ketemu ditempatnya langsung aja gimana?"

"Oke. Gak apa-apa kalau itu mau kamu. Aku kirim lokasinya sekarang ke kamu ya."

"Iya."

"Kamu hati-hati dijalan, kalau ada apa-apa langsung kabarin aku."

Tut. Andre memutuskan sepihak. Sedangkan Thania hanya tersenyum masam menerima kenyataan bahwa Andre selalu mengkhawatirkannya lebih daripada suaminya sendiri.

Membayangkan seorang Gibran khawatir padanya saja sudah tidak memungkinkan. Ah sudahlah... Thania tidak ingin terus membayangkan hal-hal yang tidak mungkin terjadi, hatinya malah sedih ketika mengingat kenyataan hidupnya.

***

Andre mencari keberadaan Thania di taman tempat mereka bertemu. Tidak lama Andre sudah dapat mengenali Thania walau hanya melihat punggung belakangnya saja.

Ia berjalan menghampiri wanita itu yang sedang berkutat dengan jari jemarinya. Andre mengambil tempat duduk disamping Thania.

"Andre. Ya ampun, kirain siapa."

Thania [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang