Bab 44

117K 6.7K 369
                                    

Flashback On.

Amara memejamkan matanya, dan... Gibran mencium bibir Amara. Ciuman yang awalnya hanya sekadar menempelkan bibir, kini malah Amara menginginkan yang lebih. Ia malah lebih dulu melumat bibir Gibran, hingga pria itu juga kini mulai mengikuti permainan Amara.

Semakin dalam dan ganas percumbuan tersebut hingga akhirnya-

Deg.

Gibran tersadar.

Gibran langsung menarik bibirnya dan mendorong tubuh Amara.

"Gibran kenapa-"

"Maaf Ra."

Saat ingin melangkah pergi, lengan Gibran lebih dulu dipegang oleh Amara.

"Kamu mau kemana?"

"Gue harus pergi Ra."

"Enggak. Tunggu dulu. Kamu kenapa sih sebenarnya?"

"Maafin gue Ra, tapi gue gak bisa kembali sama lo."

"Kamu ngomong apasih Gibran? Kamu gak usah becanda gini deh."

"Gue serius. Gue bener-bener gak bisa kembali sama lo." Gibran melepaskan tangan Amara, lalu pergi begitu saja meninggalkan wanita itu yang masih mematung ditempatnya.

Amara tidak percaya kalau Gibran berbicara seperti itu padanya. Air matanya sudah menetes sedari tadi, tidak mungkin. Tidak mungkin Gibran begitu cepat melupakannya. Pria itu sangat mencintainya.

Itu dulu, sekarang tidak.

Flashback Off.

***

Kini Gibran sedang bersama Jo dan Kevin. Ya dimana lagi kalau bukan di rumah Jo. Setelah perdebatan panjang antara dirinya dan Andre, akhirnya pria itu memberitahukan dimana keberadaan Thania. Dan saat ia ingin pergi, Andre mencegahnya. Ia mengatakan pada Gibran untuk tidak langsung menemui wanita itu.

Awalnya Gibran sangat marah karena Andre melarangnya, tetapi pria itu mengatakan bahwa saat ini Thania sedang sedih dan sangat kecewa padanya. Kalau Gibran gegabah langsung menemuinya, belum tentu Thania mau berbicara dengannya. Dan setelah dipikir-pikir itu ada benarnya juga. Makanya Gibran memutuskan untuk ke rumah Jo saja.

"Lo harus coba kasih dia waktu Gi." Ujar Kevin menenangi.

"Iya bener tuh kata Kevin. Ini semua juga gara-gara kesalahan lo sendiri."

"Ya tapikan gue gak tau kalau dia liat gue ciuman sama Amara. Amara tiba-tiba aja langsung cium gue, gue aja kaget dia berani ngelakuin itu."

Jo dan Kevin menghela napas secara bersamaan.

"Jadi maksudnya... Lo udah nemuin jawaban hati lo?"

Gibran mengangguk, "Iya Jo."

"Sekarang gue baru sadar dan yakin sama perasaan gue. Gue tau kemana hati gue tertuju."

Sebelum melanjutkan kalimatnya, Gibran menyenderkan tubuhnya ke belakang sofa.

"Saat Amara tiba-tiba cium gue, gue awalnya pengen nolak. Tapi karena gue mau buktiin perasaan gue, jadi gue ikutin permainan dia."

"Dari awal emang guenya yang bego dan gak sadar. Padahal jantung gue udah gak berdebar saat gue deket sama Amara, malah gue selalu pengen deket-deketnya sama Thania. Tapi gue terlalu naif saat itu."

"Gue ngerasa kalau Amara bukan lagi wanita yang gue cinta, tapi... Thania. Dia yang udah rubah perasaan gue. Dia yang udah sembuhin luka gue. Tapi sekarang gue malah jadi alasan dia sedih."

Thania [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang