Bab 25

117K 7.2K 130
                                    

Gibran keluar dari kamar mandinya dengan handuk yang dililitkan pada bagian bawahnya. Pria itu nampak lebih segar setelah mengguyur kepalanya.

Ia cepat memakai pakaian kantornya, setelah mood-nya membaik kini Gibran akan pergi bekerja. Saat ia mengambil jasnya tiba-tiba ponselnya berbunyi pertanda pesan masuk.

Pria itu mengambil ponselnya yang berada diatas kasur dan melihat pesan tersebut yang ternyata dari Andre. Andre mengajaknya untuk makan malam bersama hari ini, pria itu juga mengajak Kevin dan Jo.

Tanpa pikir panjang, Gibran mengiyakan ajakan Andre. Walau sebenarnya ia masih kesal dengan pria tersebut, entah apa yang jadi alasannya. Mungkin karena Thania.

Gibran menancapkan gas mobilnya menuju kantor. Padahal masih pagi, tapi kenapa jalanan sudah macet. Beberapa menit ia menunggu dan akhirnya ia bisa lepas dari kemacetan lalu lintas.

08.30

Seseorang wanita masuk kedalam ruangan Gibran. Wanita itu adalah sekretaris Gibran.

"Maaf mengganggu, diluar ada Pak Jo yang sedang menunggu." Ucap si wanita tersebut.

"Suruh dia masuk."

"Baik."

Wanita itu keluar dan menyuruh Jo masuk kedalam. Gibran menutup laptopnya dan beralih menatap Jo yang baru saja masuk.

"Kenapa?" Tanya Gibran.

"Pake nanya kenapa lagi! Nih kerjaan lo udah gue selesaiin." Ketus Jo sembari melempar dokumen tersebut didepan Gibran.

"Thanks."

"Hm."

"Oh iya, gue bingung kenapa tiba-tiba Andre mau ngajak kita makan malam di rumahnya." Lanjutnya.

"Gak tau juga gue."

"Lo dateng nanti? Gue sama Kevin sih pasti dateng. Makan gratis gak bisa nolak gue."

"Gak tau."

"Yailah. Lo masih aja marah gara-gara Thania lebih milih Andre daripada elo."

"Lo kalau kesini bikin mood gue rusak, mending pergi aja sana."

"Iya-iya gue gak ngomong lagi. Oh ya kemarin gue sama Kevin ke rumah lo buat nganterin berkas-berkas yang lo suruh, terus si gas meleduk itu keceplosan bilang sama Thania kalau lo gak keluar kota."

Gibran yang sedari tadi fokus dengan dokumen ditangannya, kini beralih menatap tajam ke arah Jo.

"Apa kata lo?"

"Tenang dulu, Gi."

"Jadi Thania tau kalau gue bohongin dia?"

"Mm."

"Lo berdua kenapa pada gak bisa apa sekali aja gak keceplosan."

"Ya lo marahnya jangan ke gue, noh anak buntut lo Kevin yang ember. Lagian lo juga gak bilang dulu sama kita."

"Lo berduanya aja yang gak peka sama situasi gue bodoh!"

"Tapi istri lo keliatan sedih banget pas Kevin bilang kalau lo bohongin dia. Gue jadi kasian sama Thania."

Gibran menghembuskan nafasnya kasar. Ia juga tidak mau seperti ini, tapi wanita itu selalu membuatnya marah.

Tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan seorang pria paruh baya yang masuk ke dalam ruangan Gibran.

"Papa." Ucap Gibran saat melihat Daniel yang sudah masuk.

"Hai, om."

Daniel tersenyum. "Jo, kamu disini juga?"

"Iya om. Kalau gitu saya permisi ya."

"Mau kemana? Disini aja, saya cuma sebentar."

"Gak om, saya juga harus balik lagi. Saya kesini cuma nganterin dokumen punya Gibran."

"Oh baiklah."

Setelah berpamitan kepada Daniel dan Gibran, Jo langsung keluar dari ruangan tersebut.

"Ada apa pa? Tumben papa kesini?"

"Memangnya gak boleh papa kesini?"

"Bukan gitu, pa."

"Papa kangen sama anak papa, apalagi sekarang sudah menikah dan sudah punya keluarga sendiri. Jadi kamu gak inget sama papa lagi."

"Gak pa, aku gak bakalan lupa sama papa. Aku sibuk di kantor kaya begini ini."

Daniel terkekeh kecil melihat reaksi Gibran. "Papa kesini mau ngasih oleh-oleh buat kamu sama Thania."

"Oleh-oleh?"

"Iya, papa baru aja pulang dinas terus papa bawain oleh-oleh buat saudara kamu dan papa juga mau kasih buat istrimu."

Gibran mengangguk. "Papa sekarang jadi sering dinas keluar ya? Kasian mama kalau ditinggal sendiri sama papa." Ledeknya.

"Iya, mama kamu sering ngerengek gak mau ditinggal sendirian. Katanya nanti kangen. Emang ya kalau seorang istri ditinggal suaminya itu dia bawaannya khawatir, suami kalau ninggalin istri juga rasanya gak tega." Daniel tertawa sendiri dengan ucapannya.

"Apa dia juga khawatir sama gue?" Batin Gibran.

"Gibran, ini tolong berikan pada Thania ya." Daniel menyodorkan satu bingkisan kepada Gibran.

"Dan yang ini buat kamu." Gibran mengambil kedua bingkisan tersebut.

"Oh ya, papa titip salam juga ya buat istri kamu soalnya papa gak bisa ketemu dan ngasih langsung ke dia."

"Iya pa. Makasih oleh-olehnya. Aku pikir papa udah lupa sama aku."

"Mana bisa papa lupain anak papa yang ganteng ini, hehehe."

"Iyalah."

"Kalau gitu papa pergi dulu ya. Papa udah ada janji."

"Iya pa."

"Gibran."

"Kenapa lagi pa?"

Daniel berjalan mendekati Gibran dan memegang pundak pria itu lalu berbisik. "Papa udah pengen cucu dari kamu." Setelah mengucapkan itu Daniel berjalan keluar.

Sedangkan Gibran. Laki-laki itu masih mematung ditempatnya. Ia jadi kepikiran dengan ucapan papanya. Mana bisa ia memberikan cucu pada papanya, sedangkan ia saja tidak pernah menyentuh Thania sama sekali. Terlebih lagi ia selalu pisah kamar dengan perempuan itu dan sekarang mereka tidak tinggal bersama.

---

Vote bagi yang belum dan jangan lupa komennya, Thank you!

Thania [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang