Bab 22

115K 7.6K 497
                                    

Thania berdiri dan hendak pergi, namun tertahan karena tangannya yang tiba-tiba dipegang oleh Gibran.

"Jangan pergi." Lirihnya dengan mata yang masih terpejam.

"Gibran." Gumamnya.

"Jangan tinggalin aku sendiri." Lirihnya lagi dengan suara yang lebih pelan namun Thania masih dapat mendengarnya.

Karena ia juga merasa tidak tega untuk meninggalkan Gibran sendiri, akhirnya ia kembali duduk dipinggir ranjang sembari mengusap lembut tangan Gibran hingga pria itu tenang.

Matahari sudah mulai keluar dari tempat peristirahatan, sinarnya yang terang membuat seseorang yang tengah tertidur pulas jadi terusik dan membuka pejaman matanya perlahan.

Gibran mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya ia benar-benar tersadar. Tubuhnya terasa lemas dan ia merasa sama sekali tidak punya tenaga.

Pria itu menoleh ke sisi kirinya, melihat seorang wanita yang sedang tertidur sembari memegang tangannya. Ia juga melihat ke arah meja disampingnya, ada baskom serta handuk kecil. Ia tau kalau semalaman Thania tidak tidur karena mengurusi dirinya yang sakit, bahkan semalam ia juga sadar telah meminta Thania untuk tetap tinggal disini bersamanya.

Tangan kanannya terulur untuk mengusap lembut kepala wanita itu, sampai tiba-tiba Thania terbangun dari tidurnya sendiri dan melihat ke arah Gibran hingga manik mata mereka bertemu. Gibran melihat wajah Thania yang kelelahan serta bulatan hitam dimatanya menunjukkan bahwa wanita itu tidak tidur sama sekali.

Sedangkan Thania, dirinya nampak sangat khawatir melihat wajah pucat Gibran. Ia juga khawatir kalau saja pria itu marah padanya karena telah masuk ke kamarnya tanpa izin.

"Gibran aku minta maaf, aku disini cuma mau ngerawat kamu soalnya kemaren malam badan kamu panas banget-" ucap Thania gelagapan.

Ia segera bangkit dari duduknya, namun dengan cepat Gibran menarik tangan Thania hingga gadis itu terjatuh di atas tubuh Gibran.

"Lo mau kemana?"

Thania gugup serta takut, jantungnya benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama saat ini.

"Ma- Mau keluar. Aku gak mau bikin kamu marah sama aku." Thania memalingkan wajahnya, tak mau melihat wajah suaminya.

"Katanya lo mau ngerawat gue, terus kenapa lo malah mau ninggalin gue? Nanti kalau gue butuh apa-apa gimana?"

"Hah?" Thania terkejut namun sedetik kemudian ia paham.

"Iya-iya Gibran. Aku minta maaf, kamu butuh sesuatu atau apapun? Aku bisa-"

"Gue laper."

"Kamu laper? Kamu mau makan apa? Aku bisa beliin buat kamu."

"Beli? Emang lo gak bisa bikin sendiri?"

"Bisa, tapi kamu mau makan masakan aku?"

"Lo jadi mau bikinin gue makan atau ngoceh terus disini, hah?"

"I-Iya-Iya. Aku bikinin kamu makanan sekarang." Thania menjauhkan dirinya dirinya dari tubuh Gibran dan segera berlari kecil keluar kamar.

Karena Gibran sedang sakit, ia rencananya akan membuatkannya bubur yang sehat, juga karena bubur mudah dibuat dan cepat.

Tidak butuh waktu lama, bubur sudah jadi. Wanita itu menambahkan daun seledri diatasnya dan sekarang ia tinggal membawanya ke kamar Gibran. Pria itu pasti sudah kelaparan.

Pintu terbuka dan Thania masuk. Wanita itu menaruh nampan berisikan semangkuk bubur dan segelas air putih. Tidak lupa ia juga membawakan obat untuk pria tersebut.

"Ini Gibran, aku bikinin kamu bubur soalnya aku bingung mau bikin apa. Semoga kamu mau makan ya." Ucap Thania sembari menyodorkan mangkuk tersebut.

Gibran menghela nafasnya. "Lo tau gue lagi sakit, terus gue disuruh makan sendiri?"

Thania gelagapan dan kemudian ia menarik tangannya kembali.

"A-Aku boleh suapin kamu?"

Tidak ada jawaban. Thania masih tidak melakukan apapun karena menunggu jawaban dari Gibran.

"Ya."

Setelah mendengar jawaban dari pria itu, Thania mulai menyendokkan bubur tersebut lalu meyuapkannya ke arah mulut Gibran. Gibran-pun membuka mulutnya dan menampung bubur tersebut didalam mulutnya.

Gibran melihat tangan Thania gemetar saat menyuapinya. "Lo grogi?" Thania mengangguk pelan, namun ia kini mulai membiasakan diri untuk tidak grogi.

Ini adalah tugasnya sebagai seorang istri yang harus merawat dan melayani suaminya. Walau Gibran belum bisa menerimanya, tapi setidaknya ia harus bisa berbakti kepadanya. Ada rasa haru serta bahagia yang menyelimuti hatinya karena selama ini ia tidak pernah merasakan bagaimana mengurus suaminya sendiri, bahkan kini Gibran juga tidak menolak ataupun marah padanya. Malah pria itu sendiri yang memintanya untuk tetap tinggal dan merawatnya.

Dengan telaten Thania menyuapi Gibran sedikit demi sedikit. Setelah buburnya habis, Thania menyodorkan segelas air untuk Gibran.

"Gibran habis ini kamu langsung minum obat ya."

Thania mengambil obatnya dan memberikan obat tersebut yang langsung diterima oleh pria itu.

"Lo gak kerja?"

Thania melirik jam yang ada didinding kamar Gibran. Sekarang sudah jam delapan lewat, ia sudah sangat telat jika memaksa tetap pergi bekerja.

Ia memutuskan untuk tidak masuk hari ini karena ingin di rumah merawat Gibran.

"Enggak. Aku gak kerja. Aku mau ngerawat kamu sampai sembuh. Aku minta maaf karena kemarin aku gak tau kalau kamu sakit dan aku malah ninggalin kamu di rumah sendirian." Ucap Thania dengan nada bersalah.

"Mm."

"Ya udah kamu istirahat ya. Kalau kamu butuh sesuatu, panggil aku."

Thania mengambil kembali nampan tersebut dan langsung berjalan keluar kamar.

***

Selesai mencuci piring, Thania menelpon atasannya untuk meminta izin kalau dia tidak akan masuk ke kantor hari ini.

Setelah menutup sambungan teleponnya, Thania menaruh ponselnya diatas meja. Namun baru saja ia taruh ponselnya langsung berdering. Thania melihat nama si penelponnya, Andre. Pasti pria itu akan menanyakan kenapa ia tidak bekerja hari ini. Pikirnya begitu.

"Halo Andre?"

"Halo, Thania? Gimana keadaan kamu?"

"Aku baik-baik aja, ada apa?"

"Gak ada apa-apa, aku Cuma mau minta maaf karena aku gak bisa jemput kamu hari ini karena aku ada meeting pagi dan mendadak."

"Gak apa-apa Andre. Oh iya, nanti kamu jangan jemput aku di kantor ya."

"Kenapa?"

"Aku mau pergi sama temen aku."

"Oh ok, kamu hati-hati ya."

"Iya."

Andre mematikan sambungan teleponnya. Terpaksa Thania harus berbohong pada pria itu, kalau ia tau dirinya tidak masuk kerja hari ini. Ia yakin, pria itu pasti akan menanyakan alasannya atau mungkin langsung datang ke rumahnya.

Disisi lain ternyata Gibran sedang menguping pembicaraan Thania dengan Andre di telepon. Ia terkejut saat mengetahui bahwa selama ini Andre sering datang ke rumahnya dan mengantar jemput Thania.

"Jadi hubungan mereka udah sejauh itu? Bisa-bisanya gue gak tau kalau ternyata Thania udah selingkuh dibelakang gue." Batin Gibran.

---

Tinggalkan Vote bagi yg belum dan komennya ya, Thank you!

Thania [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang