Bab 55

109K 5.5K 179
                                    

07.30

Semua makanan sudah siap di meja makan, tentu bukan Thania yang memasak. Selesai makan, Gibran mengajak Thania untuk jalan-jalan. Kali ini berbeda karena Gibran membawa Thania pergi dengan menggunakan motor.

"Kamu yakin?" Gibran mengangguk mantap.

"Kenapa gak naik mobil?"

"Gapapa. Pengen ajak kamu cobain naik motor aku, sekalian biar bisa menikmati udara pagi."

"Tapi aku gak ada helm."

Gibran mengambil kotak besar lalu menyodorkannya pada wanita itu.

"Ini apa?"

"Buka aja."

Thania membukanya dan ternyata isinya adalah helm dengan motif bulan dan matahari.

"Lucu banget gambarnya."

"Sini." Gibran mengambil helm tersebut dari tangan Thania, lalu memasangkannya di kepala istrinya.

"Kalau kamu yang pake jadi tambah lucu."

***

"Danau? Kamu ajak aku ke danau?"

"Iya."

"Kenapa?"

Tidak ada jawaban, pria itu langsung menggandeng tangan Thania dan membawanya agar lebih mendekat ke danau tersebut.

"Mau berenang?"

"Hah? Berenang? Gak maulah. Aku gak mau berenang disini, gak bisa berenang juga."

"Kan ada aku."

"Gak mau. Lagian aku gak bawa baju ganti, kamu juga gak bilang."

"Kalau bilang-bilang namanya bukan kejutan dong."

"Ya tapikan-."

"Sini ikut."

Thania tak pernah melepaskan tangannya dari lengan Gibran. Kemanapun pria itu pergi, Thania akan ikut. Jika diizinkan.

"Duduk sini."

Thania-pun mengikuti instruksi dan ikut duduk disamping Gibran.

Pandangan mereka sama-sama menatap lurus ke depan. Perlahan Gibran menoleh dan menatap dunianya. Sesuatu yang dulu pernah ia buang, kini malah menjadi candu baginya.

Wajah cantik itu, mampu membuatnya terkagum setiap saat. Mata indah itu, selalu jadi pusat cerita kebenarannya. Serta hati yang tulus itu, mampu mengubah segala dunianya. Apapun akan ia lakukan untuknya. Mungkin kalian akan mengira bahwa Gibran bucin dengan Thania, tapi ya memang itu kenyataannya sekarang.

"Thania."

Wanita itupun menoleh, "kenapa?"

"Kamu cantik."

"Gak usah gombal ih!"

"Aku serius."

"Iya, kalau aku cantik terus kenapa?"

"Gapapa, yang penting udah jadi milik aku."

"Aneh. Kamu makin lama jadi aneh tau."

"Gara-gara siapa?"

"Gak tau, emang gara-gara siapa?"

"Kamu."

"Aku lagi."

"Emang kamu."

"Apapun yang kamu katakan juga selalu berkaitan tentang aku."

"Itu tau."

"Gak jelas."

"Kamu tau gak kenapa kalau aku ngomong selalu tentang kamu?"

"Kenapa?"

"Karena, yang pertama dunia aku itu kamu, kedua hidup aku itu kamu, ketiga masa depan aku itu kamu, keempat nafas aku itu kamu, kelima belahan jiwa aku itu kamu, keenam cinta sejati aku itu kamu, ketujuh istri aku itu kamu, kedelapan-"

"Cukup-cukup... udah cukup, kamu malah makin jadi tambah aneh."

Thania geleng-geleng kepala saat mendengar ucapan Gibran barusan, suaminya itu selalu membuat hal-hal aneh tapi bisa membuatnya terbang sampai ke langit.

"Oh ya aku mau nunjukin ini." Gibran mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya.

"Apa itu?"

"Gelang, bagus gak?"

"Gelang?"

"Iya, gelang ini buat aku karena pasangan sama kalung kamu."

"Tapi kenapa bentuk matahari?"

"Karna aku bulannya."

"Hah? Maksudnya?"

"Kamu taukan kalau bulan itu gak bisa memancarkan cahayanya sendiri?" Thania mengangguk.

"Cahaya bulan itukan dari matahari, nah matahari aku itu kamu. Nama kamu Thania Grasellya Shine, Shine artinya bersinar, sinar itu berasal dari pusat tata surya yaitu matahari. Jadi bulan gak akan bisa bersinar tanpa matahari, sama seperti aku yang gak bisa hidup tanpa kamu."

Bagai diserang oleh ribuan kupu-kupu dihatinya. Thania benar-benar tersipu malu, ia merasa dibawa terbang oleh kupu-kupu tersebut. Bagaimana ini? Ia ingin berteriak dan menjerit karena kebahagiaan ini.

"Kamu tuh selalu bisa aja ya bikin aku terbang."

"Jangan terbang, kamu udah jadi milik aku. Aku gak akan izinin bidadari secantik kamu lepas lagi."

"Udah Gibran! Aku udah malu banget ini, kamu gak berhenti gombalin aku terus!"

"Jadi kamu ngambek nih?" Gibran menoel pipi Thania yang sudah memerah, ia senang sekali saat melihat wanita itu merona.

"Aku gak ngambek!"

"Merajuk?"

"Gak!"

"Mau es krim gak?"

"Emang aku anak kecil."

"Jalan-jalan lagi yuk."

"Kemana?"

"Honeymoon."

"Hah?"

"Iya, maukan?"

"Ngapain honeymoon, kan kita bukan pengantin baru."

"Emang kalau honeymoon itu harus jadi pengantin baru dulu ya? Kalau gitu kita nikah aja lagi biar kita bisa pergi honeymoon."

"Ya gak gitu juga!"

"Terus gimana? Aku pengen bahagiain kamu. Kan setelah kita nikah, kita gak pernah honeymoon."

Gibran merubah posisinya jadi menghadap Thania, lalu mengambil kedua tangan istrinya.

"Aku pengen kamu bisa ngerasain apa yang dirasain sama wanita lain. Selama ini aku gak pernah peduli sama kamu, dan sekarang aku mau nebus semuanya. Gak ada kata terlambat, kan?"

Thania mengangguk, "Iya aku mau pergi honeymoon sama kamu."

Gibran mencium tangan Thania lalu pindah ke kening.

---

Vote dan komen, thank you!

Thania [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang