#29 - Cari Angin

2.5K 457 556
                                    

haiii.

votes chapter sebelumnya belum mencapai 350, but it's okay!!! here's an update for you guyss. terima kasih buat yang udah vote dan comment di chapter sebelumnya!!!

ayo ramein chapter iniiii

happy reading!

***

Om Tara kecelakaan. Singkatnya, Om Tara sedang mengendarai mobilnya pulang setelah menyelesaikan pekerjaan di kantor—yang sebenarnya bisa saja dikerjakan di rumah, tapi Om Tara tidak mau menganggu waktu bersantai dengan keluarganya. Namun tiba-tiba, ada seekor kucing yang menyeberang di depan mobil, bikin Om Tara yang memang agak sedikit tidak fokus karena kelelahan langsung membanting setir, membuat mobil menabrak pembatas jalan.

Untungnya saja meski sempat kehilangan kesadaran untuk beberapa saat, Om Tara sudah kembali sadar. Keadaannya juga tidak parah dan mungkin hanya memerlukan bed rest selama beberapa hari, namun Cakra tetap merasa harus ke sana. Om Tara adalah adik yang paling dekat dengan Ayah semasa hidupnya, membuat Cakra merasa ia bertanggung jawab untuk menggantikan posisi Ayah karena jika Ayah masih ada, tentu saja Ayah akan langsung pergi ke rumah sakit di detik pertama beliau mengetahui kabar ini. Selain itu, Tante Lala—istri Om Tara—sedang berada di Bali sekarang, dan mungkin akan tiba di Jakarta paling cepat pukul 3 nanti.

"I'll go with you." Jasmine langsung menyahut begitu Cakra bilang kalau ia harus bertolak ke rumah sakit sekarang.

"Udah malem, lo harus istirahat."

"Tapi—"

"Dan gue nggak suka ngeliat lo ada di rumah sakit lagi. Untuk alasan apapun. Seenggaknya untuk sekarang." Tidak ada raut jenaka atau tengil yang biasanya tidak pernah absen menghiasi wajah Cakra. Ia sama sekali tidak bercanda. Pemandangan Jasmine berada di rumah sakit hanya akan mengingatkan Cakra pada peristiwa tempo hari, peristiwa yang hampir merenggut nyawa adik perempuannya itu.

Jasmine jelas masih punya banyak amunisi untuk menyela, namun ini bukan saat yang tepat. Pada akhirnya, ia mengalah.

Lantas, Cakra memindahkan perhatiannya pada Sabda yang sejak tadi hanya diam memperhatikan perbincangan kakak-beradik itu. "Sab, lo lagi buru-buru—"

"Enggak." Sabda menjawab terlalu cepat. Kalau saja Cakra sedang tidak diliputi oleh rasa khawatir, sudah pasti ia akan menghadiahkan tatapan penuh kejulidan pada pemuda itu.

"Kalau gitu lo bisa stay di sini dulu? Jagain Jasmine sampai gue pulang."

Sabda berdeham. Well, memang tidak etis kalau ia merasa bahagia sekarang, tapi tetap saja, perasaannya tidak bisa dibohongi. Kalau saja Sabda bisa berteriak kegirangan sekarang, pasti bakal dia lakukan. "No problem."

"Alright. Gue cabut dulu." Cakra kemudian kembali menatap Jasmine. "Sana bobo. Sabda bakal jagain lo di sini."

Cakra mencium puncak kepala adiknya singkat sebelum kemudian pergi dengan langkah tergesa. Sabda dan Jasmine yang kini telah ditinggalkan berdua mendadak canggung, entah kenapa. Keduanya sama-sama berdehem canggung, kemudian tanpa sengaja menatap satu sama lain hanya untuk membuang muka dengan cepat di detik selanjutnya.

"Lo udah ngantuk?" Sabda akhirnya bersuara, memecah hening di antara keduanya.

Jasmine menggeleng. "Belum."

"Belum ngantuk atau masih belum rela pisah sama gue?"

"Ew. Pede lo dari awal kita ketemu sampai sekarang ternyata nggak berubah sama sekali, ya." Padahal bener sih, tapi tentu saja Jasmine tidak akan mengakuinya secara gamblang.

Rule #1: Don't Date Your Friend's Sister!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang