haiiii.
ayok kita pasang target lagii!!!
karena kali ini aku mau coba pakai target votes juga, jadi target komentarnya masih sama seperti sebelumnya. 300 votes dan 700 komentar untuk chapter selanjutnya.
readyyyy????
happy reading!!!
***
Menjelang pukul 9, barulah Cakra dan Jasmine pulang dari panti asuhan. Masih ada jejak-jejak senyum di wajah mereka saat mereka sudah masuk ke dalam mobil—hasil bersenang-bersenang sejak sore tadi bersama anak-anak panti.
Begitu Cakra duduk di balik roda kemudi, ia langsung mengeluarkan polaroid yang memuat sosok dirinya dan Jasmine—hasil foto Tania tadi, lantas meletakkannya bersama dengan polaroid ia dan ayah di dashboard mobil.
"Udah lengkap sekarang."
Cakra tersenyum, menatap sekilas Jasmine yang tampak terdiam di tempatnya. Jika satu bulan lalu ada yang bertanya pada Cakra apakah ia akan menerima sosok di sampingnya ini sebagai saudara perempuannya, Cakra mungkin akan mengeluarkan seluruh kata-kata paling sadisnya sebagai penolakan. Namun justru sekarang, Cakra merasa dirinya perlahan-lahan kembali utuh karena Jasmine setelah mereka kehampaan besar usai kepergian ayah.
"Inget weekend ini pergi ke rumah sakit untuk lepas jahitannya. Bareng gue, kan? Eh, nggak usah dijawab. Lo nggak ada pilihan lain. Udah pasti perginya bareng gue."
Jasmine merengut meski diam-diam, ada segaris senyum yang tengah berusaha ia sembunyikan. "Dih, kok gitu? Kan bisa aja gue pergi sama Selena? Atau sama Theo? Atau sama—"
"Semua nama yang lo sebutin itu bukan kakak lo. Kakak lo cuma gue."
Jasmine mengernyit geli. "I'm not gonna lie. Gue masih geli kalau lo nyebut diri lo sendiri sebagai kakak gue begitu."
"Loh, kok gitu sih sama kakak?"
"Stop!" Jasmine menutup telinganya sambil tertawa bikin Cakra ikut tergelak juga.
"Kakak sedih nih."
"If you don't stop, i'm gonna jump out of this car!"
"Loh jangan dong, nanti kakak sama siapa kalau adek lompat?"
"I'LL PUNCH YOU RIGHT IN THE FACE AFTER THIS!"
Gelak tawa keduanya benar-benar menggema di dalam mobil. Ada hangat yang memeluk, sesuatu yang sempat keduanya rindu untuk rasakan. Hangat yang Jasmine damba sepanjang hidupnya. Hangat yang sempat hilang bagi Cakra usai kehilangan ayah.
"Tapi jujur nih ye, gue sebenernya nggak mau balik ke rumah sakit lagi." Cakra berkata usai tawa keduanya mulai mereda.
Kening Jasmine berkerut mendengarnya. "Kenapa gitu?"
"Terakhir kali gue pergi ke rumah sakit sebelum lo kecelakaan adalah saat gue harus kehilangan ayah untuk selamanya." Jeda sejenak. Cakra menarik nafas panjang, berusaha mengatur raut wajahnya agar terlihat setenang mungkin. "Saat lo kecelakaan, lo tau apa permohonan gue sama Tuhan?"
Jasmine hanya bisa menggeleng. Semua kata yang ingin ia suarakan mendadak berhenti begitu saja di ujung lidah.
"God, don't take this one away from me."
Jasmine tertegun.
Cakra tahu dirinya bukan seorang pemeluk agama yang taat. Waktu makan saja masih sering lupa untuk berdoa. Namun kala itu, kala ia harus menyaksikan Jasmine terbaring di IGD dengan darah yang merembes di hampir seluruh pakaiannya, Cakra rasa ia tidak pernah memohon sekeras itu pada Sang Pencipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rule #1: Don't Date Your Friend's Sister!
RomanceSabda, Raka, Cakra, dan Bara punya semacam rules tak tertulis di dalam pertemanan mereka yang dibuat akibat satu masalah yang pernah terjadi dulu: Jangan pacaran dengan saudara satu sama lain. Sejauh ini sih, peraturan tersebut bukanlah sesuatu yang...