haiii.
sudah siap dengan kerusuhan chapter ini?
jangan lupa ramein chapter ini!!!
happy reading!
***
"Temen gue lagi siap-siap mau otw ke sini." Cakra memberitahu usai membaca chat yang baru saja Selena kirimkan padanya.
Jasmine menyipitkan mata, ada kecurigaan di wajahnya. Ia menatap lekat-lekat Cakra yang duduk di seberangnya. "Beneran temen?"
Cakra mengangguk singkat sambil mencomot kentang goreng yang belum tersentuh sejak 5 menit lalu—keduanya sepakat untuk menunggu teman Cakra datang terlebih dahulu agar bisa makan bersama-sama.
"Tapi kayaknya lo kelihatan seneng banget padahal cuma mau makan bareng di McD."
Kunyahan Cakra seketika melambat. Pemuda itu berdehem singkat sebelum meraih minuman bersodanya dan meneguknya. Reaksi itu jelas bikin Jasmine kian sangsi. Soalnya ekspresi Cakra ini bukan ekspresi cengar-cengir nggak jelas biasanya pemuda itu kalau sedang membahas soal wanita. Ada sesuatu yang berusaha ditahan di dalam matanya, sesuatu yang ingin pura-pura Cakra anggap tidak ada, namun nyatanya, ia terlalu payah untuk bisa melakukannya. Karena semuanya masih terlihat begitu jelas di mata Jasmine.
"Ya gue seneng aja kalian akhirnya bisa kenalan."
Jasmine mencibir. "Bohong banget."
"Beneran, adek—"
"Siapa ya yang waktu itu bilang ke gue kalau nggak jago bohong itu salah satu hal yang diwariskan Ayah ke kita berdua itu?"
Cakra menghela nafas, tahu ia tidak lagi bisa membantah pertanyaan retorik Jasmine barusan. "Gue lagi nggak mau pacaran dulu."
Ekspresi kemenangan Jasmine seketika lenyap, diganti dengan sebentuk rasa heran. "Hah? Kenapa?"
Cakra mengedikkan bahu sambil meneguk minumannya. "Gue lagi mau fokus ke lo dulu. Mungkin 4 atau 5 tahun lagi baru gue bakal mikirin soal pacaran lagi—"
"Kok gitu?!" Suara Jasmine mendadak meninggi.
"Ya emangnya kenapa?"
"Gue bukan anak kecil, Cakra. I can take care of myself. Dan lo juga bisa tetap fokus sama gue tanpa harus nggak punya pacar kayak gini."
Cakra membuka mulut sedikit, tampak ingin mengatakan sesuatu sebelum di detik selanjutnya memutuskan untuk bungkam. Ada senyap sebentar, sebelum kemudian, Cakra akhirnya bersuara lagi.
"22 tahun."
Jasmine mengangkat alis tak mengerti. "Hm?"
"22 tahun." Cakra kembali mengulang. "Itu rentang waktu yang gue habiskan tanpa lo di dalam hidup gue. Di dalam 22 tahun itu, gue mendapat kasih sayang yang berlimpah dari Ayah, bisa bertemu Ayah kapan aja gue mau. Gue punya keluarga yang mencintai gue. Keluarga yang bikin gue merasa cukup meski tanpa peran seorang ibu. Dan di dalam 22 tahun itu juga, lo, adik gue, diperlakukan nggak pantas untuk sesuatu yang sama sekali bukan salah lo."
Jeda. Jasmine tercekat, Cakra menarik nafas.
"Gue ingin menebus 22 tahun itu. Dan bahkan 4 atau 5 tahun yang akan gue pakai untuk fokus sepenuhnya sama lo aja gue rasa nggak akan bisa bener-bener menebus semua 22 tahun itu." Cakra berkata. "Kalau lo tanya apa gue suka sama temen gue ini, yes—yes i do. I like her."
Cakra pernah bertemu perempuan yang parasnya lebih mempesona dibandingkan Selena. Namun sesuatu tentang gadis itu, tentang bagaimana ia terlihat seperti anak manja yang tidak bisa apa-apa karena selalu berikan ini-itu oleh orang tuanya sejak kecil, namun ternyata punya pemikiran yang luas. Tentang cerita-cerita kecil yang gadis itu bagi saat mereka sedang bertukar pesan. Tentang mimpi tingginya yang terpaksa ia kubur dalam-dalam karena tahu sampai kapanpun, mimpi itu tidak akan pernah bertranformasi menjadi kenyataan. Tentang api yang membara di matanya saat membicarakan mimpinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rule #1: Don't Date Your Friend's Sister!
RomanceSabda, Raka, Cakra, dan Bara punya semacam rules tak tertulis di dalam pertemanan mereka yang dibuat akibat satu masalah yang pernah terjadi dulu: Jangan pacaran dengan saudara satu sama lain. Sejauh ini sih, peraturan tersebut bukanlah sesuatu yang...