[ BAB 10 ]

83 4 1
                                    

“ki!!!”
Teriak agista memanggil kiara di ujung koridor depan kelas mereka.

Ia menatap agista dan melambai.

“hei, gi”
Balasnya.

“Yuk!!!”

Mereka berdua pun masuk ke dalam kelas bersama Di ikuti guru geografi di belakang mereka. Jam pertama hingga jam ke tiga sampai istirahat di isi dengan mata pelajaran geografi, ibu marsidah sebagai pengajarnya. Gurunya asik, belajar kami ringan namun penuh makna. Dia sangat pandai dalam mengajak kami larut dalam ajarannya.

“oh, ya. Ibu minta untuk buku khusus geografi di sampul warna putih, satu catatan dan satu latihan” jelasnya.

“dan satu lagi tulisan kalian harus rapih, kalian sudah besar. Ibu malas jika membaca tulisan ceker ayam paham!!” sambungnya.

“iya, bu!!!”

Kemudian mereka kembali fokus dengan tugas esai yang di berikan kepada mereka, esai halaman 10 dengan isian 10. Harus di kerjakan selesai hari ini juga, pas bel berbunyi semuanya harus di kumpul. Tanpa alasan lagi.

Setiap pertanyaan di baca dengan teliti, kelas terasa hening. Semua larut mencari jawaban yang benar, agar bisa mendapat nilai yang sempurna.

“gi!!!” desis kiara.

“eumh, kenapa?” agi berbisik.

“pemuda kemarin bagaimana? Dia sudah keluar dari rumah sakit?”.

Benar juga, agi belum dengar prihal itu. Dia juga belum melihat ayah pulang tadi malam.

“entahlah ki, mungkin belum deh”

“gitu. Eh, gimana kalau nanti kita jenguk dia?”

“eumh, iya”

Kemudian mereka kembali menyelesaikan tugas mereka, agi tidak bisa di ajak berbincang disaat dia tengah fokus mengerjakan sesuatu.

¤¤¤¤¤

11:26 wib

Agista dan kiara izin untuk ke perpustakaan saja kepada ketua kelas, ibu mei tidak masuk padahal dia ada. Ibu mei bilang mereka boleh duduk santai di kelas asal tidak keluyuran.

Agi dan kiara memutuskan ke perpus saja, mereka malas jika harus bengong menatap tingkah teman yang aneh di kelas dan mendengarkan celoteh teman teman mereka tanpa hentinya.

Perpustakaan ada di antara kelas ipa 1 dan juga lab komputer, jadi mereka setidaknya melewati empat ruangan. Sekolah terlihat sepi dari luar, semua kelas tengah belajar mungkin. Hanya beberapa murid dan guru yang keluyuran, mungkin mereka ada tugas dan tujuan sendiri. Seperti mereka saat ini.

Pintu perpustakaan terbuka lebar, siapa saja boleh berada disana. Tidak ada larangan, namun walau begitu hanya segelintir orang yang sudi berada disana.

“siang bu!” sapa agi dan kiara.

Ibu triska, penjaga perpustakaan. Dia disini sejak lulusan ke 4, jadi sudah cukup lama dia berada di sekolah ini. Orangnya ramah, tapi galak saat murid tidak bisa diam saat dalam perpus atau juga kala tidak tepat waktu mengembalikan buku pinjaman.

“gi, kau tahu enggak?” bisik kiara.

“apa?”

Mereka hanya bisisk bisik tetangga, dilarang bicara keras keras saat disini. Supaya rileks saat membaca dan tidak mengganggu seisi ruangan.

“kak mali!!!” ucap kiara girang.

“iya, kenapa?”

“dia ngajakin aku diner dong!!!”

“apa? Beneran” tanya agista tak percaya.

“eumh, iya”

“woah, selamat ya”

Mereka begitu bahagia dengan berita kiara, sampai tidak sadar suara kegirangan itu mengganggu seisi perpus.

“stttt” desisi bu triska.

Agi dan kiara menutup segera mulut mereka, jangan berisik. Ini perpustakaan bukan pasar.

Dua gadis belia itu hanyut dalam cerita kiara yang bahagia bisa chattingan dengan kak mali sampai di ajak diner olehnya. Dan orang yang sedang dibicarakan pun muncul tepat di hadapan mereka secara tiba tiba, atau bukan tiba tiba deh. Sepertinya dia menguntit.

“hai!” ucapnya ramah.

Pemuda bernama mali itu cukup membuat mata enggan berkedip. Oh tuhan, apa sekolah ini berisikan cowok tampan semua. Wajah yang tegas, kacamata bulat bertengger di atas hidung perosotan. Rambut hitam pekat dan alis yang tebal, oh mata awas jangan sampai kekeringan.

“hai, kak mali” kiara tersenyum kepadanya.

“nanti jadikan, dinernya?”

“eumh, iya”

Tersenyum lagi, agi tak dapat memalingkan pandangan dari pemuda yang ada di hadapannya ini.

“hei, gi!” senggol kiara menyadarkan agi yang hampir terbang.

“a-h, iya!”

“kak mali, ini teman aku agista” kiara memperkenalkan sahabatnya itu.

“hai, agista. Panggil saja agi”

“hai, mali. Muhamad malidan pranata” balasnya.

“ya, sudah aku pergi dulu ya” pamitnya.

Dua gadis itu tersenyum dungu, wajahnya memerah malu. Jantung ikut berdendang berirama lembut membuat hanyut dalam lembaran khayalan.

“kak mali”.

¤¤¤¤¤

Senin, 19 july 2021
Ten a days
Talang bulang

Semoga suka
Jangan lupa vote ya
Terima kasih

I WANT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang