Part 32: Contriteness

75 19 4
                                    

              Hallo! Kalian apakabar? Untuk kalian yang pengen kasih masukan berupa saran/kritik boleh komen atau DM, bisa juga kalau ingin bermutual di twitter bisa mampir ke @himawaridongi. Oh ya, btw jangan lupa streaming MV dan stay support iKON dan B.I dengan Solo Debutnya.

Happy Reading^^

           Dongi menatap suasana kamar yang terasa kosong, tidak ada Eve disitu. Eve memilih tidur bersama Dio. Sejak semalam, tidak ada penolakan sama sekali dari Dongi. Ia belum memutuskan apakah ajakan Eve untuk berpisah adalah pilihan yang tepat? Dongi pun masih berkabung atas meninggalnya Annara.

"Ayo kita cerai."

"Aku sudah lelah dengan semuanya."

            Ia masih terjaga sampai sinar matahari mulai terbit, Dongi masih bersandar dipinggiran kasur sambil menundukkan kepalanya. Posisi yang tak berubah ini membuat badannya mati rasa, namun seakan ia tidak peduli akan hal itu.

            Eve melewati kamarnya dengan Dongi, mendapati pintu tidak tertutup membuat rasa penasarannya muncul. Arah matanya tertuju pada suaminya yang sedang terduduk sambil meratapi kesedihan. Eve mengerti keputusannya ini tidak mudah bagi Dongi. Bagaimanapun, ia memiliki tanggung jawab untuk membuat Alea dan Dio mengerti dengan keadaan Mama dan Papanya.

            Suara pintu sedikit terdengar karena Eve tidak sengaja mendorong pintu supaya lebih lebar, hal itu membuat Dongi menoleh ke asal suara. Keduanya saling adu pandang. Eve terlihat canggung.

"K-kamu udah bangun?" Pertanyaan pertama dari Eve hanya digubris oleh anggukan suaminya. "Kalau gitu—aku kebawah dulu." Eve berkata dengan kikuk.

Kantor Bobby, 11.04 AM

           Pagi ini masih dengan kegiatan yang sama, berutat dengan berkas-berkas penting. Bobby terlalu banyak berpikir, didepan layar sudah ada beberapa schedule yang sudah disiapkan oleh sekretarisnya. Tiba-tiba ada suara keributan di depan ruangannya, seorang wanita membuka pintu ruangannya dengan paksa. Bobby sempat tidak menggubris karena terlalu fokus.

"BOBBY!!!"

"Hmm? Tumben kamu kesini. Ada ap—" Belum sempat Bobby menyelesaikan ucapannya, sebuah tamparan mendarat di pipi kanannya. Bobby sangat terkejut, begitupun dengan sekretarisnya yang menyaksikan ini secara langsung. "Kamu apa-apaan sih?!"

           Ruby melempar sebuah amplop keatas meja kantor Bobby. Bobby menatap Ruby keheranan, karena seingatnya ia tidak mencari masalah apapun pada dokter ini. Tapi begitu ia membuka amplop itu, Bobby kembali terkejut.

"Oh shit—"

"See? Ini semua gara-gara kecerobohan kamu ya!! Kalau kamu pakai pengaman, enggak akan jadi seperti ini!"

"Oh God! I'm gonna be a Daddy?" Teriak Bobby, Ruby melotot kearah lelaki yang ada dihadapannya ini. Sungguh, ini diluar prediksinya. Sebagai seorang yang memiliki prinsip tidak akan menikah sampai kapanpun sangat merasa dirugikan, namun berbeda dengan ekspresi Bobby yang malah antusias dengan kabar ini.

           Ruby menjatuhkan dirinya keatas sofa sambil memijat keningnya, rasa pening kembali muncul karena hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa ia positif hamil. Bobby sedikit terkekeh lalu duduk disampingnya.

"Aku bakal tanggung jawab."

"Itu bukan solusi."

"Itu satu-satunya solusi, Ruby."

"Bodohnya aku—bodohnya..." Ruby terus menepuk dahinya karena merasa kesal. Lalu Bobby menyentuh kedua tangannya, berniat untuk menghentikannya. "Aku harus gimana?"

Choice Of Love (COMPLETE)Where stories live. Discover now