Chapter 5

659 30 0
                                    

Esoknya fajar telah menyongsong, lalu dibarengi oleh ayam jago berkokok. Udara pagi hari begitu dingin, embun yang menempel pada kulit lembut. Raihanah mengobrol untuk mengizinkannya pergi sebentar ke rumah, karena Ibunya sedang sakit. Ia telah lima belas hari menikmati hidup di kampung ini.

Raihanah sekalian mengajak untuk menjenguk Ibunya. Namun menolak, Kakeknya tidak kuat lagi dalam perjalanan jauh.

Raihanah mulai ragu untuk pulang. Terlihat rasa kecemasan Kakek Imran ketika ia harus pulang. Namun, kekhawatiran terhadap Ibunya sangatlah besar. Ia menyakini bahwa rasa rindu dan cintanya akan menyembuhkan ibunya.

"Kemungkinan bila Rai bertemu dengan mereka, perhatian yang telah hilang akan kembali lagi Aki, Ibu akan memperhatikan lagi seperti masa kecil. Jadi, ijinkan Rai buat pergi Aki," rengek Raihanah.

"Bila telah selesai urusan yang disana. Rai akan kembali kesini. Janji deh."

"Pergilah temui Ibumu. Sampaikan kepadanya kalo Aki merindukannya," ucap Kakek Imran.

"Meski Aki ini sangat kecewa pada perlakuan Ibumu yang sikapnya tidak pernah memperdulikan keluarganya sendiri. Ia hanya mementingkan reputasinya untuk dirinya sendiri dan untuk mendapatkan keuntungan. Beruntung sekali Aki memiliki seorang cucu yang sangat cantik jelita namun tidak sama sikap dan sifatnya seperti Ibumu. Allah telah menyadarkanmu dan semoga Allah juga akan menyadarkan ibumu."

"Aamiin Aki. Rai juga bersyukur dikasih rasa cinta dan kasih sayang oleh Kakek. Dari kecil tidak merasakan seperti itu. Ketika teman-teman memilikinya kenapa Rai merasa tidak ada yang diperdulikan. Hati Rai sedih hanya tatapan yang merasa iri. Dan Allah telah mentakdirkan Aki yang memberikan yang Rai butuhkan selama ini," ucap Raihanah merasakan kesedihan yang mendalam.

"Dengarlah hati kecilmu, Cu. Meski begitu, itu adalah orang tua kandungmu. Meski sedih kalo ini pertemuan terakhir," ujar Kakek Imran.

"Ingat pesan Aki, hati-hati jangan ngebut kalo sudah sampe segera kabarin Aki."

Raihanah melaju dengan mobilnya. Jalanan sangat ramai dan tersendat macet. Beberapa menit kemudian, kembali normal ia melajukannya kembali dengan cepat. Sesampainya dirumah, terlihat tidak ada siapapun.

Padahal ini di hari minggu pada siang hari Raihanah tiba dirumah. Perasaan khawatir terhadap Ibundanya sangat terselimuti. Lalu Raihanah mengetuk pintu dan terbuka oleh Mbok Yem. Pelukan hangat yang diberikan Mbok Yem sangat terasa dikala waktu kecil.

Lalu, Raihanah bergegas berlari menuju kamar Ibunya yang berada di lantai dua. Setelah bertemu rasa rindu terbendung, Raihanah dekap erat-erat sang Ibu.

"Kamu datang juga Nak. Ibu kangen sama kamu."

"Iya Bu. Rai disini mau menjenguk Ibu," jawab Raihanah dalam dekapannya.

"Kamu harus janji jangan pernah ninggalin Ibu lagi ya. Kalo ngga Ibu akan makin parah sakit karena kamu ninggalin. Ibu tuh mikirin kamu terus," ujar Fatma.

"Bagaimana keadaanmu sehat? Nyaman istirahatnya? Makanannya dapet yang bergizikan."

"Udah ya Bu. Jangan banyak tanya dulu. Rai sangat baik-baik saja Bu. Rai sehat, seharusnya Ibu jangan sakit begini. Rai sangat mengkhwatirkan Ibu."

"Tuh kan, Rai khawatirkan pada Ibu. Jadi Rai ngga boleh pergi lagi ke kampung kakekmu lagi. Temani Ibu di sisa umur Ibu," Fatma memelas.

"Ngga bisa Bu, Rai betah disana. Setelah Ibu sudah pulih, Rai akan menemani Kakek, kasihan dia."

"Apa kamu tidak sayang ya pada kami. Kami yang telah membiayai segala kebutuhan di waktu sekolah dulu."

"Sudah sekarang Ibu istirahat saja, jangan terlalu banyak pikiran. Nanti akan berakibat kepulihan Ibu lagi. Rai permisi dulu mau salat dzuhur terlebih dahulu," ujar Raihanah.


Bersambung...

Cintaku Nyangkut di Kampung (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang