Chapter 4

822 29 0
                                    

Dia adalah Muhamad Ujang Firdaus, mempunyai lima adik yang ia harus nafkahi. Kedua orang tuanya telah meninggal dan ia diberikan amanah oleh Ibunya selepas meninggal pada saat melahirkan anak bungsunya.

Ayah Ujang meninggal ketika dia berusia 12 tahun karena kecelakaan dalam pekerjaannya sebagai kuli bangunan. Kelima adiknya itu, yang paling besar bernama Fatimah Zahra kelas 2 MA. Kedua Sayyidah Aisha Almaira kelas 3 MTS. Ketiga M. Fadlan kelas 1 MTS. Keempat M. Firman Suryawan kelas 6 SD. Terakhir si bungsu Cantika Syaila Putri berusia 5 tahun.

Raihanah mengelilingi rumahnya yang kecil. Terdapat dua kamar tidur yang sederhana. Lalu ada ruang depan yang hanya saja dialasi oleh karpet.

Terdapat juga dapur yang tidak luas beserta kamar mandinya. Ketika melihat berjajar piagam dan piala diatas meja kecil. Raihanah merasa tertegun, semuanya diperhatikan dengan seksama. Keseluruhannya 10 piala yang telah diraih oleh semua anggota keluarga.

"Kak Rai, kagum deh sama kalian semua."

"Iya, ini berkat perjuangan Aa Ujang yang selalu support dan memberikan dukungan. Dan Aa Ujang juga membuktikan amanah dari Umi untuk menjaga kami."

Kakek Imran terusik dengan keributan warga diluar. Ketika melihatnya ternyata Ujang dengan membopong adiknya, dia terlihat sangat panik.

Namun kasihan tidak ada yang mau membantu alasannya sibuk aktifitas pagi. Kakek Imran menyuruh Raihanah untuk membantu Ujang. Sebab Kakek Imran tidak sanggup berpergian jauh.

"Ngga ah, Rai mager," nolak Raihanah.

"Anak gadis ga boleh males-malesan, nanti keburu diambil orang amal kebaikannya," ujar Kakek Imran.

"Sana cepetan tolongin, kasihan," ujar Raihanah berdehem malas.

Lalu dia mengajak Ujang untuk mengantarkannya ke rumah sakit dengan menggunakan mobilnya.

"Ngga usah Neng. Saya nanti ngerepotin lagi."

"Sudahlah masuk aja, saya anterin. Takutnya kenapa-kenapa harus cepet dibawa ke rumah sakit," panik Raihanah.

"Ayo, masuk tunggu apa lagi."

Raihanah bergegas melajukan mobilnya secepat mungkin. Terdengar suara Ujang yang terus mengucapkan istigfar, sebab terlalu cepat mobil dilajukan. Raihanah tidak terlalu tahu rumah sakit dimana. Raihanah menanyakan dengan melihat spion depan.

Ujang lalu memberitahukan letak rumah sakit berada, dengan hati yang bergetar. Dalam waktu beberapa detik Raihanah melihat spion depan dan juga melihat jalanan. Terlihat Ujang sangat begitu sedih melihat adiknya dalam pangkuannya dalam keadaan pingsan.

"Neng, hati-hati bawa mobilnya. Jangan ngebut-ngebut. Asalkan kita sampai ke rumah sakit dengan selamat," protes Ujang.

"Tenang aja Kang, ini aman kok."

Sesampainya di rumah sakit, Raihanah segera memanggilkan perawat atau dokter yang sedang bertugas. Raihanah merasakan kepanikan, daripada Ujang yang dari tadi melihat aksi Raihanah merasa khawatir. Adiknya Ujang dibawa keruangan IGD yang dibawa dengan brankar.

Ujang begitu sangat resah. Ujang terus saja mundar mandir didepan ruangan IGD. Sambil memikirkan kecerobohan merawat adiknya sampai pingsan dan dibawa ke rumah sakit.

Terlebih lagi menyusahkan Raihanah dengan perasaan tidak enak karena harus utang budi. Raihanah menghampiri Ujang yang bersikap aneh. Lalu, Raihanah tertawa dengan tingkah yang dilakukan Ujang.


Bersambung...

Cintaku Nyangkut di Kampung (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang