Chapter 25

239 15 0
                                    

Keesokan harinya, Ujang mempersiapkan diri, mental, dan finansial untuk pergi ke rumah keluarga Raihanah. Adik-adiknya antusias untuk ikut bersamanya.

Namun, Ujang menolak dan ia berjanji akan membawakan oleh-oleh kepada mereka. Sorak sorai mereka mendengarnya dengan senyuman memperhatikan terhadap mereka.

Kemudian Ujang bergegas pergi dengan membawa ransel dan sekantung buah apel untuk keluarga Raihanah. Supaya orangtuanya merasa senang mencicipi buah apel manis yang diproduksi di kampungnya sendiri.

Ujang telah menginjakkan kaki di kota. Ramai orang yang berlalu lalang dipusat kota. Asap kendaraan tak bisa dielakan lagi. Klakson mobil sering didengarnya, mengingatkan mobil yang didepan segera maju dalam keadaan macet.

Lalu, Ujang berbelok ke sebuah perumahan elit. Dalam alamat yang dituju, rumah Raihanah mengarahkan ke perumahaman elit. Di setiap rumah terdapat nomor yang bisa dilihat di samping pagar tiap rumah.

Ujang sedang berada di depan rumahnya. Terlihat rumahnya elegan bergaya khas Asia. Berlantaikan tiga dengan luas halaman hampir sama dengan kebun apel di kampungnya.

"Assalamualaikum permisi," sapa Ujang.

"Waalaikumussalam Iya, maaf siapa ya? Dan mau bertemu dengan siapa?" jawab Mbok Yem.

"Saya dengan Ujang dari kampung Sukaharja. Apa Raihanah berada disini?"

"Oh iya, Non Raihanah benar ada sini. Silahkan masuk, Mbok akan panggilkan Non Raihanah dulu."

"Iya, terimakasih."

Dengan rasa takjub Ujang masuk dan melihat dari setiap sudut rumahnya.

Mbok Yem menghampiri Hans dan Fatma yang sedang sibuk mengerjakan berkas di ruang kerja.

"Maaf mengganggu Pak, Bu. Dibawah ada tamu yang mau mencari Non Raihanah!"

"Siapa Mbok?" tanya Fatma yang sedari tadi berkutat dengan laptopnya.

"Namanya Ujang Bu, dari kampung Sukaharja. Apa Mbok panggilkan saja Non Raihanahnya?"

"Tidak usah Mbok, biar saya saja yang menemuinya." Ucap Fatma. "Ngapain kemari sih, anak kampung itu."

"Kita temuin saja dia Bu."

Hans bersama Fatma menuruni anak tangga. Ujang melepaskan hormat terhadap mereka.

"Kamu yang datang dari kampung Sukaharja itu?"

"Iya Bu, Pak. Kenalkan saya Ujang" ujar Ujang sambil mengangkatkan tangannya.

Fatma dan Hans menepis tangan Ujang yang ingin bersalaman.

"Ada apa ya kamu kemari. Kita sangat sibuk tidak ada waktu untuk mengobrol lebih lama lagi."

"Maafkan saya Bu, Pak kedatangan saya mengganggu waktunya. Tapi saya berniat kemari mau bertemu dengan Raihanah ada kabar yang harus dibicarakan. Apa Raihanahnya ada?"

"Raihanah tidak berada di rumah. Baiknya kamu pulang saja."

Ujang menyesali kedatangan menemui Raihanah. Wajahnya menunduk ketika mereka tidak menerima kehadirannya. Ujang keluar dari rumah itu sambil membiarkan sekantung buah apel sebagai tanda hadiah darinya.

Di lantai atas Raihanah sedang bersedih yang menghadap kearah jendela. Mata airnya menyusut ketika melihat Ujang berada di halaman rumahnya.

"Kang Ujang !!! Ini Rai, Kang tunggu" teriaknya. Langsung Ujang melirik ke sumber suara dengan senyuman sumringahnya.

"Neng Raihanah, alhamdulillah ternyata ada di rumah. Tolong turun Neng ada yang Akang ingin sampaikan. Ini sangat penting" pinta Ujang.

"Tidak bisa Kang. Pintu kamar Rai terkunci. Tolong Kang Ujang pikirkan caranya, agar bisa Rai pergi dari sini. Ini sudah kelewat batas Kang."

"Maksudnya Neng Raihanah apa?" ujar Ujang merasa bingung dengan perkataannya. "Nanti saja kita bertukar pikiran. Sekarang selamatkan dulu Rai dari sini."

Ujang memandang ke sekitar, disebelah kanannya terdapat sehelai kain lumayan panjang dan terdapat pula tangga.

Kemudian Ujang melakukan aksinya, tangga yang berada dihadapnya direntangkan ke atas tepat ke arah kamar Raihanah. Ujang menaikinya sambil membawa sehelai kain. Langsung dilemparkan ke atas, dan ditangkap oleh Raihanah. Lalu, Ujang menjaga kain dari bawah sehingga menjadi kokoh.

Perlahan-lahan Raihanah turun melewati kain itu sampai menapaki tangga. Akhirnya, Raihanah sudah berada di depan Ujang. Lalu, Raihanah bergegas membawa Ujang meninggalkan rumahnya. Satpam yang berada di pos, melihat aksi kabur Raihanah.

"Non Raihanah tunggu!"

Langsung Pak Satpam mengambil gawai dari saku celananya untuk melaporkan kepada majikannya.

Bersambung...

Cintaku Nyangkut di Kampung (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang