"Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya."
[HR. Thabrani]***
Nafisa mengalihkan pandangannya, air matanya mulai menetes. Ia tak mampu melihat keduanya yang tengah bermesraan di depan umum. Bagaimana jika seseorang yang ia kenal dan menghadiri pernikahannya melihat kejadian ini. Pasti akan berpikiran yang tidak-tidak. Walaupun hal itu benar adanya.
Aina menatap perempuan yang sudah ia anggap adiknya dengan iba. Bagaimana bisa Nafisa kuat menjalani pernikahan seperti ini?
"Nafisa, udah dong nangisnya. Nggak malu diliatin? Tuh, bocah ingusan itu dari tadi ngeliatin kamu, mungkin dia ngira kamu masih satu generasi dengannya," gurau Aina sembari berpindah posisi menjadi di sebelah Nafisa. Mengusap bahu Nafisa yang bergetar.
"Wallahi, Nafisa kadang merasa nggak kuat, Mbak. Seperti saat ini misalnya, Nafisa bukan perempuan yang kuat. Nafisa lemah. Terlebih menyangkut perasaan. Nafisa cinta sama Mas Alger dengan tulus, mungkin semenjak ia ngucap ijab kabul sekitar dua bulan yang lalu. Tapi Mas Alger serasa seperti menarik ulur jiwa dan raga Nafisa. Kadang dia baik dan perhatian, kadang dia dingin. Nafisa bingung harus ngapain," jawab Nafisa, tangisnya sudah tidak ada, tetapi matanya masih kentara, memerah.
"Em—Mas Alvaro tau?" tanya Aina pelan.
"Kalau itu Nafisa nggak tau, selama ini Nafisa selalu sembunyiin semuanya dari Ayah dan Mas Alvaro. Tapi, bisa aja Mas Alvaro tau, dia mana bisa ngebiarin Nafisa gitu aja," papar Nafisa.
"Oh gitu, iya juga sih. Mas Alvaro mana mungkin ngebiarin orang yang dia sayang begitu aja. Ya udah, yuk, salat zuhur dulu, udah waktunya," ajak Aina sembari membereskan barang-barang bawaannya.
Mereka bergegas menuju sebuah masjid yang letaknya tepat di sebelah mall. Nafisa menghembuskan napas sesaat sebelum mengambil air wudu.
Obat yang paling mujarab adalah berwudu dan mendirikan salat. Ingatlah akan sebuah kalimat yang Ali bin Abi Thalib sampaikan, "Jika Allah membimbingmu untuk mengingat-Nya. Itu adalah tanda bahwa Allah cinta padamu." Mendekatkan diri kepada-Nya, tidak hanya saat Allah mematahkan hatimu, tetapi ingatlah Ia pada setiap apa yang kamu kerjakan.
Allah merindukanmu berkeluh-kesah pada-Nya, sungguh. Dengan mematahkan hatimu, mematahkan semangatmu, mematahkan harapanmu, Allah hanya merindu. Maka senantiasalah untuk terus mengingat-Nya.
"Ya Allah, Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Lapangkan segala urusan Nafisa dan orang-orang di luar sana, ringankan semua masalah yang menimpa kami. Ringankan pula siksa kubur kami. Tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Engkau, Tuhan semesta alam."
Mencintailah seperlunya. Bencilah seperlunya. Jangan berlebihan dan jangan kekurangan. Nikmati setiap apa yang menimpamu. Jalani dengan ikhlas dan penuh rasa bersyukur.
***
Setelah melangsungkan salat zuhur, Nafisa dan Aina kembali ke mobil. Mereka bernilai menuju perusahaan Alvaro. Hanya sekadar mengunjungi, karena Nafisa sangat merindukan kakaknya.
Saat sudah sampai mobil dan menyimpan barang-barang belanjaan di bagasi, ternyata mobil Alger tepat berada di samping mobil mereka. Juga mereka sama-sama sedang menaruh barang-barang milik mereka. Mungkin lebih tepatnya milik Syifa.
"Eh, ada Bapak captain dan Ibu Syifa. Bagaimana hari-hari kalian sejauh ini? Menyenangkan?" tanya Aina sarkastis.
Alger menoleh ke sumber suara, dirinya terkejut saat mengetahui istrinya juga ada di sana. Tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Captain! [End]
Teen FictionAlmaika Nafisa Putri Almortaza, seorang gadis cantik yang bekerja sebagai Human Resource Department atau lebih dikenal HRD di perusahaan ayahnya, terpaksa menikah dengan seorang kapten pilot yang membuatnya selalu percaya bahwa ini akan menjadi jala...