Seseorang tidaklah berubah, ia hanya menunjukkan sifat aslinya.
***
Dua bulan berlalu. Catat, baru dua bulan Alger ditinggal istrinya, namun ia sudah merasa kesepian bukan kepalang.
Setelah puas bergelung dengan selimut tebalnya, ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Sudah jam 09.00 tetapi dirinya belum mandi dan sarapan. Malas melakukan aktivitas, itulah yang memenuhi hari-hari Alger setelah ditinggal sang istri.
"Bibi, masak apa?" ucapnya pada wanita paruh baya yang tengah mengepel lantai dapur.
Wanita tadi menghentikan kegiatannya dan berkata, "Bibi cuma masak sayur bayam, tahu tempe, sambal sama ikan, Den. Ada di meja makan, udah Bibi siapin dari pagi. Tapi, kayaknya udah dingin, mau Bibi angetin lagi?" tawar Yuni.
Alger mengangguk paham. "Nggak usah, Bi. Langsung Alger makan aja, makasih ya, Bi," ucap Alger lalu berlalu menuju meja makan.
Sudah dua bulan pula porsi makanan yang dimasak oleh Yuni berkurang. Ala kadarnya, itu yang Alger pesan pada wanita yang sudah ia anggap ibunya sendiri.
"Bibi udah makan? Sini makan sama Alger," tanya Alger sembari mengisi piringnya dengan makanan.
"Hehe, Bibi belum makan, Den. Nanti, gampang kalau Bibi," jawab Yuni mulai membereskan peralatan mengepelnya.
Alger menoleh dan melirik Yuni dengan tajam. "Bibi kebiasaan, sini makan bareng sama Alger, Bibi." Alger lantas berdiri dari duduknya, meraih kedua tangan berkeriput. "Nggak papa, Den? Aduh, nggak sopan atuh," jawab Yuni, berniat kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Nggak, kalau Bibi nggak makan, Bibi juga nggak boleh ngerjain pekerjaan rumah!" ancam Alger menyipitkan kedua matanya.
Mau tidak mau, Yuni menurut. Mengikuti langkah laki-laki yang selalu menyayanginya seperti ibu kandungnya sendiri. Kadang ia berpikir, bagaimana bisa Alger menjalani hidup tanpa adanya seorang ibu? Dirinya saja yang sudah berumur, yang seharusnya sudah tabah dan ikhlas menerima kenyataan, masih suka menangisi kepergian kedua orangtuanya.
Sedangkan Alger? Yang ia lihat selama ini, Alger adalah sosok tegar, tidak mau membuat orang lain khawatir akan kondisinya, banyak maunya. Jika Alger menginginkan A, maka harus A. Keras kepala.
Namun, ia tahu. Dibalik sifat keras kepalanya, ada sosok lemah di balik itu semua. Yuni dapat merasakan jika Alger membutuhkan seseorang yang dapat menjadi penyemangat dalam hidupnya, dan sudah ia temukan. Itu ada dalam diri Nafisa.
"Bi, sepi banget nggak ada Nafisa. Alger jadi males kerja," keluhnya setelah mereka menghabiskan makanan masing-masing. Menatap kosong pada tempat duduk yang biasa ditempati oleh istrinya.
Yuni tak tahu harus menjawab apa, ia hanya menjadi pendengar untuk sementara.
"Alger salah banget ya, Bi? Sampai nggak termaafkan. Alger baru sadar akan kebodohan Alger sekarang, Bi. Alger pengin selalu ada buat Nafisa. Alger pengin menghabiskan sisa-sisa usia Alger sama Nafisa. Tapi, mungkin, itu semua susah Alger dapatkan. Nggak sebanding dengan semua luka yang Alger torehkan ke Nafisa. Saat sudah menikah, Alger bahkan masih berhubungan dengan perempuan lain. Alger jahat banget ya, Bi? Nafisa nyerah sama sifat Alger ini ya? Alger harus gimana, Bi? Alger mau Nafisa kembali ke sisi Alger," ucapnya pelan, tumpah sudah pertahanan yang selama ini ia bangun sekokoh mungkin.
Ia selalu berdoa di sepertiga malamnya, agar Nafisa dapat kembali ke dalam kehidupannya. Meskipun ia menyadari akan kesalahannya, tapi dirinya akan berusaha sekuat mungkin demi istri dan anaknya.
Yuni turut menitikkan air matanya. Perkiraannya benar, Alger sosok yang rapuh. "Den Alger nggak salah. Semua manusia, semua makhluk hidup akan melakukan yang namanya kesalahan. Hanya saja mereka berbeda. Ada yang setelah melakukan kesalahan lalu berubah menjadi lebih baik, ada juga yang malah terus melakukan kesalahan itu. Dan menurut Bibi, sekarang belum terlambat, nggak ada kata terlambat untuk memperjuangkan sesuatu hal. Termasuk hati Non Nafisa dan Den Alvaro. Raih cinta-Nya, insyaa Allah, Allah lapangkan dan Allah mudahkan cerita kalian. Tetap berusaha dan berdoa, itu kuncinya," ujar Yuni.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Captain! [End]
Ficção AdolescenteAlmaika Nafisa Putri Almortaza, seorang gadis cantik yang bekerja sebagai Human Resource Department atau lebih dikenal HRD di perusahaan ayahnya, terpaksa menikah dengan seorang kapten pilot yang membuatnya selalu percaya bahwa ini akan menjadi jala...