“Ketika kamu berlebihan berharap pada seseorang, maka Allah akan timpakan padamu pedihnya harapan-harapan kosong. Allah tak suka bila ada yang berharap pada selain Dzat-Nya, Allah menghalangi cita-citanya supaya ia kembali berharap hanya kepada Allah SWT.”
[Imam Syafi'i]***
"MAS, GELI!" teriakan seseorang menggema dalam sebuah ruangan.
Alvaro yang tengah memejamkan matanya di sofa, seketika langsung terkesiap. Dirinya bahkan sampai bangun dari duduk serta tidurnya.
"Eh, buset. Dasar bumil!" sungutnya membereskan bantal-bantal sofa yang turut berjatuhan.
"Hehehe, maafin kita, Mas," ujar Alger tak enak. Alger tahu jika semalam Alvaro tak memejamkan mata sejam pun karena pekerjaannya yang menumpuk.
"Mas Alvaro, mandi sana! Bau banget, kusut juga tuh, bajunya," ejek Nafisa terkekeh geli. Dirinya sedang dalam posisi duduk di ranjang pasien.
Alvaro melengos dan menatap adiknya tajam. Enak saja dirinya bau. "Enak aja, Mas kemarin mandi ya! Walaupun nggak mandi juga, Mas masih tetep wangi. Emang kamu! Nggak mandi jadi bau terasi!" gerutunya.
Nafisa membelalakkan matanya, tak terima. Dirinya tidak mandi karena memang sedang sakit, dan belum diperbolehkan oleh dokter. Dan menurutnya, bau badannya tidak sebusuk itu.
"En—"
"Mas mau mandi, bye!" Alvaro langsung memotong perkataan Nafisa, dengan langkah lebar, ia berjalan menuju kamar mandi yang ada dalam ruangan tersebut.
"Hihh, nyebelin!" ucap Nafisa geram bersamaan dengan pintu kamar mandi yang ditutup rapat menimbulkan suara kencang.
Alger hanya bisa tersenyum melihat kelakuan istrinya. Ia merasa jikalau semenjak Nafisa mengandung, istrinya itu banyak tingkah. Dimulai dari hal kecil, sampai hal besar pun dia komentari. Contohnya pakaian yang Alger kenakan saat ini. Kaos putih pendek disertai celana abu-abu sebatas lutut. Katanya, Nafisa lebih menyukai Alger yang memakai baju santai, dari pada kemeja panjang dan setelah formalnya.
"Kamu sekarang jahil banget, diajarin siapa coba?" gurau Alger sembari mengapit hidung istrinya.
"Nggak tau, bawaannya pengin jahil muluuu," jawab Nafisa berusaha melepaskan jepitan yang mengganggu pernapasannya.
Ceklek!
Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan Alvaro dengan pakaian yang hampir sama dengan Alger. Hanya berbeda warna.
"Ternyata Mba Aina tau apa yang Nafisa inginkan! I love you Mba Aina!" ujar Nafisa sumringah.
Alvaro mendengus kesal. Ia tak terbiasa mengenakkan pakaian santai di luar rumah. Antipati. Sedangkan Alger hanya menggelengkan kepalanya.
"Mba nggak, wlee!" ucap seseorang di balik pintu ruangan. Kepalanya ia tampilkan di sedikit celah pintu yang terbuka.
"AAA! JAHAT! NAFISA NGGAK NGERESTUIN KALIAN YA!" seru Nafisa, meneteskan butiran kristal di pelupuk mata. Aina meringis, kemudian berjalan mendekat.
"Nggak kok, bercanda. Mas, makan dulu. Tapi aku cuma bawa makanan, airnya belum, heheh," ujar Aina tak enak.
"Punya Nafisa mana?"
"Nggak ada, kamu makan makanan rumah sakit," balas Alvaro tak terbantahkan. Ia mengambil alih kantung kresek yang berada di tangan Aina, lalu membawanya ke sofa.
Nafisa hendak protes, namun ia urungkan karena elusan di puncak kepalanya. "Sabar, Sayang. Kamu belum boleh makan makanan luar, makan dari makanan rumah sakit dulu ya? Mas suapin," tawar Alger lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Captain! [End]
Teen FictionAlmaika Nafisa Putri Almortaza, seorang gadis cantik yang bekerja sebagai Human Resource Department atau lebih dikenal HRD di perusahaan ayahnya, terpaksa menikah dengan seorang kapten pilot yang membuatnya selalu percaya bahwa ini akan menjadi jala...