My Captain - 1

4.9K 243 19
                                    

Lupakan semua hal yang terasa memberatkan, lihatlah ke depan. Masih ada kebahagiaan yang menanti, bukannya menghindari, tapi jadikan itu sebagai penyemangat diri.

***

"Bagaimana pekerjaan kamu, Nak? Lancar?" Seorang laki-laki paruh baya membuka suara. Keheningan yang melanda ketiganya tidak lagi terasa.

"Alhamdulillah, baik, Om. Sekarang lagi nggak terlalu padat jam terbangnya, jadi nurut sama Ayah buat liburan di sini. Padahal males banget," jawab Alger sopan, sengaja memelankan suaranya di akhir kalimat. Meskipun dia tahu, ayahnya mendengar dengan jelas.

"Bukan begitu, Ayah sama adikmu itu kangen sama kamu. Coba sekali-kali kalau nggak ada jadwal terbang, pulang ke rumah, bukan ke apartemen!" terang Alan, ayah kandung Alger.

Laki-laki yang tadi bertanya, menatap keduanya dengan tertawa geli. Bagaimana tidak? Setiap mereka bersama, pasti ada saja yang dipermasalahkan.

Muhammad Alger Daksa Abdillah. Seorang captain pilot di sebuah penerbangan Indonesia. Laki-laki berperawakan gagah itu sudah menyukai dunia penerbangan semenjak dirinya masih kecil, hal inilah yang membuatnya bercita-cita menjadi pilot. Hal yang tidak terduga, menjadi captain pilot di usianya yang baru menginjak dua puluh empat tahun, tepat dua tahun yang lalu. Meskipun masih terbilang muda, ia mampu membuat orang-orang ternganga akan prestasinya dalam menaklukkan burung besi, termasuk mengalahkan para senior-seniornya.

Alger merupakan lulusan sekolah penerbangan Bali International Flight Academy (BIFA). Bali International Flight Academy (BIFA) sendiri adalah salah satu sekolah penerbangan yang memiliki pusat pelatihan di Pangkalan Udara Letkol, Wisnu Bali Desa Sumberkima, tepatnya enam puluh lima kilometer dari Singaraja, Buleleng.

Perjalanan karier Alger dimulai dengan pesawat Cessna-172 yang ia terbangkan saat masih menempuh pendidikan. Pesawat Cessna adalah jenis pesawat yang digunakan hampir seluruh sekolah penerbangan yang ada di Indonesia.

"Baiklah-baiklah, sudahi kegaduhan ini. Benar apa kata ayahmu, Nak. Dia merindukanmu, sama halnya dengan adik perempuanmu. Terlebih lagi, beberapa bulan ke depan kita akan memasuki bulan ramadhan. Banyak hal yang ingin kita rasakan bersama, salah satunya berbuka puasa," ucap Reagan, sang empu rumah.

"Betul, aku setuju padamu, Reagan. Tetapi sayangnya, anak sulungku ini lebih menyukai pesawat-pesawat dan tetek bengeknya, dari pada ayahnya ini," sindir Alan sambil melirik anaknya tajam.

"Oh, ayolah, Ayah. Jangan seperti ini, kau membuatku semakin bersalah," cecar Alger menatap ayahnya datar. Wajahnya memang datar, terkesan dingin. Namun, entahlah. Hal itu malah yang membuat para wanita tergila-gila akan pesonanya.

Siapa yang tidak terpesona pada seorang Alger? Dari segi ketampanan, ia lewat dari sekadar kata tampan. Dari finansial, jangan diragukan, aman tujuh turunan. Dari segi kecerdasan, jelas-jelas dirinya sudah menjadi kapten pilot di usianya yang masih muda. Hanya satu kekurangannya, sulit untuk didekati. Bahkan untuk menjawab pertanyaan dari para kru pesawat, hanya 'am em am em', singkat memang.

"Hm, omong-omong, apakah kau menyetujui niatan kami, Nak? Janji yang sudah kami ucapkan sejak sepuluh tahun yang lalu," tanya Reagan dengan ragu, ia melirik kedua manusia di depannya bergantian.

"Saya setuju, Om. Apapun yang Ayah saya pilihkan, insyaa Allah, itu yang terbaik untuk saya kedepannya. Dan saya hanya bisa menerima itu semua, sebagai bentuk bakti seorang anak," sahut Alger yakin.

Reagan menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya hal yang mengganggu pikirannya membuahkan hasil. Perjanjian yang sudah ia dan Alan susun semenjak sepuluh tahun lalu, dapat terealisasikan. Alger menyetujui itu. Hanya tinggal menunggu keputusan anak perempuannya, namun ia sudah dapat menebak jawaban sang putri. Ia akan menerima permintaannya, meskipun itu berat.

My Captain! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang