21

14.4K 1K 241
                                    

"Nana"

Jaemin terbangun ketika merasakan sebuah usapan di rambutnya. Otomatis, Jaemin reflek terduduk dan melihat sang ayah yang berdiri di hadapannya. Jaemin pun segera meraih alat bantu dengarnya dan terkejut menatap Tuan Na yang tidak biasanya datang ke kamarnya. 

"Appa turut berduka atas kehilanganmu, sayang"

Jaemin terdiam dan berangsut memeluk sang ayah yang kini memeluknya. Tak terasa, di pagi hari, dirinya kembali bersedih bahkan menitikkan airmatanya ketika merasakan pelukan ayahnya kali ini. 

Jaemin merasakan perasaan rindu dan tidak ingin kehilangan, setelah kehilangan sang sahabat. Jaemin berusaha menyamankan pelukannya dan tak sadar isakanlah yang keluar berikutnya. 

"Tidak apa, sayang, kamu masih memiliki appa, eomma, Jaehyun dan juga Jeno, kamu masih memiliki kami"

Jaemin menyembunyikan wajahnya di leher sang ayah. Jeno bukanlah sosok yang ia harapkan menjadi salah satu orang yang akan ia cari ketika membutuhkan pertolongan. Bahkan Jaemin sendiri merasa yakin bahwa sang kakak memiliki andil dalam kematian Haechan beberapa hari yang lalu. 

"Appa dengar, kamu sering di bully di sekolah, apakah mau appa pindahkan menjadi homeschooling?", Jaemin menggelengkan kepalanya. Semakin dirinya di rumah, maka semakin dirinya akan bertemu dengan kakaknya semakin sering. Sekolah adalah tempatnya bisa kabur dalam cengkeraman sang kakak dan bisa bertemu dengan Jaehyun sewaktu pulang sekolah. 

Lagipula, Jaemin merasa bullying di sekolah tidaklah separah daripada cengkraman erat Jeno padanya. 

"Jeno menceritakan semuanya, dia berkata bahwa kau memiliki luka lebam dan juga kau sering menangis, appa tidak bisa melihat Nana terluka"

Jaemin kembali menggeleng. Tangannya meremas erat selimut yang ada di atas pahanya. Banyak hal yang ingin dirinya katakan kepada sang appa, namun ketakutannya justru lebih mendominasi daripada keberaniannya hanya untuk mengatakan semuanya. 

Tuan Na yang merasakan hal aneh pada diri sang anak, meraih tangan Jaemin yang berkeringat. Sebelum Tuan Na sesibuk sekarang, dirinya adalah sosok yang menemani Jaemin terapi ke Dokter Jung. Dirinya sudah sangat hafal bagaimana gelagat permata kesayangannya kala cemas dan ketakutan. Sehingga, dirinya pun merasa hal asing karena Jaemin menunjukkan gelagat cemas setelah sekian lama. 

"Nana, apakah Nana ingin mengatakan sesuatu?"

Jaemin menggigit bibir bawahnya. Dirinya benar-benar merasakan takut dan tidak terasa airmatanya menjadi turun. Berkali-kali Jaemin menatap ke arah pintu, berharap tidak ada seorang pun yang masuk atau mengetuk pintu tertutup itu. Jaemin berharap bahwa tidak ada satupun CCTV dan juga alat perekam suara di kamarnya. 

"Jaemin?"

Jaemin kembali melihat ke arah appanya. Dirinya meminjam tangan sang appa dan menggunakan bahasa isyarat di tangan appanya. Mengatakan suatu hal yang tidak bisa didengar siapapun namun dimengerti oleh keduanya. 

Tuan Na langsung terkejut dan menatap ke arah Jaemin. Jaemin membuka sisi lehernya, dan juga diangkatnya kaos yang menutupi perut. Tampak bagian keunguan dan membuat Tuan Na melebarkan matanya. 

Tuan Na, kembali meminjam tangan Jaemin dan membalas menggunakan bahasa isyarat. 

Jaemin memberi jawaban kembali menggunakan bahasa isyarat kepada sang appa. 

Tuan Na kemudian hanya menghembuskan nafasnya. Dirinya kembali menarik tubuh sang anak, dipeluknya Jaemin yang terasa semakin kecil di pelukannya. Putra kesayangannya, yang dijaga dengan sepenuh kekuatannya.  

Di sisi lain, Tuan Na tidak percaya dengan apa yang dirinya lihat. Namun, di sisi lain Jaemin bukanlah sosok yang sering berbicara dengan kebohongan. Jaemin tumbuh menjadi anak polos, dan semua yang dikatakan adalah apa adanya tanpa ada yang harus ditambah tambahkan. 

Step Brother (Nomin) 🔞 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang