1

70.9K 3.9K 255
                                    

Hari itu Jaemin menghabiskan waktunya di tengah sejuknya angin di kebun belakang. Sang Nyonya Na memang merancang taman bunga di belakang rumahnya secantik mungkin, semata-mata agar membuat anak semata wayangnya bisa bertahan lebih lama di rumah dan tidak perlu keluar rumah untuk bersenang-senang. 

Di taman itu terdapat ayunan yang biasanya digunakan Jaemin untuk beristirahat menikmati semilir angin. Jaemin cukup menikmati kesendiriannya menikmati hempasan angin yang tidak pernah bosan menemaninya. 

Mari kita mengenal seorang Na Jaemin atau biasa dipanggil Nana oleh maid beserta kedua orang tuanya. Jaemin hanyalah seorang anak biasa yang lahir di keluarga kaya, dia tidak memiliki saudara satu pun dan sering sendirian di tengah hingar bingar kehidupannya. Pesta bersama kolega hanyalah ajangnya untuk menjumput makanan manis dan enak, yang biasanya tidak bisa ia nikmati di cafe seorang diri. 

Jaemin adalah seorang anak manis. Wajahnya tidak pernah berhenti mengulum senyuman, meskipun dunia terlalu jahat kepadanya. Jaemin adalah anak baik. Orang tuanya pun tak hentinya mengatakan hal itu meskipun Jaemin hanya menjawab dengan senyumannya. Karena tidak akan ada suara untuk Jaemin keluarkan, meskipun ia ingin sekali menjawab segala pujian orang tuanya. Kedua orang tuanya sangat menyayangi Jaemin yang merupakan anak semata wayang mereka. Hingga kedua orang tuanya berpikir untuk mengangkat seorang anak lagi untuk Jaemin yang berumur 16 tahun. 

***************************************************

Mobil limosin itu berhenti tepat di depan rumah besar kediaman keluarga Na. Sang kepala keluarga keluar dari bangku setir, begitu pula Nyonya Na yang juga keluar dari bangku penumpang depan, kemudian buru-buru membuka pintu yang ada di belakangnya. 

"Ayo turun"

Pria di dalam mobil itu hanya membenarkan letak tas ranselnya yang melorot di pundak kanannya, kemudian keluar dari mobil beraroma wangi itu. Baju kemeja kotak-kotak yang melapisi kaosnya menggambarkan betapa sederhananya pemuda dewasa yang tetap diam meskipun kedua orang tua baik itu mengajaknya berbincang sedikit-sedikit. 

"Sa-saya bawa koper saya sendiri saja, Tuan"

Tuan Na memandang pria itu bingung. 

"Tuan?"

Pria itu juga memandangnya bingung. 

"Panggil aku papa, dan dia Mama, oke? kita orang tua barumu, sayang"

Pria itu melebarkan matanya. Tidak menyangka bahwa di usianya yang ke-20 tahun, masih ada keluarga yang mengangkatnya seorang anak, dia hanya berpikir bahwa dirinya akan diangkat menjadi asisten rumah tangga atau membantu pekerjaan di toko. 

Koper itu pada akhirnya tidak dibawa olehnya, melainkan sudah berganti tangan pada maid yang sudah keluar dan membawa koper serta tas yang dikenakannya. 

"Ti-tidak, saya akan bawa sendiri", jawabnya lirih kala tasnya akan diambil untuk dibantu bawakan. 

"Berikan saja pada maid, kita ingin menunjukkan sesuatu padamu"

Pria itu tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh kedua orang tuanya, pikirannya masih membantah apabila keluarga Na menjadikannya seorang anak. Tidak masalah baginya, karena yang penting dia sudah keluar dari panti asuhan itu dan sering merepotkan ibu pengasuh. 

"Jeno"

Pria itu mengalihkan pandangannya kala namanya terpanggil, dan pandangan mata Nyonya Na benar-benar tidak bisa membuat Jeno menyayangi ibu barunya. Nyonya Na sangat cantik, mata cokelat dan berbinarnya begitu sempurna memancarkan kasih sayang tulus yang Jeno inginkan. Bahkan suara itu, dia ingin sekali merasakan bagaimana suara itu akan menemaninya tidur. 

"Apakah kau lihat pria di ayunan itu?"

Jeno menganggukkan kepalanya. Pria dengan badan yang sangat kurus dan rambut cokelat karamel yang membuat Jeno bisa meyakini bahwa dia anak yang manis. 

"Berikan ini padanya, namanya Jaemin, bisa kau panggil Nana, dia akan menjadi adikmu", Nyonya Na kemudian memberikan sebuah benda kecil ke tangan Jeno dengan lembut. Ketika genggaman tangan itu dibuka, Jeno melebarkan matanya. 

"Maaf, apakah dia tuli?", perempuan paruh baya itu menganggukkan kepalanya dengan senyuman yang tidak juga luntur. Jeno bisa merasakan betapa sang ibu sangat ikhlas tulus menyayangi anaknya yang tidak sempurna. Tak lama, Jeno kemudian menundukkan kepalanya, kepercayaan dirinya menghilang begitu saja ketika dirinya disuruh mendekati anak dari Nyonya Na.

"Kenapa, sayang?"

"ma, apakah Jaemin akan menerimaku?", tanyanya dengan nada malu.

Nyonya Na memandang ke arah anak yang baru saja diangkatnya. Lee Jeno. Anak yang sudah dititipkan di panti asuhan 20 tahun yang lalu, membuat Nyonya Na menyadari bahwa anak angkatnya ini begitu pemalu dan tidak mudah percaya diri untuk usianya yang matang. 

Tidak ada motivasi khusus ketika Nyonya Na mengangkatnya sebagai seorang anak, hatinya hanya menghangat di kala Jeno menggendong salah satu anak panti asuhan ketika anak itu jatuh menangis. Bagaimana Jeno meniup bagian yang sakit di anak itu dan senyuman yang terpancar kala menghibur sang adik, meskipun di hatinya ia yakin, bahwa itu merupakan sudah bagian dari tugasnya membantu ibu di panti asuhan. 

Tapi sifat lain Jeno yang ternyata pemalu, juga baru diketahuinya kala Jeno tidak berani memandang mata kedua orang tua barunya. Itu tidak masalah, sebab mengingat butuhnya waktu adaptasi bagi Jeno akan kebiasaan di panti asuhan dan kebiasaan ketika di rumah keluarga Na. 

 "Sayang, kau adalah calon kakak yang baik untuknya, Jaemin pasti senang mengenalmu, dia senang membuat pertemanan", Nyonya Na mencoba meyakinkan anak yang masih saja takut-takut memandang ke arah mata Nyonya Na.

"Ma? apakah Jeno bisa meminta hadiah apabila bisa berteman dengan Jaemin?", Jeno bertanya dengan malu-malu dan lirih, bahkan suaranya tidak terlalu terdengar, walaupun Nyonya Na sudah mendengarnya. 

"apa, sayang? baju? sepatu?", Jeno menggelengkan kepalanya perlahan. Sebenarnya dirinya takut apabila permintaannya ditolak, dan terdengar tidak bermutu untuk usianya, tapi terkadang hatinya ingin sekali merasakan hal itu. 

"Apakah Mama mau menyanyikanku lagu sebelum tidur? maaf, maksudku, aku tahu ini terlalu bocah-"

"Iya, sayang, Mama akan menemanimu tidur dengan nyanyian lagu mulai malam nanti", Jeno menaikkan kepalanya ketika Nyonya Na mengiyakan permintaannya, bahkan tanpa sadar airmatanya turun ketika mendengar jawaban Nyonya Na yang begitu menghangatkan hatinya. 

"Lho? kenapa menangis, Jen?", Jeno menghapus airmatanya kasar. Kemudian menggelengkan kepalanya. 

"Maaf, Ma, aku hanya terlalu seneng akhirnya punya Mama", kali ini giliran Nyonya Na yang menghangat mendengar ucapan Jeno yang menyentuh hatinya. Sang anak yang terlihat dewasa tersebut begitu ingin kasih sayang seorang ibu, dan Nyonya Na merasa tepat memilih Jeno yang menghargai ketulusannya. 

"Kalau kamu ingin yang lain, jangan takut, ya, Jen. Apa mau mama bacakan buku dongeng? mau mama buatkan susu?"

"Tidak, aku sudah besar", Nyonya Na terkekeh mendengar penolakan Jeno yang sudah seperti anaknya sendiri. 

"Bagaimana? mau berjuang mendekatkan diri pada adikmu? hadiahnya nanti akan mama tambah dengan memelukmu sampai kau tidur"

Jeno tidak bisa menolak permintaan Nyonya Na, semua yang ditawarkan ibu angkatnya merupakan hal yang ingin sekali Jeno rasakan sejak dulu. Dia kemudian memalingkan wajahnya pada anak yang masih setia di atas ayunannya. 

Dia bertekat akan dekat dengan adiknya.

========================================================


Step Brother (Nomin) 🔞 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang