Kaki ringannya melangkah pelan seraya membawa boneka Ryan dalam pelukannya. Suasana hujan dan gemuruh petir terdengar di luar, namun pria manis itu tetap ketakutan meskipun tidak mendengar bagaimana dasyatnya suara halilintar di langit malam itu. Langkahnya ia bawa pelan menuju kamar sebelahnya yang tidak begitu jauh daripada kamar mamanya.
Dia membuka pintu itu perlahan dan melihat seorang pemuda lain yang bergulung nyaman di dalam selimut hangatnya. Mengabaikan bagaimana petir sangat keras menyambar saat ini. Badan kurusnya pun ia masukkan ke dalam selimut sang kakak, membiarkan sang kakak terbangun dengan gerakan tubuhnya yang mendekat ke arah Jeno.
"Nana"
Jaemin tidak merespon apapun, hanya mencoba menyamankan tubuhnya dalam dekapan sang kakak.
Jeno membuka telinga Jaemin, menyadari bahwa sang adik tidak mengenakan alat bantu dengarnya, lalu tangan kekar itu kemudian menyalakan lampu tidur yang dipunggungi Jaemin dan mengambil alat bantu dengar adiknya yang memang ia simpan juga di dalam laci kamar tidurnya.
Jeno memasangkan alat bantu dengar adiknya dan membuat Jaemin menaikkan kepalanya, mencoba memandang sang kakak yang sebenarnya masih sangat mengantuk.
"Kenapa?", suara pertama yang Jaemin dengar kala Jeno bertanya padanya. Bersamaan pula sebuah suara halilintar mengagetkan Jaemin yang sontak membuat pria manis itu mengejang diikuti tangisannya di dada sang kakak.
Jeno terkejut, kemudian melepaskan alat bantu dengar sang adik, membiarkan Jaemin tidak mendengarkan suara halilintar yang memang mengejutkan. Diusapnya punggung sang adik secara lembut, mencoba menyalurkan ketenangannya, mencoba menenangkannya sampai suara isakannya mulai berkurang.
"Maaf, sepertinya kau benar-benar takut dengan suara keras"
Jeno membenarkan letak posisi adiknya agar bisa masuk ke dalam selimutnya dengan masih mengusap punggung Jaemin lembut. Mencoba menidurkan kembali sang adik yang nampaknya masih cukup ketakutan ketika mendengar suara keras petir di luar.
"Selamat malam, sayang", sebuah kecupan di pucuk kepala Jaemin mendarat sebelum pria itu menutup matanya pula dengan masih memeluk sang adik.
===================================================
Dulu Nyonya Na pernah meminta kepada seorang guru tunawicara untuk mengajarkan anaknya berbicara. Di dalam hatinya, ia begitu yakin bahwa sang anak mampu berbicara meskipun dia tidak bisa mendengar dan suara yang keluar tidak terlalu jelas. Namun suatu hal yang mengejutkan adalah ketika dirinya melihat Jaemin yang mencoba membuka mulutnya dan mengusap airmatanya.
"Nana kenapa?"
Jaemin tersentak karena sang Mama yang kini masuk ke dalam kamarnya dengan segelas teh hangat kesukaan Jaemin. Jaemin menunjuk buku abjad yang ada di hadapannya, membuat Nyonya Na bingung.
"Maksudnya?"
'Nana mau belajar bicara',
Nyonya Na melebarkan kedua matanya. Pandangan bahagia campur terharu mampu ditunjukkan pada Jaemin. Pelukan hangat itu langsung saja diberikan kepada Jaemin disertai dengan kalimat-kalimat bersyukur karena sang anak yang akhirnya mau belajar berbicara. Bahkan dia merasa kedua matanya akan mengeluarkan airmata dan bisa menangis jika ia tidak segera pergi dari kamar itu.
"Oke, sayang... Semangat ya, sayang", kecupan bertubi-tubi pun diberikan Nyonya Na kepada wajah mungil anak semata wayangnya. Perasaan sayangnya yang tidak bisa ia gambarkan, hanya bisa ia salurkan pada usapan lembutnya di wajah sang anak dan juga kecupan-kecupan yang sangat disukai Jaemin.
Nyonya Na kemudian bangkit dan membiarkan sang anak untuk mencoba belajar berbicara kembali. Sesampainya di luar, dia tersentak ketika melihat Jeno yang berdiri di depan pintu kamar Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother (Nomin) 🔞 (END)
Fiksi PenggemarJeno adalah kakak kesayangan milik Na Jaemin. Dan Jaemin adalah obsesi besar si kakak, Lee Jeno. warn! bxb Kasar banget 🔞 Kalau gak kuat, jangan baca