Jeno yang kala itu masih berumur 11 tahun hanya mengetahui bahwa manusia itu ada untuk saling membunuh dan bekerjasama dalam mencapai sesuatu. Tidak ada namanya kesempatan namun yang ada hanyalah kepastian. Jeno terdidik dengan pendirian yang harus teguh dan sigap atas segala kewaspadaan.
Pernah sekali Jeno ingin bertanya mengenai pekerjaan orang tuanya. Jeno hanya menghabiskan waktu bersama Mark sepanjang hidupnya, anak dari salah satu tangan kanan sang ayah. Bahkan di saat hari penting pun, hanya Mark dan sang ibu yang menemani harinya. Tidak ada sosok ayah.
"Kita kekurangan order", suatu hari sang kepala keluarga mengeluh pada bundanya. Jeno dan Mark yang asyik makan di dapur, hanya memperhatikan kedua orang tersebut. Jeno memperhatikan sang ayah dengan penampilannya cukup berantakan serta mata yang memerah.
"Bagaimana bisa? Kau kau memiliki barangnya banyak!", sang bunda berteriak kepada ayahnya.
"Permintaan pasar sangat tinggi, bodoh", Jeno meletakkan sendok dan garpunya di atas piring. Mark yang memperhatikan Jeno, melakukan hal yang sama dan menarik tangan Jeno untuk mengikutinya.
Langkahnya belum sepenuhnya sampai pada tangga, terdengar suara lemparan barang di ruang keluarga. Disana Jeno bisa melihat ibunya bersimbah darah tepat di kepalanya. Bertepatan pula, sang kepala keluarga langsung menatap 2 orang yang ada disana. Mark dan Jeno otomatis lari menuju kamar di lantai atas dan mengunci kamar Jeno.
Keduanya bersembunyi di bawah tempat tidur Jeno dan tidak bersuara sedikit pun hingga mereka bisa merasakan lantai di bawah mereka bergetar. Menandakan ada seseorang yang mencoba berjalan ke arah kamar Jeno yang berada di paling ujung lorong.
BRAK!
BRAK!
Mark memeluk Jeno yang berusaha untuk tidak berteriak di bawah tempat tidur tersebut. Mark pun berusaha seberani mungkin untuk membuka matanya ketika bunyi gebrakan pintu itu sudah mereda. Mark tidak tahu apa yang terjadi di luar sana, karena suara di luar sangat hening seperti tidak ada aktifitas disana.
Jeno meremas kuat kain baju Mark. Menahan teriakan dan tangisannya agar tidak terdengar hingga keluar. Tidak ada suara kemudian dari arah pintu, tidak ada satupun suara yang keluar di ruangan itu selain detak jantung masing-masing diantara mereka. Tubuh kedua anak kecil itu terkaku untuk sekedar bergerak dan memeriksa keadaan.
"Mark! Jeno!"
Mark langsung mengeratkan pelukannya terkejut pada Jeno ketika pintu diketuk dan namanya dipanggil. Dirinya tidak bisa memastikan siapa yang memanggil nama keduanya, takut jika itu hanya jebakan belaka.
"Mark? Ini appa"
Mark menghela nafas perlahan.
"Jangan hyung, itu daddy", bisik Jeno pada Mark yang menatap ke arah Jeno dengan tatapan ragu. Mark pun hanya bisa terdiam ketika mendengar ucapan Jeno. Diliriknya sesekali ke arah ketukan pintu kamar itu dan juga ke arah Jeno bergantian.
"Kau tetap disini, hyung akan menjemputmu"
Jeno menggeleng dan tidak melepaskan dekapannya. Jeno tidak mau kehilangan, cukup mamanya yang mungkin sudah tewas di tangan sang ayah, jangan lagi Mark.
"Tidak hyung"
"Hyung janji akan berusaha melindungimu", Jeno kemudian melepaskan dekapannya pada Mark, membiarkan sang sahabat keluar dari persembunyian mereka berdua. Jeno bisa melihat langkah kaki Mark yang mendekat ke arah pintu.
Pintu pun kemudian terbuka perlahan oleh Mark.
BUAGH!
Jeno menutup mulutnya kuat ketika melihat Mark yang sudah terjatuh ke lantai dengan darah yang mengalir dari sisi kepalanya. Dirinya bisa melihat Mark yang melihat ke arahnya. Jeno menangis dan hampir keluar dari persembunyiannya jika tidak melihat kepala Mark yang menggeleng perlahan ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother (Nomin) 🔞 (END)
FanficJeno adalah kakak kesayangan milik Na Jaemin. Dan Jaemin adalah obsesi besar si kakak, Lee Jeno. warn! bxb Kasar banget 🔞 Kalau gak kuat, jangan baca