Ara sudah bergabung ke ekskul dance. Ternyata skillnya di atas rata-rata. Banyak yang berdecak kagum. Bahkan sekarang Ara sudah lumayan terkenal di sekolah barunya. Ia menjadi anggota dance utama di Tamra High School.
Hari ini, pukul 4 sore, Ara mengakhiri latihan dancenya. Ia pamit kepada teman-teman di ekskulnya dan beranjak keluar ruangan itu. Tepat di pintu ruang dance, Ara melihat lapangan basket didepannya yang masih ramai.
Ara berjalan menuju tribun dan mendudukkan dirinya. Ia berniat untuk istirahat sebentar sembari menyaksikan anggota ekskul basket yang sedang berlatih.
Ara menyipitkan matanya melihat sosok yang beberapa hari ini ada di pikirannya. Pandangan Ara tak lepas dari Chika yang sedang mendribble bola.
Rambut Chika yang dicepol, menambah kesan cantik menurut Ara.
Chika menerima operan bola dari Eli, melempar bola ke arah ring dan berhasil mendapatkan 3 point tambahan.
"Mantep banget lo Chik." ucap Eli senang dan hanya dibalas senyum tipis Chika.
Chika mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia menemukan Ara yang duduk di tribun, namun Chika membuang pandangannya dan melanjutkan permainan.
"Gila, hebat juga mainnya." ucap Ara. Pada saat sedang fokus melihat pertandingan, Ara tersentak kaget melihat Chika yang terjatuh.
Lawan Chika tidak sengaja menginjak tali sepatunya.
"Argh," ucap Chika sambil memegang lengan kirinya. Sikutnya terluka dan mengeluarkan banyak darah karena terkena bagian ujung lapangan.
Ara reflek berlari ke arah Chika. Mereka berkerumun dan Ara berusaha mencari jalan agar bisa lebih dekat dengan Chika. Tidak ada yang berniat membantu Chika, karena Chika menolak tawaran mereka dan berkata jika ia baik-baik saja.
"Chik," Ara berlutut di depan Chika.
Chika yang mendengar ada seseorang yang memanggilnya, lalu mengangkat kepala dan melihat Ara ada di depannya.
"Gue gapapa." Chika menjawab sembari berusaha berdiri.
Ara yang melihat itu langsung membantu Chika. Ara masih memegang lengan Chika dengan kedua tangannya.
"Iya, tapi ijinin gue bantu bersihin lukanya dulu. Gak boleh nolak." ucap Ara.
Chika menghela napasnya dan mengangguk. Ia melihat sikunya yang masih mengeluarkan darah, sebenarnya Chika merasakan perih di lukanya. Ara membantu Chika berjalan menuju UKS.
---
"Siniin tangannya," ucap Ara yang sudah membawa air untuk membersihkan luka Chika. Ara juga sudah membawa kotak P3K yang ada di ruang UKS dan ia taruh di sebelahnya.
Chika hanya diam, membiarkan Ara membersihkan lukanya. Ia menatap Ara, yang ditatap masih fokus ke tangannya. Chika bingung dengan sikap Ara saat ini. Sebelumnya Ara tidak banyak bicara dan Chika menganggap Ara sangat cuek pada saat ia mengenalkan ruangan di sekolah. Ternyata Ara bisa bersikap hangat.
"Udah ngeliatinnya?" ucapan Ara yang tiba-tiba, membuat Chika tersentak kaget.
"Eh- iya, eh- engga." Chika yang baru saja melamun, menjawab pertanyaan Ara dengan asal. Ia sendiri bingung dengan jawabannya. Salah tingkah, Chika menahan malu kepergok menatap Ara tanpa berkedip.
"Udah selesai, udah gue perban sama kasih obat merah." Ara terkekeh melihat tingkah Chika.
Chika merasakan ada sensasi aneh dalam dirinya saat melihat Ara terkekeh. Pertama kalinya Chika melihat Ara tersenyum. Ia baru sadar jika tatapan Ara menenangkan dan Ara juga cantik. Apalagi saat tersenyum seperti tadi.
"Makasih, Ra." ucap Chika.
"Iya, sama-sama." balas Ara.
"Lo bawa mobil?" tanya Ara lagi.
Chika teringat jika mobilnya sudah dibawa pulang oleh Christy. Tadi ekskul basket diadakan latihan dadakan, dan adiknya itu buru-buru ingin ke rumah karena Papanya pulang hari ini. Chika membiarkan Christy pulang duluan mengendarai mobilnya. Rencananya, ia akan meminta supir untuk menjemputnya di sekolah.
"Gue dijemput supir," jawab Chika.
"Udah didepan?" tanya Ara.
Chika menggeleng "Belum."
"Gue anter balik, mau?" Ara bertanya sembari fokus membereskan kotak P3K.
Chika sedikit berpikir, daripada menunggu mungkin ada baiknya ia menerima tawaran Ara.
"Boleh," jawab Chika.
Ara mengangguk lalu mereka berjalan ke arah parkiran dan masuk ke dalam mobil Ara. Ara sempat teringat ucapan teman-temannya beberapa hari lalu yaitu Chika yang susah digapai. Tetapi dari kejadian ini, Ara merasa tidak ada penolakan sama sekali darinya. Jika memang ini sebuah lampu hijau, Ara tidak akan menyia-nyiakannya.
Disisi lain, Chika juga tidak mengerti mengapa ada yang berbeda dari dirinya. Biasanya ia tidak pernah memberi kesempatan seseorang untuk mendekatinya. Tapi Ara? bahkan Chika membiarkan gadis itu melakukan apa yang Ara mau.
Selama perjalanan, hening. Hanya ada suara Chika yang memberi tahu jalan menuju rumahnya.
Mobil Ara berhenti di depan rumah Chika.
"Makasih, Ra. Sorry ngerepotin." ucap Chika sambil melepas seat belt.
Ara hanya mengangguk "Gue pamit."
Chika sudah turun dari mobil Ara dan masuk ke rumahnya. Ara melajukan mobilnya menjauh dari rumah Chika.
Pintu utama dibuka oleh pelayan di rumah Chika. Chika melangkah masuk.
"Mami Chika pul-"
"Mami!!" Chika berlari mendekati maminya, Ia menahan emosi dan sesak di dadanya.
TBC
Btw mau cerita dikit. Aku bikin cerita ini cuma iseng sebenernya. Jadi kalo nanti konfliknya kurang proper, maaf ya. Dan buat kalian yang masih mau baca cerita ini dan support aku, makasih 🤍
Kalo mau cepet up next part, banyakin votenya yuk!
KAMU SEDANG MEMBACA
Reach You (Chikara)
RomanceYessica Tamara, perempuan yang bisa dibilang hampir sempurna karena cantik dan bisa segalanya. Apakah ada seseorang yang bisa meluluhkan hatinya? Zahra Nur Khaulah, sosok perempuan yang bisa cuek maupun bisa sangat perhatian. Ia tertarik dengan Chi...